part 6 - Date (?) . 1, Harry.

2.5K 335 9
                                    

Runa Isabella Blackburn lahir di tanggal 2 Agustus , sebagai putri sulung dan tunggal dari Quentin Blackburn dan Cathrine Wells. Dia dibesarkan di kota New York, walaupun sebenarnya ayahnya berasal dari Inggris. Tapi karena suatu alasan mereka menetap di New York, selain karena pekerjaan Quentin dan Cathrine, keduanya juga betah tinggal di kota itu.
Quentin meninggal setelah perceraiannya dengan Cathrine, atau lebih tepatnya 6 bulan setelah itu dalam sebuah kecelakaan di London. Dia dimakamkan di pinggiran kota London, kampung halamannya. Saat itu Runa berumur 14 tahun, dengan kata lain sudah hampir 4 tahun hidupnya kacau-balau, tanpa alasan atau tujuan apapun. Mungkin, jika pada orang lain, mereka akan bekerja keras untuk melanjutkan hidup mereka ketika salah satu orang tua mereka meninggal dunia. Tapi hal itu tidak berlaku pada Runa. Sebagai anak tunggal, tentunya dia tidak memiliki saudara kandung. Ibunya juga hanya memiliki seorang saudara yang entah dimana keberadaannya sekarang. Ayahnya juga adalah seorang anak tunggal.
Otomatis dengan keadaan itu dia sudah tidak punya apa-apa lagi. Pada awalnya Runa heran ketika Cathrine langsung menikah dengan Yaser setelah perceraian itu, dan ayahnya tidak ingin dia ikut dengannya ke London. Tapi sekarang, tidak ada gunanya kembali melihat ke belakang. Toh tidak akan ada yang berubah bukan ?

Kalian bisa mengatainya bodoh, tapi Runa tidak akan pernah memperdulikan hal itu.

Tidak akan ada hal yang berubah di masa kini. Manusia tak bisa memutar waktu, untuk kembali ke masa lalu.
Singkatnya, yang sudah berlalu ya memang berlalu.

"Hei, jangan melamun terus," Harry melambaikan tangannya di depan wajah Runa, dan gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Memang dia sempat memikirkan tentang hidupnya tadi, sejarah keluarganya yang berantakan, dan betapa memprihatinkannya hidup seorang Runa Blackburn. Lagi-lagi, dia membuat catatan batin dalam otaknya sendiri bahwa yang sudah lalu tak bisa diubah lagi, dan catatan kedua adalah tentang mimpi aneh yang pernah mendatanginya, yang mengatakan bahwa dia masih punya alasan untuk bertahan. Kalian perlu mengingat kalau Runa pernah melakukan percobaan bunuh diri selama dua kali.

"Yaa, ya, kau mau naik wahana apa?" Runa memandang ke sekelilingnya, di tempat bermain yang dikunjunginya bersama Harry sore ini. Tangan keduanya masih saling menggenggam, berhubung ada cukup banyak orang disini dan Harry tidak ingin mereka terpisah, begitu juga dengan Runa.

"Kau yang pilih," Harry mengedarkan pandangannya juga, dan wahana pertama yang didapatinya adalah Roller Coaster, dan dalam hati dia berharap Runa tidak akan memilih wahana gila yang satu itu.

"Roller coaster." Tanpa menunggu jawaban Harry, Runa langsung menarik laki-laki itu ke arah tempat pembelian Roller Coaster. Tampaknya peminat wahana ini tak begitu banyak hari ini, sehingga Runa bisa membelinya dengan leluasa. Awalnya dia ingin meminta Harry yang membayarkan, tapi kebetulan ada beberapa lembar dolar di jaketnya jadi dia langsung menggunakan uang itu. Harry, yang tidak ingin dijuluki penakut pun tidak bisa melawan, tapi memaksakan sebuah senyuman palsu. Setidaknya Runa sudah mau diajak ikut dan memilih wahananya, dan tampaknya moodnya sedang bagus, jadi Harry tidak ingin mengacaukannya. Biarkan saja.

Mereka berdua bersama orang-orang yang akan menaiki roller coaster ini perlahan-lahan menaiki kereta itu, dan Runa langsung membawa Harry duduk di bangku yang paling depan. Petugas pun mengecek tali pengaman yang ada agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, dan Runa tersenyum lebar sampai giginya terlihat. Dia tampak begitu bersemangat dan Harry suka itu, walaupun dia sudah sangat ketakutan. Apalagi duduk di depan.

