24 | Membuka Jubah (3)

13K 1.8K 168
                                    

[McValen International School - 24 Juli Z-57]

Matahari terlalu terik, sebuah kondisi yang pas untuk menggiring kawanan "domba dungu" berwarna biru putih ini ke lapangan.

Arvin merutuk di antara langkah kakinya, "God! Mereka berniat membuat kita gosong."

"Kau takut kulitmu menghitam, pecundang?!"

Arvin terhenyak karena mendengar bentakan keras dari pria berseragam belang-tentara secara tak terduga dari antah berantah. Apa keluhannya terdengar sejelas itu? Sementara Nico yang berjalan di sampingnya menarik sudut bibir puas, menertawakannya dalam hati.

Di tepian lapangan McValen, pasukan berseragam-baik tentara maupun polisi-telah berposisi tegap menggenggam tangan mereka di punggung. Beberapa ada yang bertugas menjadi "anjing penggiring". Salah satunya sempat menyapa Arvin tadi.

Setelah seluruh siswa terjajar rapi dalam kotak-kotak, barulah pria gundul yang bertubuh seperti Hulk-minus warna lumutnya-membuka mulut.

"Selamat Siang!" ujarnya tegas dan berdesibel tinggi. Rasanya pita suara itu dilengkapi dengan megaphone.

Mulutnya mendecak kemudian mendesis cepat, tak terima dengan salamnya yang sepenuh hati itu hanya mendapat jawaban melempem dari para siswa.

Kali ini ia menancapkan mulutnya ke toa betulan. Dan seketika menciptakan guntur di siang bolong yang berkalimat, "SELAMAT SI-AANG!" diikuti dengan bunyi dengingan panjang akibat frekuensi feedback dari mikrofon.

Setelah puas mendengar paduan jawaban sumbang yang lebih mantap dari para siswa, pria Hulk itu menyimpan kembali alat pengeras suaranya di belakang tubuhnya.

Pria itu mulai menikmati perjalan pelannya ke beberapa arah, untuk mengecek adakah dari mereka yang memiliki pandangan kosong alias melamun.

"Well, aku rasa semua sudah memahami penjelasan dari Profesor Ignitus. Sudah paham dengan kehadiran kami disini, bukan? Perlu diingat, kami-satuan militer dan kepolisian Soteria-tidak dibayar untuk mengajari kalian bernyanyi atau bermain outbond seperti anak pramuka. Jadi bersikaplah sedikit lebih dewasa dan jangan kebanyakan mengeluh!" Pria itu menghentikan langkahnya tepat di depan Arvin, "Mengerti?!"

Lagi-lagi dia berteriak. Dan kali ini terdengar jutaan kali lebih hebat di telinga Arvin.

"Baik, mulai sekarang kalian akan dibagi menjadi beberapa regu. Kalian akan bekerja dengan tim tersebut sampai program ini selesai, atau-jika kurang beruntung-sampai kalian MATI di tengah perjalanan," cecar pria yang belum mengenalkan namanya itu, tanpa berusaha memfilter ucapannya. Bahaya kematian yang diserukan pria itu membuat Arvin menaikkan jakunnya.

"Setelah aba-aba dariku, menyebarlah ke dalam kelompok. Aku tidak peduli kalian akan bersama siapa dan dari kelas mana, yang penting dalam satu kelompok harus berjumlah sepuluh orang. Pertanyaan?!"

Tidak ada satupun yang berniat mengganggu keheningan yang merambat setelah pria itu bercakap. "Oke, segera atur barisan baru, tanpa menimbulkan suara dalam sepuluh hitungan. Sepuluh..."

Semua anak mendadak beringas, tak ingin melewatkan kesempatan untuk memilih kawanan terbaik menurut versi masing-masing. Termasuk Arvin yang menyeberang barisan dan meloncat ke punggung Rei. Sedikit melegakan melihat wajah Carrie, Belva dan Galant juga ada di kelompok itu. Setidaknya ia tidak alasan untuk masuk ke kawanan yang lain. Mereka berlima kini menunggu sisa anggota tim di tengah badai manusia.

"Sembilan... Delapan... Gunakan kaki untuk bekerja, bukan mulut! Tujuh..."

Tiga orang kakak kelas memasuki kelompok Arvin. Sehingga tinggal butuh dua orang lagi agar kelompok ini genap. Mendadak geng Lucy dan Nico mendekat dalam jumlah yang berlebih.

HEXAGON [1] | Spektrum Warna ✅Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum