Chapter 29

2.9K 258 21
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.


- CRUSH -

Gue membuka mata, menarik nafas dengan susah karena rasanya perut gue sangat terik karena luka tusukan itu rupanya sudah dijahit dengan rapi.

Entah bagaimana prosesnya, gue terbangung di ranjang rumah sakit dan mendengar suara beberapa orang yang gue kenal. Dava terus menangis memanggil gue, Anna yang juga tersedu-sedu, lalu Vanesa yang berulang kali memohon agar gue segera membuka mata.

"Kakak!!"

Dengan cepat anak itu menaiki ranjang dan memeluk gue dengan erat.

"Argh, Dav. Perut Kakak sakit..."

Vanesa yang mendengar itu langsung menarik Dava agar turun dari ranjang. Meskipun anak itu akhirnya menangis, gue mengabaikannya karena ada suara Anna yang tangisannya jauh lebih kencang.

"N-nggak usah nangis, gue masih hidup."

Bukannya mereda, Anna malah memukul lengan gue. Dia tidak mengatakan apapun tapi masih menangis, membuat gue tersenyum kecil lalu menoleh pada Vanesa.

Si tomboy itu, ternyata air matanya juga bisa keluar. "Sumpah, gue minta maaf banget karena nggak narik lo dari orang itu," katanya dengan penuh penyesalan.

Gue mengangguk dengan susah. "Tapi, lo nggak diapa-apain, kan?" tanya gue.

Vanesa menghela nafas. "Gue baik-baik aja. Sialnya gue nggak tau gimana caranya nangkep orang itu karena terlalu sibuk megangin lo. Sorry, orangnya kabur gitu aja."

Nggak masalah selagi gue dan Vanesa baik-baik aja, meskipun gue jadi berakhir seperti ini. Ngomong-ngomong, gue nggak lihat keberadaan Kefano dan dua sahabatnya.

"Kefano di kantor polisi, Ra," jelas Anna yang akhirnya berhenti menangis. "Dia ngelaporin apa yang terjadi sama lo, Ebra nemenin Kefano. Dimas ada di luar jagain kita."

Gue menipiskan bibir. Kenapa jadinya sekhawatir ini? Dunia gue yang tenang ternyata nggak setenang itu. Gue penasaran kenapa orang itu menargetkan gue sebagai korbannya.

"Hp lo, Ra. Tadi kayaknya ada yang nelpon, cuma gue nggak sempat angkat."

Gue mengambil benda pipih itu dari Vanesa, segera mengecek notifikasi panggilan tidak terjawab yang rupanya datang dari Kasya.

Setelah melihat namanya, entah kenapa gue jadi bimbang untuk menelponnya balik. Gue seharusnya nggak berurusan sama dia lagi nggak sih?

"Hera!"

Kedatangan mama dan juga Viona langsung mengalihkan perhatian gue dari apa yang sedang gue pikirkan. Dengan wajah khawatirnya Mama menerobos Vanesa dan Anna untuk berdiri di samping ranjang.

"Kenapa? Kenapa kok bisa kayak gini? Siapa pelakunya? Udah lapor polisi?"

Serta rentetan pertanyaan lainnya yang membuat kepala gue malah jadi pusing. Gue memberi kode pada Anna dan Vanesa, meminta keduanya untuk memberi space pada kami. Khawatir Mama bakal nanyain mereka berdua dan menyalahkan.

CRUSH | SO JUNGHWAN ✅Where stories live. Discover now