"Harry, jujurlah, kau takut kan?" Harry menoleh, mendapati Runa menatapnya dengan senyuman. Tumben..
"Tidak, tidak sama sekali," Harry menggeleng cepat, dan tawa Runa meledak.
"Jujurlah saja. Aku tidak akan menertawaimu kok. Wajahmu pucat sejak tadi," Runa dengan santainya mencolek pipi Harry, dan perlahan laki-laki itu mengangguk. Runa menepati janjinya, yaitu tidak tertawa. Dia hanya tersenyum, lalu melirik ke arah bawah, melihat tangan kiri Harry yang ada di atas paha lelaki itu. Runa ingat, kalau dulu dia pernah kesini bersama ayahnya, dan cara ayahnya untuk menenangkan Runa kecil adalah dengan menggenggam tangannya. Jadi sepertinya itulah yang akan Runa lakukan sekarang. Perlahan tapi pasti, Runa menggerakkan tangannya ke bawah, lalu menggenggam tangan Harry. Harry sempat kaget, dan menatap ke arah Runa tidak percaya, tapi Runa sudah melihat lurus ke depan sebab kereta mulai bergerak. Runa sempat meringis ketika Harry menggenggam tangannya terlalu kuat, tapi dia tidak protes.

"Just enjoy it, Harry. Scream as loud as you can!!" Runa berteriak semangat ketika roller coaster mulai menukik ke bawah, membuat rambut Runa yang tidak diikatnya berterbangan ke atas. Harry menatap dengan teliti wajah Runa yang sedang tertawa itu. Cantik. Bebas. Seperti gadis lain pada umumnya. Runa tampak begitu bahagia.

Tidak ingin kalah, Harry jadinya ikut berteriak-teriak, dan Runa tertawa melihat wajah Harry yang berteriak itu, apalagi rambut ikalnya yang berterbangan ke sana kemari, seperti tarzan.

"You know what, Harry??" Runa berbicara, tapi suaranya tidak terdengar jelas karena tekanan udara yang ada. Harry menoleh ke arahnya sambil menaikkan alisnya, membentuk kata 'what' dengan mulutnya.

"I think i want you to be my friend!" Runa berteriak sekuat tenaga, dan kali ini Harry bisa mendengarnya. Senyuman lelaki itu bertambah lebar, membuat lesung pipinya terlihat jelas. Runa tertawa di antara kerasnya angin yang menerpa wajah, dan Harry menghela nafas lega, walaupun dia masih dilanda rasa takut. Dia ingin memastikan bahwa apa yang didengarnya tidak salah tadi, jadi dia akan memastikannya ketika mereka sudah turun. Runa masih menggenggam tangan Harry, lalu saat kereta itu akan menukik ke bawah untuk terakhir kalinya, Runa mengangkat tangannya ke udara, dan berteriak kesenangan.

"WOOOOHOOOOOOOOOO!"

Ketika kereta sudah berhenti, Runa mengatur nafasnya yang masih ngos-ngosan, lalu melepaskan tali pengaman yang mengikat tubuhnya. Setelah itu dia menatap ke arah Harry, lalu tertawa, sangat sangat keras.

"Kau tampak seperti tarzan!!" Runa tertawa sambil menunjuk-nunjuk rambut Harry, dan laki-laki itu memutar bola matanya dengan kesal.
"Dan aku tidak tahu bagaimana harus menjelaskan keadaan rambutmu itu," Harry menjulurkan lidahnya lalu berdiri, diikuti oleh Runa yang masih tertawa. Harry menarik tangan Runa ke sebuah kafe kecil yang ada di dekat situ, dengan tujuan untuk merapikan rambut sekaligus membeli minuman atau makanan jika Runa mau.

"Kau bawa sisir?" Runa mengernyitkan kening ketika Harry dan dia akan berpisah di pintu toilet untuk pria dan wanita.
"Bawa,kau?" Harry mengambil sesuatu dari sakunya, rupanya itu sisir lipat.
"Kau ini seperti perempuan saja," Runa menggelengkan kepalanya tidak percaya, lalu mendorong Harry, masuk ke toilet pria. Hei, Runa, kau salah masuk toileet!!!

"Apa yang kau lakukann??" Harry bertanya tidak percaya dengan suara yang direndahkan, beruntung toilet ini dibagi menjadi kamar-kamar di dalamnya, bukan toilet terbuka.
"Aku malas menungguimu, jadi aku akan ikut merapikan rambutku disini." Runa mengeluarkan sebuah ikat rambut dari sakunya, lalu merebut sisir yang ada di tangan Harry lalu merapikan rambutnya. Setelah menyisirnya beberapa kali, dia pun menyatukannya menjadi satu, dan selesai! Rapii.

Runa pun kembali menyerahkan sisir itu pada Harry, dan dia bergerak cepat merapikan rambutnya. Harry juga mengambil karet yang ada di sakunya, lalu mengikat rambutnya menjadi sebuah bun. Runa menatapnya dengan tidak percaya, tidak menyangka rambut Harry bisa sepanjang itu sehingga bisa diikat.

