Double S

157 61 46
                                    

Hai, hai, dan hai.

Akhirnya cerita ini bisa gue publish, walaupun masih banyak kekurangannya.

Jadi, gue mohon sama kalian para pembaca yang gue sayangi. Apabila menemukan sesuatu yang salah, tolong berikan kritik dan sarannya, oke?

Mungkin cuma segitu aja yang bisa gue sampaikan, dan sekarang, Selamat membaca.

•••

Warna biru tua pada langit berubah menjadi sangat hitam, bulan dan ribuan bintang telah hilang termakan lebatnya awan yang begitu mencekam. Rintik-rintik air mulai turun membasahi bumi diiringi dengan suara petir dan kilat yang terus saling bersahutan.

Di depan sebuah gedung pemerintahan yang sudah sangat tua, kini terlihat dua kelompok anak muda sedang terlibat dalam aksi baku hantam.

Kedua kelompok anak muda tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah Streber dan Strano. Dua organisasi yang tidak pernah akur dari setiap generasi ke generasi.

Streber dan Strano sendiri bukanlah sebuah organisasi biasa. Mereka berdua memiliki power yang cukup besar dan kuat dalam urusan negara.

Streber adalah organisasi yang terbentuk sekitar tahun 1950-an di Indonesia. Dibentuk oleh seorang pemuda yang saat itu tersingkir secara tidak hormat dari jabatannya. Pemuda itu berambisi membalas dendam kepada semua orang yang telah mengkhianatinya melalui organisasi yang dirinya buat. Dalam upaya mencapai tujuannya, pemuda itu merangkul beberapa orang penting yang saat itu sangat berpengaruh besar dalam masyarakat. Setelah lebih dari tujuh puluh tahun berlalu, Streber yang dulunya hanya dibuat sebagai alat untuk balas dendam, telah berubah secara drastis menjadi organisasi yang sangat sukses dalam semua aspek bisnisnya. Bisnis-bisnis itu meliputi pengawalan, penjualan senjata api, keamanan, dan masih banyak lagi.

Sedangkan Strano, mereka adalah organisasi yang hadir setelah lima tahun Streber terbentuk. Strano hadir dengan ambisi untuk menghancurkan semua hal yang sudah Streber bentuk selama ini. Seperti Streber, setelah enam puluh lima tahun berlalu, Strano juga sukses menjadi organisasi yang sangat maju dalam segi bisnis. Bisnis-bisnisnya itu meliputi penjualan obat-obatan terlarang, prostitusi, klub malam, dan lain sebagainya.

"Mati lu, Bara!" teriak seorang cowok, mengayunkan kedua tangan secara bergantian ke arah wajah cowok lain yang berada di depannya.

Cowok yang dipanggil Bara itu terus-menerus menghindar, sesekali menangkis pukulan yang mengarah ke wajahnya.

"Akira, Akira, cuma segitu doang kemampuan lu?" tanya Bara, mundur beberapa langkah seraya mengeluarkan tawa meremehkan.

Mendengar tawa Bara, membuat Akira semakin mengeratkan kepalan tangan, napasnya naik dan turun tidak beraturan. Ia berlari ke arah Bara, kembali menyerang sang musuh dengan membabi buta.

"Bara!"

Bara masih terus menghindar dan menangkis semua pukulan Akira. Namun, kali ini ia memberikan pukulan balasan yang mendarat sempurna di beberapa bagian wajah sang musuh.

Akira sontak mundur beberapa langkah saat menerima pukulan dari Bara. Ia mengusap bagian bawah wajahnya ketika merasakan cairan merah mengalir dari samping bibir.

Melihat darah yang keluar dari samping bibir Akira, membuat Bara semakin tertawa dengan sangat puas. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, menunjuk satu per satu anak-anak Streber yang masih sibuk bertarung dengan anggotanya.

"Mending, lu sama teman-teman lu pada nyerah, sebelum kalian semua kami ratain," ujar Bara, merentangkan kedua tangannya.

Akira diam, kedua tangannya kembali mengepal sempurna. Ia dengan gerakan cepat menerjang Bara, memberikan pukulan keras di pipi kanan cowok itu.

Bara sontak terjatuh, tubuhnya tidak siap dan kehilangan keseimbangan saat menerima pukulan secara tiba-tiba yang diberikan oleh Akira.

Akira dengan cepat menaiki tubuh Bara, kembali memberikan pukulan secara membabi buta ke wajah cowok yang telah meremehkan organisasinya.

Suara sirine polisi yang berpadu dengan hujan dan petir menggema ke indera pendengaran anggota kedua organisasi itu, membuat mereka semua berhenti bertarung dan dengan cepat berlari menuju motor masing-masing untuk kabur dari kejaran polisi.

Berbeda halnya dengan Akira. Ia masih setia memberi pukulan ke wajah Bara, seakan sirine polisi hanya angin lalu baginya. Sedangkan Bara, sedari tadi sudah kehilangan kesadaran. Ia benar-benar tidak bisa menghentikan pukulan Akira yang dilandasi dengan emosi.

Pukulan Akira berhenti saat kedua tangannya yang berlumuran darah ditahan oleh dua orang gadis dari arah belakang.

"Dek, udah. Ayo, pergi, ada polisi," kata salah satu gadis itu.

Akira sontak melihat ke arah belakang, di sana, ia dapat melihat sang kakak dan kelima temannya sedang menatap khawatir ke arahnya.

"Ayo, Dek, kita pergi dari sini."

Akira mengangguk, berdiri dari atas tubuh Bara, dan segera meninggalkan sang musuh yang sudah tergeletak tidak berdaya.

Akira bersama sang kakak dan kelima temannya melajukan motor dengan kecepatan yang sangat kencang. Mereka bertujuh dengan sekuat tenaga menghindari polisi yang masih setia mengejar.

Akira mengerem mendadak, melihat jalanan di depan sudah diblokade oleh pihak kepolisian. Ia berdecih, menoleh ke belakang, di sana juga sudah ada beberapa polisi yang sedang bergerak maju menuju tempat mereka berhenti.

"Ra, gimana? Kita terkepung," kata salah satu teman Akira.

Akira berpikir seraya melihat ke sekeliling. "Ikutin gue."

Akira kembali menancap gas, menjalankan motor ke arah jalanan sempit yang terlihat begitu gelap dengan diikuti oleh teman-temannya.

Akira terus menjalankan motor, jalanan yang tadinya begitu sempit kini telah berubah menjadi sangat lebar. Ia menurunkan kecepatan, melihat ke arah belakang untuk memastikan apakah polisi masih setia mengejar.

Akira berdecih, menggeleng-gelengkan kepala, masih melihat warna sirine polisi dari arah belakang. Ia kembali menancap gas, hingga menemukan sebuah rumah tua dengan gang kecil di sampingnya.

Akira memberi kode kepada teman-temannya untuk membelokkan motor memasuki area rumah tua itu.

Mereka bertujuh memarkirkan motor di area belakang rumah, turun, dan memasuki rumah tua itu dengan berbekal cahaya dari lampu handphone milik masing-masing.

Sekitar lebih dari sepuluh menit, Akira dan teman-temannya berada di dalam rumah tua itu. Mereka bertujuh mengobrol dengan sesekali melihat keluar melalui jendela untuk memastikan keadaan sudah aman.

"Gila, itu polisi kayak gak ada habisnya, dah, dari tadi lewat mulu," ujar salah satu cowok, melihat beberapa mobil polisi yang masih terus melintas.

"Bukannya udah biasa, ya, Vin. Ngerahin pasukan banyak-banyak, tapi gak pernah ada yang berhasil ketangkap," kata seorang gadis, seraya menyandarkan kepalanya di dinding rumah.

"Iya, juga, ya, Chik." Vino berjalan menjauhi jendela, mendudukkan tubuhnya di salah satu kursi.

Chika melipat kedua tangan di dada, melihat Akira yang sedang sibuk memijat kening. "Oh, iya, Ra. Di samping rumah ini, kan, ada gang, itu tembus ke mana, ya?"

Akira menghentikan pijatannya, lalu menggelengkan kepala. "Gue gak tau, Chik. Nanti, deh, kita cek kalo situasinya udah aman."

Rivalry Or RevengeWhere stories live. Discover now