🦊 10 💙

1.3K 56 4
                                    

Yeonjun dilema. Sudah dipikirkan bolak-balik juga tapi tetap saja ia merasa berat untuk menjadikan Karina sebagai pendamping hidupnya. Karena sejauh ini yang ia lihat Karina itu seperti bencana. Apa jadinya kalau mereka berumah tangga?

Yeonjun takut jika seandainya ia tak tahan, dan malah berujung memulangkan Karina kepada orangtuanya. Bukankah itu akan lebih menyakiti kedua belah pihak?

Pagi ini, tepatnya lima hari setelah video call Jennie dengan Irene di malam itu. Yeonjun berniat untuk menegaskan semuanya, kalau ia dan Karina tidak bisa terlibat dalam hubungan lebih jauh.

“Mah, Pah.”

Jennie dan Taehyung yang sedang menikmati sarapan kompak mendongak lalu menyahut berbarengan. “Ya?”

Tapi setelah mendapat atensi keduanya, dia malah kembali ragu. Lidahnya mendadak kelu.

“Mamah sama Papah ngajar hari ini?”

Pasutri itu mendadak menghentikan kunyahannya. Kenapa Yeonjun malah menanyakan hal yang sudah jelas-jelas ia tahu jawabannya?

Kalau pagi-pagi sudah rapih begini, bisa dipastikan Taehyung dan Jennie ada jadwal mengajar dulu di Fakultas Kedokteran. Sebelum akhirnya praktek di rumah sakit dari jam sepuluh hingga siang.

“Pertanyaan kamu awalnya bukan itu kan?” selidik Taehyung.

“Kenapa, hmm? Ada yang mau kamu bahas dengan kami?” sambung Jennie.

Yeonjun tersenyum lalu menggeleng. “Nggak, Mah, Pah. Lupain aja.” urungnya dan lanjut mengolesi roti dengan selai.

Nyatanya ia terlalu segan kepada orangtuanya. Yeonjun tahu, selama ini Taehyung dan Jennie tak pernah memaksakan kehendaknya. Bahkan yang ini juga tak kunjung diungkapkan, dan hanya dibiarkan menjadi keinginan yang terpendam.

Roti itu digigit kemudian dikunyah pelan. Hati nuraninya tergugah, kapan lagi ia akan balas budi kepada orangtuanya kalau bukan sekarang?

Lagipula, kehidupan berumah tangga yang menyeramkan bersama Karina baru sebatas terawangannya saja. Ia bahkan belum mengenal gadis itu lebih dalam, tapi sudah seenaknya menyimpulkan.

Yeonjun jadi malu. Sadar betul bahwa yang dilakukannya itu sangat tidak sesuai dengan apa yang selalu ia tekankan kepada para mahasiswa bimbingannya jika ada yang berteori serampangan.

“Kamu itu jangan berasumsi sendiri. Semuanya perlu riset dulu. Minimal lakukanlah wawancara kepada narasumber terpercaya. Baru setelah itu dapat ditarik kesimpulannya seperti apa. Jangan asal mengira-ngira.”

Begitulah katanya.

Sekarang Yeonjun mulai berpikir, siapa yang dapat menjawab semua pertanyaannya tentang Karina?























.

.

.

“Pak, kalau tipe istri yang Bapak cari itu adalah seorang wanita karir. Lupain aja deh, Pak. Jangan Karina. Soalnya jauh banget, Karina gak bakal ada kepikiran buat jadi wanita kantoran.”

Chaewon mengoceh panjang lebar mengghibahkan kawan karibnya. Tak tahu saja ia kalau Karina yang sedang dalam perjalanan menuju kampus sudah bersin tiga kali di dalam helmnya.

“Tapi kalau Bapak nyari yang sekiranya bakal anteng di rumah, hobi masak, mau ngurusin anak, terus keibuan. Nah, saya bakal nempatin Karina di barisan paling depan.”

