vi. kelabu

154 102 25
                                    

"Juniar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Juniar."

Yang bernama Juniar menoleh, lalu tersenyum lembut. "Iya?"

"Kamu mikirin Bian lagi?"

Lidah Juniar kelu, tidak tahu lagi harus merespon apa, sebab memang begitulah kenyataannya.

"Kelihatan dari matamu." Gadis itu tersenyum.

Juniar menundukkan kepalanya, sedikit tersentak begitu gadis bernama Ivana itu tiba-tiba meraih tangan kirinya. Jari-jemari saling bertaut, Ivana menatap Juniar sendu.

"Maaf karena aku egois, Jun." Bendungan telah pecah, buliran pelipur lara pun merosot dengan mudah. Ivana mulai terisak. "Tapi tunggu sebentar lagi ya? Aku gak akan lama di dunia ini kok," sambungnya.

"Aku cinta kamu Jun, lebih dari apapun. Seenggaknya di saat-saat terakhirku, aku bisa menciptakan kenangan bareng cinta pertama sekaligus terakhirku."

Juniar tak memberikan ucapan sebagai respon, namun sebagai gantinya ia merengkuh tubuh Ivana yang gemetar. Sahabat kecilnya itu terisak semakin keras tatkala Juniar mengelus kepalanya lembut.

"Jun, maaf."

"Maafin aku karena selalu ngerepotin kamu."

"Maaf karena aku selalu maksa kamu supaya selalu berada di dekatku."

"Gak perlu minta maaf, aku gak terpaksa." Juniar berujar sembari tetap mengelus kepala Ivana menenangkan. Ia tidak berbohong, Juniar tak pernah sekalipun merasa terpaksa bersama Ivana.

Tetapi jika dikatakan bahagia bersama Ivana, Juniar juga tidak tahu. Juniar tidak tahu bagaimana dirinya mendefinisikan 'bahagia'. Juniar senang menghabiskan harinya menemani Ivana, tetapi entah kenapa hatinya tak pernah tenang.

"Kamu masih cinta Bianca 'kan?" Ivana bertanya implusif.

Juniar menggeleng sebagai respon, lalu melepaskan rengkuhannya dan mensejajarkan wajahnya dengan Ivana dengan menangkup wajah kecil itu. "Enggak, Ivana."

Ivana membuang muka, tetapi di satu sisi gadis itu merasa lega sebab jawaban Juniar tidak pernah mengecewakannya. Ivana tahu dirinya egois, tetapi jika bukan dengan Juniar, Ivana tidak tahu apakah dirinya dapat menikmati sisa hidupnya.

"Tapi Ivana, mungkin kedepannya aku gak akan bisa selalu ada setiap hari buat kamu," ucap Juniar.

Kemudian pandangan Ivana dan Juniar bertemu kembali, Ivana mengangguk. "Iya, kamu bentar lagi lulus. Aku ngerti kok."

Juniar tersenyum, lalu tangannya bergerak mengusap pucuk kepala Ivana.

"Tapi, kamu gak akan diem-diem berhubungan sama Bianca lagi 'kan?" Melihat reaksi Juniar yang diam dengan raut muka keheranan, Ivana menghela napas, "Aku takut aja Bianca goda kamu lagi."

Juniar bangkit dari posisi duduknya, begitu ia mendengar kalimat yang dilontarkan dengan begitu mudahnya oleh Ivana. Alisnya nyaris bertaut, Ivana tahu bahwa saat ini Juniar marah. Dan ini bukan kali pertama Juniar marah lantaran Ivana membawa nama Bianca.

Himpunan Rasa Where stories live. Discover now