Chapter 9 - Tuhan ... Aku Titipkan Orang-Orang yang Kucinta

121 23 11
                                    

Backsound chapter ini adalah
Rossa - Takkan Berpaling Dari Mu
Silakan putar di platform musik yg kalian pakai dengan mode putar ulang!

Happy Reading!
Enjoy!
.
.
.

Radi mengambil nafas panjang, dia menikmati dinginnya ubin teras masjid pada dini hari. Badannya rebah dengan santai di sana.

"Ini hal yang gue pengen protes tahu!" ujar Radi tiba-tiba. Abidzar yang ada di sampingnya menolehkan kepalanya.

"Protes apaan?" tanya Abidzar.

Radi dan Abidzar kini tengah mampir di sebuah masjid untuk beristirahat, mereka baru pulang dari luar kota. Tapi ada satu hal yang sedikit mengusik benak Radi.

"Kenapa masjid-masjid sekarang selalu di kunci pada tengah malam. Bukankah akan lebih banyak manfaatnya jika dua puluh empat jam dibuka. Contohnya seperti kita sekarang, masjid jadi tempat istirahat dan menjalankan ibadah. Tapi karena kekunci lo malah jadi sholat di teras, kan? Untung tempat wudhunya di luar, jadi lo bisa ambil wudhu." Abidzar tersenyum mendengar keluhan sahabatnya.

"Semua ini terjadi karena seringnya terjadi kejahatan, entah jam dicuri, kotak amal di bobol. Lebih laknat lagi, pernah ada yang berbuat hal tidak senonoh. Jadi kalau banyak masjid yang dikunci pada malam hari jangan heran, Rad!" Radi bangkit dari posisi rebahannya yang diikuti juga oleh Abidzar.

"Empat bulan gue belajar islam, Dzar. Gue memang udah mantap dengan keputusan untuk menjadi mualaf. Tapi harus diakui masih ada beberapa hal yang masih gue resahkan. Salah satunya masjid yang zaman sekarang sudah jarang yang dua puluh empat jam, sekalipun ada pasti selalu sepi, jarang ada yang meramaikan. Hal lainnya adalah soal kajian-kajian yang marak di share di sosmed, entah kenapa selalu soal pasangan dan pencarian jodoh, sampai di titik gue bertanya-tanya apakah anak-anak muda muslim ini yang jadi problem hidup mereka hanya seputar soal jodoh doang? Gue rasa banyak yang bisa dikulik dan ditanyakan dalam sebuah kajian di luar bab soal jodoh. Belum lagi begitu banyak dilapangan orang muslim yang gue temui melakukan hal-hal terlarang, seperti bersetubuh dengan bukan mahromnya. Hal itu yang menurut gue ironis sekali, sangat jauh dari nilai-nilai islam yang gue pelajari dan temukan. Di mata gue islam itu indah, tapi menjadi ironis sekali saat melihat kelakuan oknum-oknum umatnya." Dengan panjang lebar Radi menyampaikan apa yang ada di kepalanya. Abidzar tersenyum mendengar hal tersebut.

"Seperti yang lo bilang, Rad. Muslim yang melanggar aturan agamanya hanya oknum, banyak kok di luar sana muslim yang taat." Radi mengangguk lalu bersila menghadap ke arah sahabatnya.

"Heem, Abi Adi salah satunya, abi lo definisi muslim yang sangat taat. Beliau idola gue, Dzar. Lo beruntung memiliki ayah seperti beliau." Senyuman tercipta kembali di bibir pemuda tampan itu, kali ini senyumnya lebih lebar dari sebelumnya. Dia jadi merindukan abinya itu, padahal baru tiga hari dia tidak bertemu dengan Adijaya.

"Sama seperti Om Krisna, Rad. Beliau juga idola gue sebagai sosok ayah. Lo juga seberuntung itu memiliki ayah seperti Om Kris." Radi juga ikut tersenyum lebar, fakta bahwa papanya adalah papa yang luar biasa memang tidak bisa dielakkan.

"Tapi soal masalah kajian, gue yang muslim ajah heran apalagi lo, Rad." Abidzar terkekeh dibuatnya.

"Tapi gak semua tempat kajian kayak gitu, kan? Lo sendiri kan udah ngerasain gimana," tambah Abidzar meluruskan.

"Ya karena gue masuk circle kajian Abi Adi, udah pasti terjamin, orang dari segi usia ajah beda. Isinya orang-orang seusia Abi." Abidzar kembali terkekeh lalu menepuk-nepuk pundak sahabatnya.

"Circle kajian juga kan cocok-cocokan, mencari guru juga cocok-cocokkan. Mungkin karena fokus kita saat ini bukan mencari jodoh jadi ngerasa 'apaan dah' ngeliat orang yang lagi resah soal jodohnya." Abidzar memberikan opini yang bijak meski dia juga sama seperti Radi yang punya sisi heran tersendiri.

RADIAN (PREQUEL OF ABANG)Where stories live. Discover now