PART 49

39.1K 2.8K 271
                                    

Sambil menyelesaikan cerita, Acel dipeluk oleh kedua sahabatnya dari kanan dan kiri. Dia menangis antara sedih sekaligus haru berada diposisi saat ini.

Vanya butuh keadilan begitu juga dengan Acel. Benar bukan? Apa yang dilakukan Acel dulu, benar untuk sahabatnya. Hanya saja, cara dia melakukan semua itu kurang tepat. Sama halnya dengan Adara. Dia benar menghukum mereka agar jera dan merasakan bagaimana rasanya tidak dimanusiakan. Tapi caranya kurang tepat.

Clara terdiam, fakta Acel ini sangat menyakitkan. Mengapa ia memiliki anak-anak yang nasib hidupnya berat sekali?

Charles yang paham pun mengelus-elus punggung istrinya. Dia tahu Clara sedang berusaha tegar. Perempuan itu malu kalau harus menangis dihadapan anak-anaknya.

"Aku rasa, apa yang aku ucapkan enam tahun lalu memang harus diberikan untuk mereka," Isak Acel membuat Adara dan Vanya spontan menjauhkan diri. Kening mereka berkerut.

"Mama nggak pernah memaksa kamu buat memutuskan hal itu. Maafin Mama udah suruh kamu berpikir ulang," Sahut Clara, dadanya mendadak sesak.

Acel menggeleng, "Mama benar kok. Nggak seharusnya penjahat berkeliaran bebas. Mereka mungkin udah menyesali perbuatan itu, tapi hukuman tetaplah hukuman."

"...Apa yang mereka lakukan ke Vanya sangatlah tidak patut untuk dilakukan. Aku melihatnya dengan mata kepala sendiri bahkan aku masih sering kepikiran saat hanya berdua dengan Farel. Aku juga udah memutuskan hal yang paling pantas untuk mereka. Pengasingan kayak gini cuma hal sepele, Dara," Lanjut Acel menoleh ke arah Adara.

"Aku memberikan hukuman itu sesuai sama apa yang udah mereka lakukan. Kalau bukan itu, lalu apa hukuman yang tepat untuk mereka?" Tanya Adara benar-benar dibuat pusing.

"Cara kamu ini nggak membuat mereka merasakan apa yang udah Vanya rasakan selama delapan tahun. Yang ada, cara ini hanya akan membuat mereka menyesal sesaat lalu melupakan inti permasalahannya. Itu sangat tidak adil bagi pihak lainnya," Jawab Acel walau masih sesenggukan. Dia sudah tidak menangis, hanya dadanya masih sesak karena tangisannya tadi begitu dalam.

"T-terus, kita harus apa agar adil bagi korban dan pelaku?"

"Aku akan bawa ini ke jalur hukum atas persetujuan Vanya. Iya, kan, Van?" Sebelum mendengar jawaban Vanya, memori Acel berkelana ke enam tahun lalu dimana ia berani berbicara lancang dengan Farel di dalam kelas.

"Kalau gue punya orang tua yang bisa nyewa pengacara, mungkin gue udah bawa kasus ini ke pengadilan."

Dan sekarang Acel mempunya kedua orang tua yang bisa menyewa pengacara. Maka ia akan kabulkan ucapan itu sudah atas persetujuan Vanya, Clara, Charles, serta seseorang spesial yang akan menjadi saksi.

"Acel, lo yakin?!" Ucap Adara melihat betapa kuatnya perempuan itu mengatakan hal yang tidak pernah Adara pikirkan. Terlebih setelah menceritakan kehidupannya yang begitu menyakitkan.

"Kenapa malah lo yang ragu, Dar? Mana Adara yang selalu punya tekat untuk menghukum para bajingan itu?"

"Setelah lo cerita tentang kisah hidup--"

"Kisah hidup gue juga perlu keadilan. Makannya gue sama Vanya memutuskan keputusan terakhir kita."

"Maaf, apa kedatangan saya terlambat?" Ucap seseorang baru saja tiba diantar Morgan, orang kepercayaan Clara.

Vanya tercenung melihat orang itu. Orang yang lebih bersih, terawat, dan cantik ini membuat Vanya berdiri. Jiwa raganya bergerak spontan memeluk wanita itu. Dia sangat merindukan sosok Ayumi.

"Ibu," Vanya menaruh kepala di bahu kanan Ayumi.

"Apa kabar?" Bisik Ayumi tepat ditelinga Vanya.

"Vanya capek, Vanya mau ikut Ibu aja di desa."

HER LIFE (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang