Tangan Sam terulur merampas kertas tersebut, ditatap nya tulisan Aluna yang terlihat cantik.
"Hanya ini?"

"Kau hanya perlu menandatangani nya saja, itu mudah."

Aluna mengembangkan senyum mengangguk senang dengan harapan penuh jika Sam akan setuju, tapi semua angan-angannya lenyap begitu Samuel meraih korek api dari sakunya dan langsung membakar kertas tersebut.
"Apa yang kau lakukan? Aku sudah susah payah membuatnya! Samuel!"

Sam menahan tangan Aluna dan menarik kerah baju tidur wanitanya hingga wajah mereka begitu dekat.
"Kau lihat? Kertas tak berarti itu sudah menjadi abu yang hilang begitu saja. Begitu juga dengan semua keinginan mu yang hanya akan menjadi abu didepanku Aluna, semua hidupmu hanya aku yang boleh mengaturnya, nafas ini hanya untuk ku, dan dengan santainya kau berkata cerai?"

Samuel terkekeh dengan suara beratnya, diangkatnya rahang Aluna dengan cepat.
"Akh!"

"Kau ingin aku lebih gila daripada ini? Bagaimana jika kubuat kaki dan tanganmu tak berfungsi agar kau selalu bergantung hanya padaku? Sayang... Aku tak menginginkan bayi ini, mereka ada atas keinginanku agar kau bisa selalu bersamaku," bisikan itu Samuel berikan setelah menggigit leher putih wanitanya, tubuh Aluna tertegun menatap senyum miring Samuel tak percaya. "Sejatinya mereka memang tak pernah kuinginkan, aku hanya membayangkan hidup berdua sampai mati bersamamu, hanya kita."

Setelah itu yang tak pernah disangka, Aluna menampar wajah Samuel hingga tertoleh dengan air mata menumpuk dipelupuk matanya, bibirnya melengkung kebawah dengan bergetar menahan isakan.
"Kau jahat! Mereka juga darah daging mu! Kenapa kau berkata sejahat itu Samuel! Setelah membakar perjanjian itu dengan kejamnya kau berkata tidak pernah menganggap bayi ini?! Dimana otakmu brengsek!!!"

"Mereka hanya hama Aluna! Aku tidak peduli mereka akan hidup atau tidak," tekan Samuel membuat tangis Aluna menguar lebih keras, pria itu terkekeh pelan menarik tubuh wanitanya agar bersandar didadanya. "Tetaplah hidup disampingku jika kau tidak ingin aku memperlakukan bayi itu layaknya para bawahan disini."

Sam mengangkat wajah berair Aluna, diusap nya dengan lembut jejak air mata itu lalu diakhiri kecupan dikedua matanya.
"Berhenti menangis, aku hanya membuat perjanjian kecil tersebut dengan wanitaku ini."

"Aku yang mengajukan perjanjian padamu... Tapi kenapa kau yang malah memutar balikan keadaan dan membuatnya sendiri padaku, ini tidak adil... Kau sangat kejam! Aku akan membunuhmu!"

Aluna meraih belati di atas meja kemudian menyodorkannya kedepan wajah Samuel dengan tatapan tajam, pria itu masih terlihat biasa saja dan malah ia sendiri yang membenarkan jemari wanitanya.
"Sebelum membunuhku belajarlah memegang belati dengan benar sayang..."

Samuel menahan pinggang Aluna dan mengarahkan belati itu kedepan sana, ia ayunkan tangan wanitanya tersebut sampai belati itu terlempar tepat ketengah titik merah di dinding sana, Aluna dibuat terbelalak.
"Titik fokus memang sangat penting, sudah waktunya kau istirahat. Kita lanjutkan semuanya esok."

Diangkatnya tubuh kecil itu, siapa yang akan menyangka jika wanita remaja kecil seperti Aluna tengah mengandung anak kecil didalam rahimnya, wanita itu dituntut dewasa oleh keadaan.

"Aku ingin ikut," celetukan Aluna membuat Sam menatapnya. "Kudengar kau ingin menghadiri pembukaan Mall kan? Aku ingin ikut."

"Tidak," gila saja Sam akan memperlihatkan wanita cantiknya pada orang-orang itu, tapi bagi Aluna ini adalah suatu kebebasan dimana ia akhirnya bisa melihat orang-orang juga menghirup udara segar.

"Muel kumohon... Aku ingin ikut... Muel ayolah."

"Tidak," jawab datar Sam meluruskan pandangannya, mereka sudah hendak mencapai pintu sebelum suara Aluna menahannya.

My Aluna (Ending) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang