Chapter 12: Take It Easy

1.3K 156 11
                                    



Kalau di kantor, ada yang namanya istilah 'senyum karir'. Hal itu biasanya dilakukan para pekerja yang sedang menghadapi atasan, maupun kliennya. Nah, kalau senyum kepura-puraan dalam keluarga, Amaya tidak tahu istilahnya apa. Satu hal yang pasti, gadis itu sekarang sedang tersenyum palsu di depan mami Jonas.

"Pokoknya Yaya nggak perlu khawatir, Jojo itu nggak rewel kok soal makanan." Mami menuangkan sayuran ke dalam piring Amaya.

Iya, seperti kata Jonas sebelumnya, ia diminta makan bersama di rumah keluarga Jonas. Gadis itu pun mendapat sambutan sangat hangat ketika menampakkan batang hidungnya di pintu depan.

Sejak dahulu, Rina, mami Jonas, memang baik sekali pada Amaya. Sebagian besar mainan yang gadis itu punya saat kecil adalah pemberian mami lelaki tersebut. Katanya, mami suka lihat barang-barang anak perempuan, tapi karena hanya punya Jonas, maka barang-barang yang dibeli mami secara impulsif itu berakhir di rak mainan milik Amaya.

"Oh iya, mami sih nggak maksa, terserah kalian mau gimana, cuma jangan ada pikiran childfree ya, anak-anak." Mami masih melanjutkan ocehannya.

"Nggak, Mi. Cuma saya sama Yaya mau saling mengenal lebih lanjut dulu. Biarpun kenal dari kecil, tapi kita nggak sedekat itu." Jonas buka suara, menanggapi maminya.

"Walaupun mami sama papi sudah pengen gendong bayi, tapi nggak apa-apa, keputusan ada ditangan kalian soal kapannya. Cuma, jangan lama-lama." Arah pandang mami tertuju pada Amaya.

Inilah yang paling gadis itu tidak suka. Jika sudah terikat dalam pernikahan, maka ekspektasi lainnya menyusul. Seperti permintaan akan hadirnya cucu. Sungguh, ia tidak pernah terbayang terjebak dalam pembicaraan ini sekarang.

"Tadi, papi sempat ngobrol sama bapak kamu. Katanya, acara resepsi bagusnya bulan depan." Giliran papi yang duduk di meja makan paling ujung angkat bicara.

Amaya yang hendak menyuap makanan ke mulut, meletakkan kembali sendoknya ke atas piring. Gadis itu masih memasang senyum palsu. Ia menatap papi dan mami secara bergantian.

"Soal itu... mungkin aku sama Jonas perlu waktu, Pi. Kebetulan pekerjaan aku cukup sibuk dan nggak mungkin minta libur lagi. Jonas juga mau pindah ke kantor baru. Kayaknya, kita harus rencanakan sesuai kesediaan waktu. Nanti, aku ngomong ke bapak dan ibu juga. Maaf ya, mi, pi." Sejak tadi, Amaya sudah tidak tahan untuk menyuarakan isi kepalanya.

"Iya, mi, pi. Soal resepsi itu pasti akan ada. Cuma saya sama Yaya butuh waktu untuk selesaikan kerjaan." Jonas tentu saja mendukung Amaya seratus persen untuk masalah ini.

"Okay, terserah kalian," kata mami dengan suara tercekat.

"Minta pengertiannya ya, Mi." Amaya jadi tidak enak.

Gadis itu sangat paham jika mami menginginkan pesta megah dengan banyak tamu untuk putra semata wayangnya. Namun, ia juga tidak mau mengesampingkan keinginannya sendiri dalam membuat sebuah acara. Meski sempat berpikir untuk tidak menikah, diam-diam, Amaya juga punya bayangan tentang pesta pernikahan impiannya seandainya berubah pikiran.

Well, ia belum berubah pikiran. Namun, karena situasi dan kondisi yang memaksanya harus terikat dengan Jonas, maka keinginan untuk menggelar acara sesuai keinginannya bisa terwujud.

Sebagai seorang introvert, Amaya jelas ingin pesta sederhana. Tamunya cukup dari keluarga dan teman dekat saja. Lalu, ia mau lokasi pesta berada di tepi pantai dengan suasana santai.

"Maaf soal yang mami bilang tadi," kata Jonas.

Kini, makan malam telah usai. Sebagai menantu yang baik, Amaya pun menawarkan diri untuk mencuci bekas makan. Ia berdiri di depan wastafel dan menggosok piring-piring kotor dengan teliti. Sementara itu, Jonas mengambil posisi di sampingnya. Lelaki tersebut berinisiatif membilas piring yang sudah disabuni.

Love Over HateWhere stories live. Discover now