"Setelah ini kita kemana,?" Harry menarik tangan Runa keluar dari toilet, dan beruntung tidak ada siapapun di luar sana. Kafe itu sedang sepi.
"Bagaimana kalau ke photobooth?" Harry menganjurkan, dan Runa terdiam, tampaknya sedang memikirkan sesuatu. Lalu kemudian mengangguk semangat.

Harry yang memang sudah melirik photobooth itu sejak turun dari roller coaster langsung membawa Runa ke sana dan masuk ke dalam, lalu mendapati ada beberapa aksesoris yang bisa dipakai. Iseng-iseng Runa mengambil sebuah bandana berbentuk telinga kucing, dan Harry mengambil sebuah kumis palsu.

"4 gaya, oke?" Runa mengangguk mendengar Harry yang sedang mengatur pengaturan di kamera itu, lalu tersenyum biasa untuk pose pertamanya, begitu juga dengan Harry. Di pose kedua, Harry dengan isengnya mencolek pipi Runa, membuat kening gadis itu berkerut. Pose ketiga, Runa mencubit pipi Harry sambil menghadap ke arahnya. Keempat, Harry dengan isengnya mencium ujung hidung Runa. Sebenarnya ini bukan seperti sesi foto sih, karena di antara detik-detik interval per foto, keduanya sibuk mencubit atau menggelitik satu sama lain, beruntung hasil fotonya cukup bagus. Runa sempat kaget ketika Harry mencium hidungnya jadi dia langsung mundur ke belakang setelah itu, dan Harry menjulurkan lidah padanya sambil berjalan keluar. Setelah melepas bandananya, Runa menyusul keluar dan mendapati Harry sedang tersenyum-senyum sendiri melihat foto mereka.

"Nih, ada dua yang tercetak. Simpan ya?" Harry menyerahkan satu dari dua foto pada Runa, dan senyum Runa juga mengembang melihat hasilnya. Lucu.

"Kita kemana sekarang?" Harry bertanya lagi pada Runa.
"Setelah beli gula-gula kapas, bagaimana kalau kita pulang? Aku capai,"

Harry setujut-setuju saja dengan permintaan Runa, dan langsung berbalik menuju pintu keluar dimana gula-gula kapas dijual. Runa langsung meminta satu yang berwarna pink dan Harry membeli yang berwarna biru, lalu keduanya pulang, tapi tidak sambil berpegangan tangan. Lagi-lagi Harry membukakan pintu mobilnya untuk Runa, dan dengan santai Runa masuk ke dalamnya.

"Sabar Harry, selfie dulu sebentar," Runa kebetulan mengingat ponsel yang ada di sakunya lalu mengeluarkannya, dan Harry yang pada awalnya tidak menyangka hal ini hanya mengangguk setuju. Harry mendekatkan wajahnya ke samping wajah Runa, dan gadis itu berpose sambil tersenyum biasa dengan gua-gula kapas di genggamannya, sementara Harry mengedipkan satu matanya.

"Lets goo homee!" Runa memerintah bagaikan ratu setelah menyimpan foto tadi dan kembali menyelipkan ponselnya ke saku, dan Harry hanya tertawa. Harry ingin menanyakan apakah Runa serius atau tidak dengan apa yang dikatakannya di roller coaster tadi, tapi dia takut mood Runa akan runtuh jika dia menanyakan pertanyaan sensitif seperti itu.

"Harry, karena kau temanku, mau kan, kau mengajarku untuk ujian nanti selama satu minggu ini?"
Belum sempat Harry bertanya, Runa sudah membuka percakapan terlebih dahulu, dan kata 'Karena Kau Temanku' telah memberi kepastian untuk Harry sehingga dia merasa lebih lega.

"Tentu saja, kupikir kau sama sekal tidak berniat mengikuti ujian," Harry mengoloknya sambil menjulurkan lidah, dan Runa hanya memutar bola matanya.

"Oh iya, Runa," Runa spontan menoleh ketika mendengar Harry memanggilnya dan mobil ini berhenti karena lampu merah.

"Friends?" Harry mengacungkan jari kelingking kirinya, membuat Runa tertawa karena menurutnya itu sangat kekanak-kanakan.

"Friends."

___________________________________________

Oho sempatkan diri untuk update hohohohohohoo :D
Aih Haruna bikin iri awe, sweet <3
Ciee yang udah temenan, temen atau tementemenn ?? ;)

Ok mungkin update berikut agak lama ya, harap maklum u_u Ujian :'(


Nobody Except You [H.S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang