Chapter 39

1.4K 137 14
                                    

- CRUSH -

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

- CRUSH -

Kalau ditanya bagaimana hubungan gue sama Kefano saat ini, jawabannya nggak beda jauh dari yang waktu itu. Malah makin parah aja gue rasa.

Sudah tiga hari berlalu tanpa komunikasi lewat apapun, bahkan kalau nggak sengaja ketemu di sekolah pun Kefano langsung buang muka. Nggak jarang Kefano terlihat memutar arah saat ada gue di depannya.

Rasanya nggak usah ditanya lagi. Sepi, sedih, marah, dan kecewa bercampur menjadi satu. Apalagi gue sama Kefano sampai hari ini pun nggak ada yang mau ngalah, nggak ada yang mau mulai komunikasi duluan.

Kalau terus-terusan kayak gini, gimana caranya agar kami kembali baik-baik aja seperti sebelumnya? Padahal Kefano pernah bilang kalau ada masalah kita harus obrolin sama-sama biar nggak jadi masalah, tapi dia sendiri yang malah ngingkarin itu.

Gue tarik nafas dalam-dalam saat pada akhirnya gue bisa keluar dari UKS. Hari ini entah kenapa semua orang pada sakit, jadi mau nggak mau gue harus ngabisin banyak waktu di ruangan berbau obat itu.

Gue keluar tepat saat bel istirahat kedua berbunyi. Kantin menjadi tujuan utama gue saat ini. Melihat banyak orang yang memenuhi kantin padahal sudah istirahat kedua membuat gue yakin seribu persen bahwa makanan berat sudah tidak ada lagi tersisa.

Gue berbelok haluan, mencari cemilan yang sekiranya bisa memenuhi nafsu lapar gue yang udah nggak bisa ditahan lagi ini. Saat ingin mengambil roti isi coklat yang tersisa satu bungkus itu, secara tiba-tiba tangan gue disalip oleh seseorang.

Ia tersenyum. "Sorry, Ra. Buat gue, ya? Gue tadi cuma makan dikit. Hehehe," katanya dengan nada bicara yang dibuat semelas mungkin.

Gue hela nafas. "Padahal gue belum makan dari pagi," jawab gue.

Cewek itu jadi mengernyit. "Lah, tadi istirahat pertama emang nggak makan?"

Gue gelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan itu. "Sibuk di UKS, nggak sempat ke kantin."

Vanesa, ia berdecak keheranan. "Ck, ck, ck," decaknya. "Kenapa lo nggak minta makan sama Kefano?" tanya Vanesa, tak lupa ia menunjuk Kefano yang tengah duduk di salah satu kursi yang ada di kantin.

"Kenapa juga harus minta makan sama Kefano?"

"Ya, karena Kefano pacar lo."

"Makan nggak harus minta sama pacar kali, Nes."

"Ya, kalau dia peduli, sih, harusnya peka ya kalau lo kelaperan."

"Gimana mau peduli, orang dia tau gue laper aja enggak."

Lagi-lagi Vanesa mengernyit, namun detik selanjutnya ia mengangguk-angguk seolah mengerti apa yang terjadi antara gue dan Kefano.

"Ya, udahlah. Bagi dua sama gue aja, sini," ajaknya.

Gue tolak ajakannya dengan gelengan kepala. "Tiba-tiba aja jadi nggak selera makan, Nes. Buat lo aja, deh, daripada nanti nggak kemakan sama gue."

"Ya, elah." Vanesa meninggalkan gue setelah itu. Ia bergabung bersama teman sekelasnya, dimana Kefano ada di meja yang sama.

CRUSH | SO JUNGHWAN ✅Where stories live. Discover now