Yeonjun mengerutkan jidat. “Nggak salah, Chae?”

Mengacu pada ucapan Karina yang mengatakan bahwa Chaewon adalah bestie lengketnya dari SMA, Chaewon tentu bisa dijadikan sebagai narasumber terpercaya.

Kebetulan hari ini kekasihnya Soobin itu datang ke ruang dosen untuk bimbingan dengan Sakura. Begitu selesai, Yeonjun pun mengejarnya dan mengatakan bahwa ia perlu berbicara empat mata mengenai Karina.

Dan di sinilah mereka sekarang. Duduk berhadapan di kantin outdoor fakultas dengan dua gelas jus jeruk di atas meja.

“Terdengar mengada-ada ya, Pak?” kekeh Chaewon melihat binar keraguan itu. “Karina itu doyan makan, suka jajan, itulah alasan kenapa dia cukup mahir dalam memasak. Kalau soal ngurusin anak dan keibuan mungkin belum tampak ya? Tapi Bapak harus tahu, kalau cita-cita terbesar Karina itu adalah ingin menjadi seorang ibu yang baik.”

Yeonjun cukup terkejut mendengarnya. Karena dilihat dari casing luarnya, Karina itu jauh dari sosok keibuan. Kelakuannya juga slengean begitu.

Chaewon menambahkan. “Karina selalu bilang, kalau kelak dia ingin mengurus anak-anaknya dengan tangannya sendiri. Karena asuhan orangtua kandung dengan asuhan babysitter itu beda. Masalah nafkah, itu tanggung jawab suami. Makanya dia mematok kriteria tinggi dalam memilih calon pendamping. Intinya dia tidak mau anaknya kurang mendapat kasih sayang, jika kedua orangtuanya sama-sama sibuk mencari uang.”

Yeonjun terperangah. Bisa-bisanya Karina memiliki pemikiran yang sejalan dengan dirinya. Sulit dipercaya, tapi Karina hampir memenuhi semua kriteria yang dia inginkan.

Mungkin inilah maksud percakapan Irene dan Jennie waktu itu, yang mengatakan kalau dia dan Karina akan saling melengkapi. Orangtua mereka sudah tahu lebih dulu.

“Chaewon?” tiba-tiba ada Soobin menghampiri meja mereka. “Lo lagi ngapain berduaan bareng Pak Yeonjun di sini?” todongnya menuntut penjelasan. Api cemburu membara jelas dalam sorot matanya.

Chaewon malah ngang ngong ngang ngong karena kemunculan Soobin terlalu dadakan. Otaknya blank untuk membuat alasan. Belum sampai di sana, Karina dan Beomgyu kini ikut-ikutan muncul dengan sekresek tahu bulat di tangan.

“Pak Yeonjuuun~” dan semuanya semakin diperparah karena Giselle yang melihat sosok Yeonjun malah nimbrung walaupun tidak diajak.

Karina langsung menatap gadis itu dengan raut jijik yang dibuat-buat. Intonasinya saat memanggil nama Yeonjun tadi terdengar genit, dan ia tidak suka.

“Lo mau ngapain sih ke sini, Gi?! Ujug-ujug datang kagak diundang, jelangkung lo?!”

“Biasa aja dong, Rin. Gue cuma mau minta—”

“Ini lagi! Pak Yeonjun ngapain sih semeja bareng sama Chaewon?! Mana pake acara minum jus jeruk segala! Apaan sih?! Chaewon itu punya dia, Pak!”

Krik! Krik! Krik! Krik!

Soobin yang ditunjuk-tunjuk ganas oleh Karina dibuat cengo tak paham, begitupun dengan yang lainnya. Sampai akhirnya Beomgyu bersuara.

“Kok malah jadi galakan elo?”






























.

.

.

TBC

Mas Dosen || YeonRina [SLOW UPDATE]Where stories live. Discover now