21 | Pencarian Kristal (4)

13.2K 1.8K 113
                                    

Sementara di kelas X-1, Arvin mengusap-usap layar monitor di tabletopnya dengan malas. Pelajaran kosong pun juga terjadi di kelasnya. Rupanya seluruh guru tengah mengadakan rapat yang entah membahas apa-Arvin tidak peduli. Yang ia pedulikan adalah beberapa suara perempuan dari deretan bangku tengah, yang seolah bisa merobek gendang telinganya.

"...mirip sekali dengan Galant, ya?! Ah!" pekik seorang perempuan bernama Michelle dengan suara tinggi ketika melihat layar di depannya.

"Setuju seratus persen. Dan dia lebih tampan dengan gaya seperti itu, Oh My God!" ucap perempuan lain kegirangan. Nama anak itu juga Michelle. Namun ia lebih akrab dengan sebutan Michelle A, sementara yang sebelumnya adalah Michelle B.

Arvin yang jadi tidak bisa mengonsentrasikan pikirannya ke tugas Bahasa Indonesia itu berdesis sebal. Dan perlu diketahui bahwa Arvin terpaksa mengerjakan tugas-yang seharusnya dikumpulkan nanti siang-itu karena ia kelelahan, tak sempat mengerjakannya tadi malam.

"Bisakah kalian diam sebentar saja?" tukas Arvin membuat beberapa orang perempuan yang asyik berkerumun di meja belakang itu menoleh bersamaan ke arahnya.

"Memangnya ada masalah apa, Pak Ketua?!" sungut salah seorang perempuan yang berambut pirang-dikuncir dua. Bibirnya nampak melekuk-lekuk tidak jelas ketika berbicara, membuat nada bicaranya sedikit terdengar 'berlebihan'. Namanya Christina.

"Dan kenapa kau ini? Arvin 'kan tidak belajar di jam kosong?!" sahut Michelle B menyibak rambut hitam lurusnya yang diurai.

"Setuju seratus persen. Lebih tepatnya, tidak pernah belajar sama sekali," tukas Michelle A, sambil membenahi bandonya yang sering melorot. Dan yang khas lagi darinya adalah mata sipit berwarna hitam seperti kelereng.

"Sudahlah, teman-teman," kini suara yang sangat lembut menyusup. Dan sang Pemilik suara menampilkan dirinya yang sedari tadi duduk mentereng di atas meja, menyilangkan kakinya yang jenjang dengan percaya diri, "Arvin hanya tidak ingin kita membicarakan musuh terbesarnya," sambungnya dengan suara halus yang terdengar dibuat-buat.

Gadis itu baru saja berhasil menebak pikiran Arvin. Gadis berambut kecoklatan yang terurai bergelombang sebatas bahu; wajah putih bersihnya terlalu elok dengan profil wajah yang lancip dan proporsional. Jika saja gadis itu bisa bersikap seperti wanita pada umumnya, mungkin Arvin akan menyukainya.

"Setuju seratus persen, Lucy. Anak sok kegantengan ini pasti iri dengan Galant," Si Sipit alias Michelle B kembali berujar. Rupanya dialah yang paling cerewet dalam grup itu.

"Kalian ini berbicara seolah-olah kalian adalah makhluk paling cantik sejagad raya, ya!?" kata Arvin sambil melayangkan tatapan sinis, "Lagipula kalian itu membicarakan laki-laki sok cool yang jelas-jelas tidak tertarik dengan wanita. Kalian masih doyan?"

"Apa katamu!?" protes salah seorang dari empat, yang berkulit sawo matang-Michelle A-mewakili kemarahan yang lain.

"Tenang, teman-teman!" Lucy turun dari mejanya dan berjalan melenggak-lenggok bak model selebriti. Tunggu, dia memang selebriti, dengan embel-embel bangsawan.

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Where stories live. Discover now