21. You're The Piece Of My Life

128 9 0
                                    

★★★

К сожалению, это изображение не соответствует нашим правилам. Чтобы продолжить публикацию, пожалуйста, удалите изображение или загрузите другое.

★★★

Ezraska selalu mensyukuri tiap detik yang dia jalani bersama teman-temannya.

Bersama Kafka, Arya, Deva dan Gatra. Mereka semua manusia baik yang datang ke kehidupan kelamnya yang hampir runtuh. Menawarkan obat dari segala luka tak kasat mata yang selama ini menyiksa batinnya. Menjadi tawa atas semua derita, menjadi pelarian dari semua hancurnya.

Bagaimana bisa Ezraska tidak jatuh sepenuhnya? Dia bahkan merelakan segala perhatian Kakaknya, jika itu akan ditukar dengan kehadiran keempat insan berharga itu dalam hidupnya.

Ezra sering kali menyesali keputusan yang dia ambil dalam hidupnya. Seperti kata Azka, dia bukan seseorang yang memikirkan segala resiko atas tindakannya, dan Ezra merasa itu benar. Semua hal yang dia tentukan sendiri tanpa pikir panjang biasanya akan berakhir penyesalan. Termasuk kala Ezra memilih untuk tetap mempertahankan hidupnya dan berandai bahwa di masa depan nanti orang tuanya akan kembali padanya.

Tapi kala langkahnya sendiri yang membawanya untuk memulai sebuah hubungan pertemanan atas dasar pelarian itu, Ezra tidak pernah menyesal. Memulainya adalah suatu hal yang dia syukuri mati-matian. Karena siapa sangka, hari-hari setelah itu, semakin banyak kenangan yang tercipta apik, mewarnai segala kelabu hari-harinya dan menciptakan memori terindah yang pernah Ezra raih dalam semestanya.

Ezra bersyukur pernah mengenal mereka.

"Eh, Ezra? Nggak nelpon dulu?"

Ezra menggariskan sabit tipis di bibirnya sembari melirik Kafka yang hanya terdiam dengan raut datarnya. Tadinya dia memang berencana menelpon Deva, tapi dengan mudah manik tajamnya menangkap presensi laki-laki itu dari luar jendela kafe.

"Tadi udah keliatan,"

Deva mengangguk paham, lalu pemuda itu langsung berinisiatif mengarahkan Deva dan Kafka untuk duduk di dua kursi yang tersisa—-tepat diantara dirinya dan Arya.

Detik setelah Ezra selesai mendudukan dirinya di kursi yang berada tepat di sebelah Arya, anak itu tiba-tiba berdecak kesal.

"Lo berdua aneh banget, sih. Kenal aja enggak, tau-tau join nongkrong," omelnya, manik cokelatnya menelisik sinis ke arah Ezra maupun Kafka.

Tentu saja Arya kesal bila didekati secara terang-terangan seperti ini. Meskipun dikenal sebagai seorang ekstrovert, tapi sesungguhnya anak itu sangat pemilih dalam berteman. Bahkan semua orang yang kenal baik dengan dirinya, tak semuanya dia anggap teman.

Mendengar sirat ketidaksukaan yang nyata dari suara Arya, Ezra meringis pelan. Mau membalas omelan itu tapi masih terlampau sungkan. Untuk pertama kali bertemu mana bisa dia langsung menunjukkan sisi tidak mau kalahnya yang biasa menjadi makanan Azka sehari-hari. Hanya senyum pahit alakadarnya menjadi reaksi atas aksara Arya yang kini mengambang tanpa balas.

Eclipse Of The Moon [ON-GOING]Место, где живут истории. Откройте их для себя