Louis Frankie Smith, anak tunggal dari pengusaha properti berdarah Amerika-Indonesia, jatuh cinta pada Arletta Maysha Charlos, seorang gadis beriris pekat. Meski hubungan mereka sudah terjalin selama tiga bulan, Arletta belum juga mencintai Louis-ba...
Pemandangan pertama kali yang ia lihat saat pintu kamarnya terbuka adalah sosok gadis berambut ombre dark blue tengah duduk di salah satu single sofa milik Arletta. Dia tersenyum tengil dan memamerkan sebotol Vega Sicilia Unico. Arletta menghela nafas kasar, alih-alih menanggapi Alexandra dia justru menjatuhkan dirinya di atas kasur begitu saja.
“Aku capek mau istirahat; you can drink on your own,” tukas Arletta sembari memejamkan matanya.
“C’mon, just one glass untuk merayakan kepulangan kamu,” bujuk Alexandra.
Alexandra menuangkan anggur merah itu ke bordeaux glass. Dia bangkit dari duduknya dan menghampiri Arletta sembari membawakan satu gelas Vega Sicilia Unico untuk Arletta. “C’mon, it’s been a while since we drank together,” ujar Alexandra.
“We had a drink together before I left for Sydney,” desis Arletta.
Gadis beriris pekat itu akhirnya bangkit dari tidurnya dan menerima segelas anggur merah dari Alexandra. Sebelum meminumnya mereka bersulang terlebih dahulu. Aroma kombinasi buah-buahan merah dan hitam serta sentuhan aroma sekunder seperti vanilla, tembakau, dan rempah-rempah lainnya menyapa indra penciuman Arletta.
Dalam satu tegukan rasa buah merah matang seperti ceri, diikuti oleh buah hitam seperti blackkberry dan blackcurrant luruh di tenggorokan Arletta. Dia memejamkan mata karena hanya dengan satu tegukan saja Arletta sudah merasa jika badannya akan menolak alkohol itu.
“I see your relationship with Louis is better than before. You two look like a couple in love,” celetuk Alexandra.
Arletta menaruh bordeaux glass miliknya yang masih tersisa setengah cairan berwarna merah. "Does one glass make you tipsy?” sindir Arletta sarkas.
Bagaimana dia dan Louis bisa disebut pasangan yang sedang dimabuk cinta sementara Arletta saja masih kerap kali mengacuhkan laki-laki itu. “Itu tadi yang pelukan sebelum masuk rumah siapa?” ejek Alexandra.
“Dia yang memelukku, aku bahkan tidak membalas pelukannya,” timpal Arletta.
“Tapi aku melihat apa yang kalian lakukan di bandara,” celetuk Alexandra yang membuat mata kucing Arletta menatapnya tajam.
Tawa Alexandra pecah melihat reaksi yang diberikan oleh Arletta. Gadis itu menunjukkan ekspresi lucu seperti baru saja ke tangkap basah melakukan hal yang memalukan.
“Cartier Love Bracelet.” Alexandra menatap pergelangan tangan kanan Arletta yang dilingkari oleh gelang mewah tersebut. “Ah I'm so envious, padahal aku dan Aldrich sudah berpacaran lebih dari dua tahun tapi dia tidak pernah memberikanku Cartier Love Bracelet,” sambung Alexandra.
Manik onyx milik Arletta berputar jengah. “Kalau gitu, you should find a rich guy who can buy you a Cartier Love Bracelet,” balas Arletta santai.
Alexandra memberikan tatapan sinis pada Arletta, gadis itu memang tahu cara membalikkan fakta agar dia berhenti menjahili Arletta. “But isn’t it crazy? Louis really does love you. Kenapa kamu masih ragu untuk membalasnya?”
Arletta bangkit dari duduknya, dia mengambil sebuket mawar hitam pemberian Louis tadi dan menaruhnya di atas nakas. “Bunga itu pasti dari Louis, ‘kan?” tebak Alexandra.
“Louis always gives you everything you like. Doesn’t that prove he’s serious?” Ucapan Alexandra membuat Arletta menghentikan niatnya yang ingin membersihkan diri. “Tapi sayangnya dia melakukan hal yang paling aku benci,” timpal Arletta.
ִֶָ 𓂃˖˳·˖ ִֶָ ⋆۫ ꣑ৎ⋆ ִֶָ˖·˳˖𓂃 ִֶָ
Arletta berdiri di depan cermin besar, memandangi pantulan dirinya dengan mata yang penuh perenungan. Gaun Dior Wraparound Mid-Length Dress berwarna hitam membalut tubuh rampingnya dengan anggun, setiap lipatan kain jatuh sempurna, menciptakan siluet yang memikat. Kilauan halus dari gaun itu menambah kesan elegan, selaras dengan aura misterius yang ia pancarkan malam itu.
Parasnya yang lembut dan ayu terlihat semakin menawan dengan sentuhan make-up tipis. Pipinya tampak bersemu lembut, sementara bibir ranumnya sedikit mengkilap dengan rona alami yang segar. Tak ada yang berlebihan, semua terlihat begitu sempurna dalam kesederhanaan yang anggun.
Seorang pelayan dengan tenang mendekatinya, membawa Cartier Trinity Necklace yang memancarkan kilauan emas, perak, dan rose gold. Jemari pelayan itu dengan lembut mengangkat kalung tersebut dan menyematkannya di leher jenjang Arletta, melengkapi kesempurnaan tampilan malam itu.
Dia menarik napas panjang, memeriksa sekali lagi penampilannya yang nyaris tanpa cela. Suara ketukan halus di pintu kamar menggema. Cassandra melangkah masuk dengan anggun. Wanita itu mengenakan Dior Flared Mid-Length Dress yang memeluk tubuhnya dengan sempurna, memberikan sentuhan klasik dan mewah. Gaun berwarna lembut itu menjuntai dengan indah, membingkai keanggunannya yang tak tertandingi.
Di leher Cassandra, Multipura Bouton de Camélia dari Chanel bersinar lembut, kelopak-kelopak emasnya menambah kilauan pada setiap gerakannya. Kalung itu, sebuah simbol elegansi abadi, memberikan nuansa feminin dan berkelas, selaras dengan aura kewibawaan yang terpancar dari dirinya.
Cassandra tersenyum saat matanya bertemu dengan Arletta yang tampak begitu memukau. "You look absolutely stunning, Sweetie" ucapnya lembut, suaranya tenang namun penuh kebanggaan. Ia mendekat, jarinya yang halus menyentuh lembut bahu Arletta, memperbaiki sedikit lipatan di gaun hitam putrinya.
Arletta tersenyum tipis, memandang ibunya dari cermin. "Thank you, Ma," jawabnya dengan nada yang lebih lembut dari biasanya.
"Are you ready, Miss Charlos?" tanya Cassandra, matanya menelusuri setiap detail penampilan Arletta seolah memastikan bahwa semuanya sempurna, meski ia tahu putrinya sudah tampak luar biasa.
Arletta mengangguk pelan. "I’m Ready, Mrs. Charlos.” Cassandra terkekeh pelan mendengar jawaban Arletta. “Malam ini kamu pasti senang melihat siapa yang akan kamu temui.”
𓇼 ⋆.˚ 𓆉 𓆝 𓆡⋆.˚ 𓇼
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.