Chapter 14: Awkward Moment

1K 123 5
                                    



Siang yang terik ternyata tidak mencairkan suasana antara Amaya dan Jonas. Sejak pulang dari KUA keduanya lebih banyak diam. Tidak ada celetukan jahil atau ungkapan kesal yang keluar dari mulut mereka. Baik Amaya maupun Jonas seolah tenggelam di dalam pikiran masing-masing. Apalagi, begitu tiba di rumah, Amaya malah seperti terusir. Ibu dan bapak bersikeras agar gadis itu tinggal di rumah keluarga Jonas.

Di sinilah gadis itu sekarang, terjebak di dalam kamar dengan nuansa coklat. Jendela besarnya biasa Amaya lihat dari seberang. Saat ini, gadis itu malah melihat ke arah jendela kamarnya yang tidak seberapa itu.

"Hmmm... mau minum apa?" Tanya Jonas tiba-tiba, memecah keheningan.

"Nanti aku ambil sendiri." Gadis itu menatap ke arah sang lelaki yang sepertinya sedang bersiap untuk pergi. "Mau kemana?"

"Kantor."

"Oh... oke."

Bingung, canggung, dan masih banyak lagi hal berkecamuk dalam diri Amaya. Mungkin Jonas juga merasakan hal yang serupa.

Lelaki itu mendekat ke arah ranjang, tempat Amaya sekarang duduk. Ia menghela nafas dengan berat. Kemudian mengulurkan tangan di depan Amaya.

"Salim," ucapnya. "Saya kan mau pergi."

Kening gadis itu mengerut, "emang harus?"

"Membiasakan dirilah. Nanti kalau di depan mami atau ibu kita cuek-cuek-an, apa nggak semakin pusing dapat ceramah?" Agaknya Jonas sudah memikirkan berbagai reaksi orang tua mengenai interaksi mereka ini.

Meski ragu, Amaya tetap meraih telapak tangan Jonas. Kemudian meletakkan punggung tangannya di kening. "Gitu doang kan?"

"Satu lagi." Sebuah seringai kecil tercetak di bibir Jonas. Lelaki itu beringsut lebih dekat ke arah Amaya.

Entah bagaimana, waktu seolah terhenti. Amaya dapat merasakan hangat hembusan nafas lelaki itu menyapu keningnya. Sebuah kecupan singkat mendarat di kening gadis itu.

"Sengaja ya?" Amaya bertanya dengan sengit.

"Latihan, Yaya." Kilah Jonas.

Tentu saja, Amaya tidak mau terima. Ia mendengus kesal. Gadis itu melemparkan guling ke tubuh Jonas. "Sana!"

Bagaimana dengan reaksi lelaki itu?

Ia terkekeh, puas sudah sedikit menjahili Amaya. Setidaknya kecanggungan yang menyelimuti mereka sejak selesai menandatangani buku nikah bisa sedikit mencair. Bagaimanapun, Jonas tidak suka terjebak di dalam rasa canggung seperti tadi.

Meski tidak akur, bukan berarti ia dan Amaya canggung satu sama lain. Tidak begitu seingat Jonas. Jadi, lelaki tersebut berusaha agar perubahan hubungan antara mereka tidak menciptakan jarak yang lebih besar.

"Saya balik ke kantor dulu ya," pamit lelaki itu.

Jonas beranjak dari tempat tidur. Namun, kembali lagi saat baru akan membuka pintu kamar. Ia membuka dompetnya dan mengeluarkan sebuah kartu ATM.

"Apa ini?" Tanya Amaya begitu menerima kartu tersebut.

"ATM untuk bersama. Nanti kita omongin soal operasional selama tinggal bareng." Jonas menjawab dengan santai.

"Kok aku yang pegang?" Gadis itu masih heran.

"Biasanya begitu kan, istri yang ngelola keuangan keluarga?" Lelaki tersebut menatap mata Amaya dengan dalam.

"Kayaknya gitu sih." Lagi, Amaya menunjukkan kecanggungan. Rasanya masih aneh menerima fakta bahwa dirinya menyandang status sebagai istri sekarang.

"Oke."

Love Over HateWhere stories live. Discover now