part 5 - Mysterious.

2.3K 347 9
                                    

Setelah kejadian semalam, Runa memang tidak langsung pulang. Dia langsung pergi ke sebuah bar, bar tempat Liam bekerja tentunya. Sayang Liam tidak ada disitu, tapi tidak apa. Runa sempat minum beberapa gelas vodka sampai kepalanya terasa sakit, dan saat itulah dia memutuskan untuk pulang, dan well, untungnya kondisi badannya masih utuh begitu tiba di rumah.

Gadis itu sekarang sedang berjalan dengan sempoyongan keluar dari kamarnya, dan ketika mencapai ambang pintu, keseimbangannya sempat hilang. Untungnya dia sudah 'siaga', langsung menggenggam gagang pintu yang tadi dibukanya.

"Ugh," dia memijat-mijat keningnya, berharap agar sakit kepalanya bisa hilang. Di saat seperti ini, setelah mabuk semalam, dia harus menemukan aspirin yang ada di kamar Zayn atau di ruang tengah. Runa mengumpulkan semangatnya lalu berjalan menuju ruang tengah, dan untungnya tidak ada siapa-siapa di situ. Tampaknya Zayn sudah mulai sibuk dengan urusan kuliahnya, sedangkan ayah dan ibunya, ralat, ayah tiri dan ibunya, pasti sedang sibuk dengan pekerjaan mereka. Otomatis dia sedang home alone sekarang. Hati kecilnya bersorak gembira mengetahui hal itu.

Runa meneguk dua pil aspirin sekaligus, lalu berjalan kembali ke kamarnya, masih sambil memijat pelipisnya. Begitu sampai di dalam kamar, dia langsung menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur lalu memejamkan mata, bersiap-siap untuk tidur lagi. Tapi sebuah getaran membuat matanya kembali terbuka, dan Runa mencari-cari sumber getaran itu,
Ponselnya.

"Seriously?" rutuk Runa sambil mengambil benda yang terus bergetar itu. Tampaknya seseorang sedang menelefonnya karena getaran itu tak kunjung berhenti.
Tanpa mengecek siapa yang menelefonnya, Runa langsung mengangkat panggilan itu. Tumben, biasanya dia tidak pernah menghiraukan panggilan yang masuk ke ponselnya.

"Halo," Runa berucap dengan nada yang ketus, dijamin orang dari seberang telefon akan merasa sedikit kesal.

"Whooaaa, calm down, baby cakes," suara dari seberang telfon yang serak itu terkekeh, dan Runa memutar bola matanya kesal.

"Styles. Jangan membuang waktuku," cukup aneh juga, Runa bisa mengingat nama pria menyebalkan dalam daftarnya itu.

"Kau tahu, aku senang kau mengingat suaraku. Jangan-jangan kau rindu dan memang menunggu telefonku ya?" suara Harry terdengar sangat menjijikkan di telinga Runa, karena Harry sengaja membuat nada suaranya menjadi sedikit 'menggoda'.

"Tidak, tidak sama sekali. Ada apa?" Runa yang tidak ingin berbasa-basi, mengambil bantal tidurnya dan menaruh bantal itu di atas perutnya.

"Ada apa?" Harry bertanya balik mengikuti gaya bertanya Runa, "Kenapa kau tidak datang sekolah? Bodoh,"

"Hanya itu? Aku mungkin akan mengikuti permainanmu tapi tidak selamanya, Styles," Harry memutar bola matanya dengan kesal karena Runa kembali memanggilnya dengan nama 'Styles', bukan Harry.

"Kau sudah berjanji, nona muda. Sebagai gantinya aku ingin kau menemaniku sebentar,"

"Hei, ini tidak pernah masuk dalam perjanjian Styles, jangan seenaknya mengatur hidupku," Runa menggulingkan tubuhnya di atas tempat tidur, sehingga suaranya tidak terdengar begitu jelas.
Tapi tentu saja Harry masih mendengarnya.

"Heh, terserah. Anggaplah ini bayaran karena kau tidak masuk sekolah. Dan Runa, tak ada penolakan. Kujemput kau jam 2. Plus besok kan Sabtu, lalu tadi ada pengumuman kalau kita libur selama minggu depan, aku tidak tahu kenapa. Tapi satu minggu setelah masuk kita langsung menghadapi ujian kenaikan kelas," Harry yang masih dalam posisi berbaring di sofa di rumahnya menerangkan tentang hal-hal yang terjadi di sekolah tadi. Cukup aneh memang kalau mereka libur satu minggu yang mendekati ujian, tapi mau bagaimana lagi?

