Fifteen

7.9K 527 61
                                    

'And all the while, I feel like I'm standing in the middle of a crowded room, screaming at the top of my lungs, and no one even looks up. – Kate Winslet, Titanic'

'Dan selama ini, aku merasa seperti berdiri di tengah-tengah ruangan yang ramai, menjerit sampai napasku tersengal, dan tidak seorang pun yang memperhatikan. - Kate Winslet, Titanic'

***

Azareen terduduk lemah di pinggir ranjang pasien. Ia tidak percaya, baru saja tak berapa lama ia meninggalkan tempat ini, sekarang keadaan menuntunnya kembali ke tempat yang paling dibencinya. Rumah sakit. Segala jenis kenangan buruk ada di sini, seperti kenangan saat Papanya anfal, kakaknya keguguran, serangan Aron, dan sekarang ... kecelakaan Lionell.

Tubuh Lionell tampak damai, berbaring dengan tenang dalam lingkupan selimut putih khas rumah sakit. Sebuah plester besar di pelipis kirinya, kalau dia bangun, ia pasti akan bercanda dengan menyamakan diri dengan Harry Potter, tokoh fiksi favorit Azareen. Azareen mengulum senyum lalu larut dalam kesenduan. Itupun kalau Lionell masih mempunyai hasrat untuk melontarkan candaan.

Azareen menghela napas berat ketika mengingat kembali malam nahas itu. Malam yang membuat jantungnya nyaris tak berdetak untuk beberapa detik.

***

Tante Rina menghubungi Azareen dengan panik. Ia mengabarkan kalau motor yang dikendarai Lionell tergelincir saat perjalanan pulang dari rumah Azareen. Dan kini, Lionell telah dilarikan ke rumah sakit terdekat.

Azareen awalnya mengira ada konspirasi di balik kecelakaan ini, tapi nyatanya, orang yang ia curigai, Aron memiliki alibi yang kuat. Aron tengah mendekam dalam pusat rehabilitasi, menjalani penyembuhan psikisnya. Kejadian nahas ini murni kecelakaan.

Suasana selasar ruang tunggu rumah sakit terasa lebih hening dari biasanya.

Tante Rina dan Om Ditya duduk dalam diam di kursi ruang tunggu di sisi kanan selasar. Mama dan Papanya, Maureen dan Azka mencoba memberikan penghiburan yang sia-sia. Kakaknya, Kareen bersama Evan, suaminya, langsung melaju ke arah rumah sakit ketika Azareen menghubunginya. Kareen dan Evan bahkan masih mengenakan piama. Azareen tidak tahu apa yang ia pikirkan saat itu sampai tega menghubungi Kareen yang notabene tidak ada hubungannya dengan kejadian ini, tapi yang ia tahu, ia butuh penghiburan.

Kareen merangkulnya di sisi kanan, mereka berdiri sambil bersandar di sisi selasar sebelah kiri. Evan tengah mengurus administrasi. Dan Ryu yang tadi tanpa sengaja menangkap keributan ketika Azareen hendak berangkat ke rumah sakit, berdiri di sisi kirinya, bersiap meminjamkan bahunya kapanpun Azareen butuh. Ia memang tak berguna, batin Ryu.

Entah sudah berapa kali ia mencoba melupakan Azareen, nyatanya ia tidak mampu. Ralat, belum mampu. Jadi, ia memutuskan untuk sementara ia akan mengambil peran menyedihkan ini, menjadi si bunga dinding yang bersembunyi dari keramaian di sudut-sudut ruangan.

Pintu ruang IGD tiba-tiba terbuka, seorang dokter dengan pakaian steril serba hijau keluar sambil melepas masker operasi. Matanya menyapu ke kerumunan yang memencar itu satu per satu lalu berhenti di selasar kanan--di tempat para orangtua.

"Maaf, bisa bicara dengan keluarga pasien?" tanya sang dokter.

Kekhawatiran menggelayuti Azareen, ia ingat line ini, ia ingat baris percakapan ini. Baris percakapan yang biasanya diucapkan oleh si tenaga medis ketika ada sesuatu yang berjalan "salah". Tapi kali ini, untuk kali ini saja, Azareen berharap analisanya salah.

"Sa-saya ibunya, Dok." Tante Rina maju menghadap sang dokter.

"Bisa kita bicara di ruangan saya, Bu?"

Lady KnightWhere stories live. Discover now