Cup

"Jaga diri baik-baik ya cantik, setelah mas pulang. Mas akan segera menjemputmu di rumah kakek," Ucap Zafran mengelus pipi Zalfa lembut.

"Iya mas, aku akan menunggu kamu," Zalfa menyimpan tangannya diatas tangan Zafran yang sedang mengelus pipinya.

"Sejauh apa pun jaraknya, do'a aku akan selalu menyertai mu. Perempuan yang membuat aku berkali-kali jatuh cinta kepada orang yang sama. Perempuan yang ketika aku melihatnya, aku ingat pada sang Pencipta."

"Terima kasih Anindira,"

"Hah?" Zalfa sedikit terkejut ketika mendengar panggilan yang di lontarkan Zafran.

"Hatur nuhun geulis," Ulang Zafran dengan kalimat yang berbeda.

"Sama-sama mas,"

"Yaudah mas berangkat dulu ya, jangan lupa dimana pun kamu jangan lupa buat muroja'ah. Jangan membuat perjuangan kamu selama ini sia-sia, hanya karena kamu malas buat mengulang-ngulang hafalan itu,"

Jlebb

Zalfa terdiam beberapa detik, sebelum akhirnya ia memeluk Zafran tanpa membuka suara.

"Andai mas Zafran tahu, kalau aku datang ke pesantren itu ingin mencari tahu masa lalu abba,"

Zafran terkejut ketika Zalfa tiba-tiba memeluknya. Lalu tangannya bergerak untuk mengelus punggung Zalfa.

"Jangan khawatir, mas akan segera kembali,"

***

Hari sudah malam, setelah melewati perjalanan yang cukup panjang. Akhirnya Zalfa sudah sampai di pesantren al-fawaz. Pesantren yang amat Zalfa rindui, tempat Zalfa pulang.

"Makasih ya pak, udah nganter sampai sini," Ucap Zalfa kepada supir suruhan Zafran.

"Sama-sama bu,"

Zalfa hanya tersenyum, lalu tatapannya beralih pada suasana pesantren yang memiliki banyak kisah di dalamnya.

"Udahan dulu yuk main sepedanya, perutnya harus diisi bensin dulu. Biar bertenaga," Ucap Ummi Annisa.

"Nenek bawain cookies coklat loh kesukaan kalian," Sambung ummi Annisa.

"Hayo siapa yang mau?"

"Adek nek," Jawab Zalfa kecil antusias, ia berlari mendekati ummi Annisa. Termasuk Fatimah yang mengikuti Zalfa dari belakang.

Tiba-tiba ada seorang perempuan paruh baya yang ngerebut cookies coklat dari tangan Zalfa. "Apa sih, ini buat Fatimah bukan buat kamu."

"Diana!"

"Kenapa? Ummi mau marahin aku? Sadar ummi, dia itu anak pembawa sial. Bahkan nyawa kita taruhannya. Dia gak pantes ada di keluarga ini!"

"Jaga ucapanmu!"

"Lebih baik statusnya di sembunyikan, dari pada pesantren al-fawaz taruhannya. Apalagi pesantren kita kena te-"

"STOP DIANA!" Teriak ummi Annisa, ia sudah tidak tahan lagi dengan putri bungsunya.

Zalfa kecil menangis mendengar pertengkaran ini. Amma Maryam yang melihat itu pun langsung berlari ke arah Zalfa.

"Dek, adek gak papa?"

Kepala Zalfa menggeleng pelan. "Adek itu anak pembawa sial ya Amma?"

Amma Maryam langsung menggelengkan kepalanya. "Enggak, adek bukan anak pembawa sial. Melainkan adek pembawa keberkahan,"

"Amma bohong!" Teriak Zalfa sebelum ia menangis histeris.

Rembulan Yang SirnaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang