Chapter 32

2.8K 220 4
                                    

- CRUSH -

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

- CRUSH -

Gue tersenyum memandangi layar ponsel yang sekarang menampilkan room chat dari grup chat bersama kedua sahabat gue. Mengabari kalau gue dan Kefano sekarang sudah resmi berpacaran ternyata menjadi kabar yang cukup menghebohkan bagi keduanya.

Anna bilang dia sampai teriak dan jatuh dari kasur saking senangnya dia. Vanesa berkata 'Akhirnya'. Lalu kemudian mereka menagih pajak jadian.

Ngomong-ngomong, setelah resmi menjadi pacar dari seorang Kefano Alexander, hal pertama yang berubah di antara kami adalah panggilannya.

Kini, gue-elo yang sebelumnya kami pakai diperhalus dengan aku-kamu. Tentu canggung rasanya ketika pertama kali berbicara dengan Kefano seperti itu, tapi gue tahu sebentar lagi bakal terbiasa.

Kefano :
Aku udah di depan

Gue segera beranjak dari kamar saat mendapati pesan tersebut. Ini adalah hari Minggu. Tidak sekolah, tapi ada pertandingan yang harus dituntaskan.

Masih ingat pertandingan futsal yang waktu itu, kan?

"Kamu jadi pakai motornya Kak Tania?" tanya gue saat melihat Kefano dengan motor Scoopy yang bukan miliknya.

"Iya, biar enak duduknya," katanya. "Sini, deh." Kefano menarik gue secara pelan agar mendekat padanya. Jaket yang tadi tersampir di bahu kirinya kini ia ikatkan ke pinggang gue. "Lain kali kalau aku bilang perginya pake motor, kamu pakai celananya yang panjang, ya. Biar pahanya nggak kelihatan."

Gue benar-benar nggak mampu menahan senyum saat mendengar suruhan tersebut. Bukannya tersinggung, gue malah senang karena ada yang care sama hal-hal sederhana seperti ini. Ditambah saat ini Kefano membantu gue untuk memasangkan helm.

"Pegangan, ya?" pintanya saat gue menaiki motor.

Gue pun memegang kedua bahunya. "Kayak gini, ya, pegangannya?" tanya gue dengan nada bercanda.

Kefano berdecak gemas. Kedua tangannya menuntun tangan gue untuk memeluknya, erat sekali. "Lebih aman kalau kayak gini," katanya.

Gue terkekeh gemas. Selain memeluk Kefano, yang gue lakukan juga adalah menyandarkan dagu gue ke punggung belakangnya yang tegap itu. Biarlah itu menjadi kebiasaan sampai nanti-nanti.

Perjalanan yang seharusnya memakan waktu dua puluh lima menit itu sepertinya akan menjadi perjalanan yang lebih panjang, sebab Kefano membawa motor sangat pelan.

"Aku boleh nanya?" tanya gue disela-sela perjalanan.

Kefano menoleh kecil pada kaca spion yang sudah diatur agar memperlihatkan wajah gue di sana. "Mau nanya apa?" tanyanya.

"Kamu suka aku dari kapan?"

Cukup lama Kefano menjawab pertanyaan itu, ada kali sepuluh detik. "Kayaknya sih dari pas kamu datang ke rumah sakit yang aku minta ngobrol di taman. Tapi, ya, gitulah. Perasaannya masih abu-abu," jawabnya.

CRUSH | SO JUNGHWAN ✅Where stories live. Discover now