Chapter 8 - Langkah Awal

128 20 4
                                    

I'm back setelah lebaran!!!

Happy Reading!
Enjoy!
.
.
.

Radi mengetuk-ngetukkan sepatunya ke lantai lift. Entah kenapa kini dia merasa sangat gugup, padahal saat bertarung untuk memenangkan projek bernilai fantastis sekalipun dia tidak pernah segugup ini.

Begitu lift terbuka, Radi keluar dari lift berjalan menuju satu ruangan yang ingin dia datangi. Beberapa karyawan yang merupakan anggota tim dari petinggi perusahaan yang dia datangi berpapasan dengannya. Seperti biasa Radi menyapa mereka dengan ramah. Tapi mereka yang berpapasan mengerutkan keningnya bingung.

"Loh kok tumben?" tanya Rere pada Galih dan Galang. Mereka bertiga adalah tim personal Abidzar. Siang ini Radi mendatangi AK Corp., perusahaan milik keluarga Kusuma.

"Heem, tumben Pak Radi datang ke kantor pakai outfit santai," sahut Galih.

"Namanya orang kaya, Pak Radi lagi libur kali," timpal Galang menyampaikan opininya.

"Tapi Pak Bos kan lagi ke KL, ngapain beliau ke sini yah?" tanya Galih heran.

"Mau bertemu Tuan Besar kayaknya. Tuh menuju ke ruangan Pak Adijaya." Kedua lelaki itu mengangguk paham, membenarkan ucapan Rere.

"Udahlah ke bawah yuk! Gue udah laper banget!" Rere menarik tangan Galih dan Galang agar cepat-cepat turun untuk makan siang.

Radi menarik nafas panjang lebih dulu sebelum mengetuk pintu. Setelah dipersilakan barulah pemuda itu masuk.

"Assalamualaikum, Bi?" salam Radi. Adijaya segera beranjak dari duduknya lalu menghampiri putra dari sahabatnya tersebut.

"Waalaikumsalam, Bang." Radi segera mencium tangan Adijaya khidmat. Setelahnya mereka berdua duduk di sofa nyaman yang ada di ruangan tersebut.

"Kamu sakit, Bang?" tanya Adijaya, dia segera mengecek suhu tubuh Radi.

"Abang sehat, Bi. Sangat sehat malah, puji Tuhan." Adijaya menatap seksama wajah Radi, pemuda itu terlihat cukup berantakan.

"Kenapa wajahnya kusut begini? Matanya juga panda banget, bikin orang khawatir saja. Abi kira kamu sakit tahu, Bang." Adijaya mengusap kepala Radi sayang. Dia menatap Radi dalam, dia yakin Radi sedang tidak baik-baik saja. Putra sahabatnya yang gila kerja ini tidak mungkin berpakaian santai di hari kerja.

"Kamu libur, Bang? Tumben? Lagi kenapa hmm?" Radi menyandarkan tubuhnya penuh ke sofa lalu menghela nafas panjang.

"Radi mau belajar islam, Bi." Radi langsung to the point menyampaikan maksud kedatangannya.

Adijaya langsung menegakkan posisi duduknya, dia manatap Radi serius untuk memastikan bahwa Radi sedang tidak bercanda dengannya.

"Bang! Jangan bercanda!" tegas Adijaya. Dia tahu setaat apa keluarga sahabatnya, termasuk Radi ini yang sudah seperti putranya sendiri baginya.

"Abang tidak bercanda, Bi. Jika Abang bercanda mana mungkin Abang bisa seberantakan ini?" Adijaya termenung sesaat, dia sekarang jadi paham kenapa Radi menemuinya. Karena tidak mungkin Radi dengan mudah mengutarakan hal ini pada Krisna—papanya.

"Abang datang kesini untuk meminta bantuan dari Abi. Abang rasa Abi adalah orang yang tepat untuk Abang jadikan tempat bertanya dan belajar, mengingat Abi juga punya beberapa pemuka agama yang Abi jadikan guru." Radi menyampaikan permintaannya dengan hati yang berdebar, dia takut menerima penolakan.

"Jelaskan perlahan pada Abi, Bang. Insya Allah Abi bantu semampu Abi, nanti Abi kenalkan pada mereka yang jauh lebih kompeten, Abi hanya akan menemanimu saja karena Abi belum sebaik itu untuk kamu jadikan tempat bertanya dan belajar." Adijaya menepuk-nepuk lutut Radi menguatkan sekaligus mempersilakan Radi bercerita.

RADIAN (PREQUEL OF ABANG)Kde žijí příběhy. Začni objevovat