25 | Membuka Jubah (4)

13.1K 2.3K 162
                                    

"Baiklah, kita harus lanjut ke sesi berikutnya. Kita sudah terlalu banyak ngobrol ya, kan?" Akhirnya Ken mengakhiri prosesi ramah tamah itu dan mengajak mereka untuk berdiri.

Carrie sempat kesusahan karena rok panjangnya menjerat kaki. Namun sebelum tangan Arvin sampai menggapainya, Galant dengan sigap menangkap tangan Carrie. Mulut Arvin langsung terasa pahit seperti tersiram asam lambung, dan mencoba untuk tidak terlihat bodoh dengan mengalihkan tangannya ke rambut sendiri tanpa tujuan.

Selepas berpisah dengan para polisi pendamping, mereka langsung masuk ke dalam barisan besar yang dikuasai oleh pasukan tentara.

Rasa nyaman ketika berada di bawah pohon teduh tadi pun hanya berarti semu, bahkan malah memperkeruh perasaan Arvin. Dan sekarang diperparah lagi dengan bentakan superkeras dari para tentara. Bahkan suara tentara wanita pun sulit dibedakan dengan tentara pria karena sama-sama macho.

Mereka dilatih baris berbaris mengelilingi lintasan pinggir lapangan sepanjang satu kilometer itu. Dasarnya tidak pernah mengikuti kegiatan yang serupa, kini domba-domba biru putih itu menjelma menjadi barisan bebek yang jalannya masih belepotan—susah diatur.

"Hei, baris yang benar!"

"Jalan yang tegap, woy!"

"Langkah kakinya yang sama!"

"Tenaganya dipakai dong! Kalian ini mau jadi apa, ha?! Loyo! Lembek! Banci semuanya!" Pekik para tentara bersahutan seolah mereka mendapat giliran untuk mengucap mantra pengusir setan.

Tiba-tiba kaki Arvin tertahan dan tubuhnya mesti berhenti karena menubruk seseorang di depannya, "Rei?"

Sementara Rei membungkuk dan nafasnya nampak tersengal-sengal. Bukan pertanda yang baik.

"Kau!? Keluar barisan!" Merasa dipanggil, Arvin membantu Rei berdiri dan berjalan menuju si pria Hulk yang masih mengawasi tempat itu dengan mata awasnya.

"Kau ini laki-laki atau perempuan, ha? Baru juga sebentar!" tanyanya tanpa berusaha merubah nada bicara yang tak sedap didengar itu.

"Sepertinya Rei sakit, Pak. Dia butuh istirahat," ucap Arvin setengah memohon.

Pria Hulk itu mengangkat kedua alisnya sambil menunjuk ke suatu tempat, "Butuh istirahat, ha? Istirahatlah di samping tiang bendera!"

Arvin menoleh pada lokasi yang dimaksud. Tiang bendera itu berada di tengah jalan setapak yang membelah lapangan McValen menjadi dua. Dan Arvin harap pria ini hanya bercanda, karena tiang bendera itu sama sekali bukan tempat yang bagus untuk beristirahat. Yang benar saja, matahari sedang panas-panasnya, dan tempat itu tak terlindungi apapun.

"Apakah bapak tidak bisa memberikan tempat yang lebih baik?!" tekan Arvin penuh dengan nada protes.

"Kau ini banyak omong, ya? Push-up 10 kali!"

"Tapi pak..."

Mata tentara itu kian menyala, "Masih berani membantah!? Tambah 10 kali! Cepat ambil posisi sekarang atau akan menjadi 30?"

Dengan wajah gusar, akhirnya Arvin menumpu tubuhnya dengan kedua telapak tangan yang menciumi rumput. Sementara Rei nampak ingin memperjuangkan sesuatu, namun nyalinya buru-buru lenyap ketika pandangannya beradu dengan si Pria Hulk.

"Kau mau ikut temanmu push-up juga?" tawarnya membuat Rei menggeleng ragu. "Cepat ke tiang bendera sebelum aku berpikir kau hanya pura-pura sakit!" Anak berkacamata itu tak lantas berucap apapun dan berjalan ke tempat yang ditunjuk secepat yang ia bisa.

Sementara di sisi lain, Profesor Ignitus menerawangi lapangan yang sekarang penuh dengan suara mirip lolongan anjing itu. Mereka terus dicaci seperti hilang entitasnya sebagai manusia.

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Where stories live. Discover now