"Minggu depan libur? Bless be the God. Ok, whateves, Harry. Aku mau tidur, bye,"

Tanpa menunggu balasan Harry, Runa langsung saja mematikan sambungan telefon lalu mematikan ponselnya. Persetan dengan Harry. Kabar baik memang minggu depan libur, tapi kalau setelah itu langsung ujian? Runa bisa saja tidak selamat, karena dia sama sekali tidak mengerti tentang pelajaran-pelajaran rumit yang ada di sekolah, dan tidak mungkin dia bisa belajar selama satu minggu itu. Persetan.
Runa sempat memikirkan ide untuk kabur dari rumah dan menyewa apartemen yang masih ada di seputaran New York, tapi jauh dari rumahnya yang sekarang. Tapi karena soal keuangan dia masih bergantung pada Yaser, apalagi balapan tidak ada kejelasan kabarnya, Runa terpaksa mengurungkan niatnya itu. Sekarang dia dihadapkan pada sebuah rintangan baru :

Ujian.

Tak terasa, dia akan segera meninggalkan SMA-nya itu. Itupun kalau dia bisa mengerjakan soal-soal sialan yang ada nanti.

"UUGHH!"

***

Pria berambut ikal itu duduk di sofa beanbag yang ada di ruang tamu lantai 3. Dia duduk sambil memainkan ponselnya, menunggu orang yang 'dipaksa'nya untuk ikut menemaninya hari ini.
Harry tahu Runa pasti tidak mau ikut, tapi tidak salah bukan kalau dia datang ke rumah Runa agar dia mau ikut? Lagipula menurut Harry, sikap Runa cukup melunak padanya. Dan ketika dia bertanya pada Lea tentang Runa, gadis itu juga kaget bahwa Harry bisa menjalin komunikasi dengannya. Oleh karena itu rasa percaya diri Harry semakin lama, semakin meningkat. Dia percaya dia bisa menemukan alasan mengapa Runa menjadi seperti ini. Psikologi manusia mengatakan bahwa tiap orang yang berkelakuan buruk memiliki suatu alasan kelam dibaliknya. Baik itu masalah keluarga atapun lingkungan tempat tinggalnya, dan itulah yang ingin Harry ketahui. Tapi rasanya alasannya bukan hanya itu saja, dia ingin membawa Runa kembali. Mungkin ini bisa dibilang aneh, tapi Harry sudah membulatkan tekadnya.

"Oke, kali ini aku mengalah, Styles. Mau kau bawa kemana aku, hah?"


Bahu Harry sedikit terangkat karena terkejut karena mendengar suara itu. Begitu dia berbalik, dia mendapati Runa yang mengenakan kaus putih polos dipadu jaket kulit warna biru tua dan skinny jenas hitam. Kasual. Memang gaya khas Runa.
Harry mendehem sekali lalu berdiri dari beanbag yang tadi didudukinya,
"Ikuti saja. Intinya aku tidak akan menculikmu, ayolah,"

Tanpa basa-basi, Harry menarik Runa ke dalam lift dan langsung bergegas menuju lantai bawah, lalu menuju mobil Harry. Harry sempat memberikan senyum kepada orang-orang yang ditemuinya di jalan, dan orang-orang itu juga balas tersenyum, tapi sambil mengerutkan kening. Mungkin inilah pertama kalinya mereka melihat Runa berjalan dengan seorang pria sambil berpegangan tangan dan tidak meronta-ronta sama sekali.Runa memang menyadari hal itu, tapi dia membiarkan Harry terus menggenggam tangannya. Dia merasa nyaman diperlakukan seperti itu oleh Harry.

"Oh iya, bagaimana kau bisa masuk ke dalam?" Runa yang tiba-tiba teringat hal itu, langsung bertanya pada Harry ketika laki-laki itu membukakan pintu mobilnya untuk Runa.

"Aku bilang pada satpam itu kalau aku adalah pacarmu, dan sampai di dalam aku bertemu seseorang yang aku asumsikan sebagai ibumu dan aku juga bilang kalau aku pacarmu. Selesai,"

Harry langsung menutup pintu mobil penumpang setelah menjawab pertanyaan Runa, dan berlari kecil memutar mobilnya. Begitu dia masuk ke dalam, Runa langsung menarik-narik rambut ikalnya.

"Sejak kapan kau jadi pacarku haahhh?? Aneh mereka percaya begitu saja," Runa menarik rambut Harry tanpa ampun, sampai laki-laki itu meringis, nyaris mengeluarkan air mata.
"OOIII, HENTIKAAANN, SAKITT," Harry mencoba menyingkirkan tangan Runa dari rambutnya, dan berhasil. Runa pun tertawa, dan Harry sempat membeku mendengar suara tawa itu.

"Kau akan membawaku kemana?"

"Karnaval, sekaligus taman bermain,"

_________________________________________

SORREH FOR THE LATE UPDATE, LAGI UTS HUHUHHUH :'(

Harap maklum ya, :)
Btw ini udah mau ending, jadi bakal banyak rahasia yang kebuka heheheh :D
Sekarang sih masih belum seru-seru amat, tunggu ya ;)
Dijamin pas ujian selese bakal lebih keren dan pasti buat kalian penasaran ble :P

Thanks, xx :*


Nobody Except You [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang