Seventeen - Ending

10.4K 503 30
                                    

'And we are going to last, and you want to know how I know? Because I still wake up every morning and the first thing I want to do is see your face. – P.S. I Love You'

'Dan kita akan bertahan, dan kamu mau tahu bagaimana aku bisa tahu? Karena aku masih terbangun setiap pagi dan hal pertama yang ingin aku lakukan adalah melihat wajahmu. - P.S. I Love You'

***

"Kenapa kamu pergi?" tanya Azareen sambil melemparkan remah roti yang baru saja mereka beli ke arah kerumunan merpati. Burung-burung merpati itu langsung berebutan merubungi remahan roti yang dilemparkan Azareen.

"For these," jawab Lionell sambil menunjukkan kedua tangannya.

"I was desperate. I was broken. Lalu, sepeninggal kamu dari ruang rawatku, utusan Papa mendatangiku, menawarkan untuk membawaku ke Amerika untuk pengobatan yang lebih baik dan untuk tangan sintetis yang lebih baik dari yang bisa ditawarkan di Indonesia. Without further consideration, I accepted it." Lionell menengadah, mengembuskan napas panjang. Uap putih mengepul dari helaan napasnya.

"Apa kamu nggak pernah memikirkan tentang aku? Kenapa nggak pernah kembali? Kenapa nggak pernah menghubungi aku? Kalau aku nggak datang ke Amerika, sampai kapanpun aku nggak akan pernah tahu kalau ternyata kamu masih hidup--"

"Aku malu." Lionell menundukkan kepalanya dalam, menatap jarak di antara kedua kakinya yang menapak tanah.

"What?" tanya Azareen tak percaya.

Lionell mengangkat wajahnya setelah jeda yang cukup lama. "Don't you understand? Aku malu!"

"B-but, why?" Lidah Azareen terkelu. Lionell, pria yang penuh rasa percaya diri yang dulu dikenalnya merasa malu?

"Aku malu pada diriku sendiri yang nggak berguna. Semua ini karena ulahku sendiri. But, look! I've dragged you all along! Apa kamu ngerti?! I don't wanna leg-shackled you to someone as not useful as me! Aku nggak mau membebani kamu!"

Azareen melemparkan remah roti yang tersisa di tangannya ke wajah Lionell, yang diterima pria itu dengan terkejut. Azareen memandang Lionell dengan ekspresi datar, berusaha menahan luapan perasaan yang berkecamuk di dirinya. Terlalu banyak emosi yang bisa diterima seorang manusia dalam satu hari.

"Stupid! You think I can be leg-shackled without me wanting it? Don't underestimate me. Kamu lupa aku siapa? I'm Azareen, the Lady Knight. Kamu nggak mungkin bisa mengikatku tanpa persetujuanku!"

Lionell hanya memandang Azareen tanpa balas berkata apapun.

"And ... I choose to be leg-shackled to you. Don't you understand it, stupid boy?!" Matanya memandang lurus ke mata cokelat Lionell dengan berkaca-kaca.

Lionell tampak takjub sebelum berhasil menemukan pengendalian dirinya beberapa detik kemudian.

"Perfectly. Now. Forgive me for the stupidest things I've done. I was young and fool. Aku bodoh karena berpikir pendek. Hell, aku bahkan mungkin tidak berpikir sama sekali saat itu. Saat aku dengan bodohnya meninggalkan kamu karena berpikir itu yang terbaik untuk kamu."

"W-will you forgive me?" tanya Lionell sambil menggenggam tangan Azareen. Genggamannya dingin karena udara musim gugur, tapi Azareen menemukan kehangatan di dalamnya.

"You're a fool!" ujar Azareen.

"Ya, aku tahu," Lionell dengan segala kerendahan hatinya mengakui.

"The stupidest person that I know."

"Ya, itu aku juga tahu."

"An idiot. Dumbass. Jerk. An--"

"Err... Zie, tidakkah kamu pikir sebutannya cukup berakhir di 'the stupidest person' saja? You know, seorang pria tidak mungkin menerima kehormatan sebanyak itu"

Lady KnightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang