Yohaan meringis kecil saat merasakan denyutan hebat di tangannya. Ia melihat ke arah tangan kanan nya yang ternyata juga terbalut perban, ia berpikir sekilas apa dirinya masih bisa kuliah dengan tenang?

Yohaan menatap ke samping, tepatnya ke arah Matthew yang menatapnya dengan wajah datar yang terlihat tak perduli. Yohaan memasang wajah masam yang terlihat sedikit kecewa atau sedih atau apala, tak dapat di deskripsikan saat dilihat Matthew.

"Mat.." Matthew menghela napas dan memutar bola matanya malas.

Matthew meraih mangkuk itu kembali dan langsung menyuapi Yohaan makan yang diterima dengan baik oleh Yohaan walau sedikit merasa malu. Matthew tetap diam sambil terus menyuapi Yohaan yang sedari tadi menatapnya dengan pipi yang menggembung berisi makanan.

"Lu nolong gue?"

"Gue yang harusnya nanya.. lu ngapain disana?" Yohaan kicep dan langsung menunduk sambil menelan bubur dimulutnya.

Yohaan ini gengsian atau apa sih, padahal anak psikologi. Belum sempat dijawab oleh Yohaan, tiba tiba pintu terbuka yang menampakan Milla dengan teman teman kerjanya yang lain. Mungkin mereka ingin menjenguk Yohaan. Matthew meletakan mangkuk bubur itu dan bangkit untuk segera pergi. Lagi pula dia disini hanya menemani Yohaan atas perintah abangnya Yohaan sendiri.

Tadi malam dimana Matthew menolong Yohaan, ia membawa Yohaan ke rumah sakit terdekat yang ternyata abangnya Yohaan yang tak lain Nathan Demason sang dokter umum itu bekerja dirumah sakit itu. Jadi Yohaan dirawat oleh abangnya sendiri dan saat itu Matthew menunggu sampai Yohaan dipindahkan ke ruang VIP. Matthew disuruh untuk menjaga Yohaan sampai ia bangun dan suruhan itu hanya diangguki oleh Matthew, lagi pula Yohaan begitu karna dirinya diikuti oleh Yohaan, padahal terdengar Matthew itu tidak ada salah sama sekali. Yang lebih tak disangka oleh Matthew lagi, ibunya mengizinkan dirinya untuk menginap dirumah sakit dan menemani Yohaan, cukup curiga tapi mampus lah pikir Matthew.

"Loh.. lu mau kemana?!" Tanya Milla sambil masuk ke dalam ruang VIP itu dan di ikuti oleh teman nya yang lain.

"Pulang lah kampret! Lu jaga tu senior lo.. biar ga ngikutin gue lagi.." perkataan terakhir dari Matthew sebelum ia pergi keluar yang membuat Yohaan menatap kepergiannya dengan raut wajah yang terlihat sedih namun dapat ia kondisikan.

▪︎▪︎▪︎

"Kamu siapanya Alpha?" Ucap seorang wanita disamping Leon yang sedang berdiri membuat kopi.

Leon menatap wanita cantik yang terlihat lebih tua darinya, pasti karyawan di kantor ini. Leon sedikit kaget karna ternyata Alpha adalah CEO terkenal dari perusahaan Meelph, namanya terdengar aneh tapi seperti di ambil dari marganya. Leon juga salut, Alpha bisa menjadi CEO tanpa ada yang tau kalo dirinya juga mafia. Leon tau bukan dari perkataan Alpha langsung melainkan tindakan yang dipergoki Alpha.

Leon kembali fokus membuat kopi untuk Alpha sambil memikirkan jawaban yang cocok untuk pertanyaan wanita itu. Leon sekarang berada di kantor Alpha karna Leon yang merasa bosan terus di mension Alpha. Jadi Leon memaksa Alpha untuk ikut bersamanya walau bokong masih sakit, padahal Alpha sudah melarangnya dan menyuruhnya untuk beristirahat.

"Kepo amat, tan.. suka ya sama om Alpha?" Leon ini sangat peka walau dirinya tidak tau kalo Matthew sedang menyukainya.

Wanita itu hanya terkekeh sambil menyeruput teh nya dan segera tersenyum dengan menatap Leon yang masih sibuk membuat kopi.

"Kenalin.. saya Kaniza Lyn yang bekerja sebagai sekretaris Alpha Gameel.. jadi tolong sopan santun nya di depan saya.." Leon mengangkat alisnya dan memutar bola matanya malas.

Leon yang terbawa suasana, menatap wanita bernama Kaniza itu dengan tersenyum kaku yang lebih terlihat seperti senyum paksa.

"Kenalin juga tan.. nama saya Leon Matalino yang sama sekali tidak perduli dengan status tante.. saya juga merasa perilaku saya tidak ada yang menyinggung.." Leon tersenyum lebar sambil mengaduk kopi yang sudah jadi itu.

BOSS MAFIA & BABY ARTIST Where stories live. Discover now