PART 7

103K 4.9K 62
                                    

"Gimana? Elen masih demam?"

Vanya mengangguk, ia takut Elen terkena penyakit serius. Pasalnya sudah hari ke empat panas Elen selalu naik turun.

"Bawa ke dokter aja. Ibu takut Elen kenapa-napa," Ucap Ayumi duduk di sebelah Vanya yang sedang mengompres dahi Elen.

Vanya menggeleng, "Uangnya udah buat bayar sekolah Elen minggu lalu."

"Ibu punya sedikit uang. Seenggaknya cukup buat bayar obat nanti. Ayo, kasihan Elen demamnya gak turun-turun."

"Bu, aku takut." Vanya terus mengusap-usap lengan Elen agar anak itu tak merasa kedinginan.

"Apa yang harus ditakutin? Justru kalau kamu nunda-nunda gini, sakit Elen bisa makin parah."

"Nanti kalau dokter suruh Elen rawat inap gimana? Kita gak punya uang."

Mengatakan itu membuat Vanya ingin menangis. Malah sekarang air matanya sudah mengalir. Vanya tak tega melihat Elen kesakitan seperti ini. Tapi kalau nanti memerlukan biaya besar gimana?

"Van, ingat gak nenek pernah bilang, jangan takut gak punya uang. Soal anak, apapun akan lancar kalau kita mau berusaha. Dan ibu yakin kita pasti akan diberi kemudahan."

Tanpa berpikir panjang, Vanya mengangguk. Segera ia menggantikan baju Elen dengan baju yang berlengan panjang.

Tak peduli sejelek apa baju Vanya sekarang. Buru-buru ia gendong Elen dan berjalan menuju puskesmas bersama Ayumi yang selalu menemaninya.

Puskesmas.

Setelah menempuh jalanan selama setengah jam, akhirnya mereka sampai di tempat yang bernama puskesmas. Vanya masuk tanpa registrasi membuat beberapa pasien melongo menatapnya.

"Dokter! Dokter mana?!" Teriak Vanya, dua orang suster datang menghampirinya.

"Ibu, tolong ibu tenang," ucap suster itu.

"Sus tolong, periksa anak saya. Dia sakit, udah empat hari badannya panas," Ucap Vanya disusul anggukan oleh Ayumi.

Salah satu dari suster itu tersenyum ramah, "Iya ibu, anaknya pasti akan kami tangani. Tapi tolong ikuti aturan kami ya? Silahkan daftar dulu di tempat registrasi sana, baru setelah itu ibu bisa mengantri disini."

"T-tapi sus anak saya buruh pertolongan sekarang. Terserah biayanya berapa asal anak saya segera ditolong."

"Ibu yakin? Dengan pakaian ibu yang seperti ini akan sanggup membayar?" Ucap suster yang satunya.

Ayumi menatap sengit satu suster itu, "Jangan menyepelekan kami! Kami memang orang tidak punya, tapi kami punya hak memeriksakan diri di puskesmas ini."

"Iya ibu, tolong sabar ya. Saya dan rekan saya tidak bermaksud mengatai anda. Kami hanya memberitahu bahwa puskesmas ini mempunyai aturan," Ucap suster itu ramah.

"Ekhem permisi, ada apa ini? Pengunjung semakin banyak, bisa tidak berdiri di jalan?" Seorang dokter keluar dari ruangannya.

"Eh, dokter kebetulan. Ibu ini ingin memeriksakan anaknya tapi dia gak mau ngantri," Adu si suster ramah kepada sang dokter.

"Oh begitu kah?" Tanya dokter bernametag Bevan. "Ya sudah kalian berdua balik kerja sana. Biar saya yang tangani ibu ini."

Dua suster itu mengangguk lalu pergi ketempat tujuan mereka yang sempat tertunda. Bevan menatap pasiennya dari bawah sampai atas.

"Bisa ikut saya?" Ucap Bevan diangguki cepat oleh Vanya juga Ayumi.

Masih dengan Elen yang berada di gendongannya, Vanya mengikuti dokter Bevan dari belakang. Hingga pada akhirnya mereka sampai di ruangan dokter Bevan. Bukan, ruang periksa anak.

HER LIFE (OTW TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang