"Do you really think you can become a doctor while you're a murderer? Instead of saving patients, you'll just add more victims. Is that your real intention?" Arletta menghentikan gerakannya untuk membuka pintu kamar mandi.

“You're a psychopath. What would Albern think if he found out his precious daughter is a psychopath?” Seringai kecil terbit di paras ayu wanita itu saat Arletta membalikkan tubuhnya menghadap dirinya yang sedari tadi terus diacuhkan oleh Arletta.

"Shouldn't you be staying away from me if you know I'm a psychopath?" Arletta menatap wanita itu tajam, sudut bibir sebelah kirinya naik bersamaan dengan alis kanannya.

Kaki jenjang milik Arletta melangkah pelan membuat wanita itu berangsur mundur. Dia tersenyum penuh kemenangan saat menyadari wanita itu takut. Arletta harus menunduk saat ingin berbicara dengan wanita itu karena dia lebih pendek darinya sekitar sepuluh sentimeter.

"This will be the first and last warning. Don't get in my way if you don't want to be my victim." Arletta kembali menegapkan tubuhnya. "You're right, I’m a psychopath. That's why you shouldn't fuck with me." sambung Arletta dengan kekehan pelan di akhir kalimatnya.

Puas dengan reaksi yang dia dapatkan, Arletta bergegas pergi meninggalkan wanita itu. Senyum miring masih terukir di paras ayunya, sampai akhirnya luntur ketika dia sampai di meja yang berisikan keluarga besarnya itu.

ִֶָ 𓂃˖˳·˖ ִֶָ ⋆۫ ꣑ৎ⋆  ִֶָ˖·˳˖𓂃 ִֶָ

“Arletta! Kamu harus tahu berita ini,” pekikan dari gadis di seberang sana membuat Arletta langsung menjauhkan ponselnya dari telinga. Dia menggerutu pelan karena Alexandra berteriak tanpa aba-aba saat dia baru saja mengangkat telefon dari gadis itu.

“What’s going on?” balas Arletta dengan suara parau karena dia baru saja bangun tidur.

“Louis pindah ke sekolah kamu.” Butuh waktu beberapa detik untuk Arletta memahami maksud dari ucapan Alexandra. Hingga detik ke lima belas, kantuknya langsung hilang begitu saja.

“What did you say?” Alexandra berdecak kesal. “Louis pindah ke sekolah kamu, Atlantic International High School,” beo Alexandra mengulangi ucapannya.

“How do you know?”

“Gosh, don't you believe me?”

“It's not like that, tapi Louis kenapa gak bilang ke aku kalau dia pindah ke AIHS,” ujar Arletta.

Alexandra mengedikkan bahunya acuh meski dia tahu Arletta mungkin tidak dapat melihatnya. “Kalian gak lagi berantem, ‘kan?”

“Enggak kok.”

“Ar, Louis kayanya memang gak tahu tentang keberadaan Michele deh. Jadi menurutku lebih baik kamu berhenti desak Louis.” Arletta mengerutkan dahinya heran. “Why are you saying that all of a sudden? That's weird,” cibir Arletta.

Helaan nafas dari Alexandra terdengar frustrasi. “I just want you to stop denying your feelings. Hubungan kalian gak selayaknya dipertaruhkan cuman karena Michele.”

“How many times do I have to repeat this,  hubunganku sama Louis memang sebatas perjanjian agar Louis tidak menyakiti Michele.”

“Kamu pikir Michele gak akan sakit kalau tahu kamu pacaran sama Louis?” Arletta diam, sekakmat. "Ar, you’re already too deep. So why are you still considering Michele’s feelings? You’ve been hurting her from the start," lanjut Alexandra.

"You don’t understand, Al."

“Yeah, I can’t fucking grasp it kenapa kamu repot-repot mengorbankan diri kamu cuman demi Michele. Masalah di hidup kamu udah rumit, Ar. Jadi jangan tambah masalah lagi dengan mencerburkan diri kamu ke jurang yang sama kaya tiga tahun lalu.”

Arletta menghela nafas pelan. Dia bangkit dari tidurnya dan berjalan keluar ke balkon kamarnya. “That’s enough. Kamu belum bisa nemuin keberadaan Michele sekarang?”

“I have no clue. Sekarang yang paling penting itu adalah misi kita, Ar. Jadi, lebih baik kamu fokus ke misi kita aja,” saran Alexandra.

“She came to see me yesterday,” ungkap Arletta.

“Serius? Apa kamu baik-baik aja?” Arletta mengangguk pelan lupa jika Alexandra tidak bisa melihat responsnya. “Aku rasa semua akan segera selesai lebih cepat dari yang kita rencanakan.”

In that case, we need to focus, so don’t waste time, especially on Michele,” peringat Alexandra.

Arletta mendesah kasar, sementara saat ini dirinya saja tidak bisa fokus karena terlalu memikirkan Michele. “Ar, mereka itu berbahaya. Jika kita salah langkah justru posisi kita yang terancam. Aku harap kamu lebih memikirkan lagi hal ini.”

“Don't sweat it. We won't get hurt.”

𓇼 ⋆.˚ 𓆉 𓆝 𓆡⋆.˚ 𓇼

˚ 𓇼

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Last but Not Least Where stories live. Discover now