PART 1

43K 2.6K 139
                                    

ROMEO


Entah mengapa malam ini aku ingin sekali menemui Rey, aku merasakan sesuatu sedang terjadi padanya. Aku tidak tahu kenapa aku bisa merasakan hal ini. Sejak kecil kami memang bersahabat atau lebih tepatnya aku selalu menganggapnya sebagai adikku.

Aku sangat menyayanginya, aku menyayanginya lebih dari diriku sendiri. Perasaan ingin selalu menjaga dan melindunginya itu selalu kurasakan di saat aku melihatnya menangis, aku tidak suka melihatnya menangis, maka dari itu aku akan selalu membuatnya tersenyum.

Aku akan selalu mengingat janjiku dulu, janji di mana saat pertama kali kami bertemu.

Janji yang akan aku tepati sampai aku mati.

10 tahun yang lalu....

Sore itu aku sedang bersepedah mengelilingi kompleks perumahanku, karena aku baru saja mendapatkan sepeda baru dari Daddy.

Dari jauh aku melihat seorang gadis cantik tengah menarik-narik tangan seorang wanita, yang kurasa adalah ibunya.

Gadis itu menangis sambil merajuk pada wanita itu. Saat wanita itu menyentakan tangannya hingga tubuh gadis kecil itu terhempas di jalan, aku terkejut hingga aku berhenti untuk memerhatikan mereka lebih intens. Aku tidak suka melihat bagaimana cara wanita itu memperlakukan gadis kecil itu.

Wanita itu memasuk ke dalam mobilnya setelah ia memperlakukan gadis kecil itu dengan kejam. Gadis kecil itu mengejar laju mobil sedan yang membawa wanita itu pergi, namun langkahnya terhenti saat kaki kecilnya tersandung dan terjatuh. Aku yang melihat hal itu refleks menjatuhkan sepedahku lalu menghampiri gadis itu sambil berlari.

"Kamu tidak papa?" Aku melihat sebelah lututnya berdarah, gadis kecil itu menatapku dengan mata basahnya.

Jujur hatiku merasa sakit saat melihat tatapan terlukanya itu, dengan perlahan jemariku mengusap bulir air mata yang masih menetes di kedua pipinya dengan lembut.

"Jangan menangis." Entah mengapa setelah aku berucap seperti itu gadis itu malah semakin terisak-isak.

"Hei, kenapa? Apa lukanya terasa sakit?" Aku bertanya sambil melihat lututnya yang masih berdarah.

Dia menggeleng dan aku jadi bingung. "Lalu kenapa?"

"Terima kasih," ucapannya membuatku tersenyum heran.

"Aku belum menolongmu, tapi kamu sudah berterima kasih. Ayo kuantar kamu pulang, lukanya harus segera diobati." Aku membungkuk di hadapannya, "naiklah, aku akan menggendeongmu..."

Aku mengantarnya pulang dan saat memasuki rumahnya ada seorang pembantu paruh baya, menghampiri kami dengan tergesa-gesa.

"Non Rey!"

Aku menurunkan gadis kecil yang dipanggil Rey itu di sofa. Pembantu itu menghampirinya lalu mengecek keadaan gadis kecil itu. Aku masih memerhatikan gadis kecil itu dan pembantunya. Aku heran gadis itu tidak menangis lagi padahal luka di lututnya terlihat cukup parah.

"Non Rey tidak papa?" tanya pembantu itu.

"Rey tidak papa, Mbok..." ucapan polos gadis itu membuatku kagum.

Love HurtsWhere stories live. Discover now