Bab 22: Broken again

8 1 0
                                    

Mencintai itu pilihan, dan pilihan itu adalah hal terberat karena memiliki konsekuensi masing-masing. Namun, meskipun begitu aku tak akan menyesal telah mencintai kamu.

___

SEPASANG mata dengan netra coklat gelap yang biasanya memancarkan binar kehangatan, kini memperlihatkan sorot dingin yang asing terasa. Bibir tipisnya yang biasa membentuk senyum manis saat bersamanya, kini hanya menunjukkan segaris lurus tanpa lengkungan. Sungguh.. tak butuh waktu lama bagi Artala untuk mengetahui suasana hati Nava tidaklah baik-baik saja.

Kini, masih di atap Kafe yang tersorot terik sinar matahari mereka berada. Agtama telah turun beberapa menit lalu, membiarkan pasangan ini memiliki ruang untuk berbalas kata.

"Kenapa, Va?" tanya Artala dengan suara pelan, meski tak nyaman, ia tetap bertahan menatap dalam kekasihnya itu di saat Nava membuang muka dengan helaan nafas yang keluar dari mulutnya.

Sesuatu dalam diri Nava pun seolah memberontak ingin melepaskan diri. Keinginan untuk meraih gadisnya dan mendekapnya erat seolah terhempas karena ego dan niatnya hari ini. Dengan berat bibirnya terbuka, mengucapkan kata yang ia sendiri tak ingin Artala-nya dengar.

"Let's break up, Ta."

Saat itu, segala hal di sekitar mereka terasa seolah berhenti. Kata yang terucap tiba- tiba dengan suara pelan tapi terdengar jelas di telinga, benar-benar seolah menikamnya. Menyakitkan, dan tak ingin ia percayai begitu saja.

Tapi melihat sorot serius itu, membuat segala harapan Artala meluruh.

"Kamu tau aku gak suka candaan kayak gini, Nava..." Artala berucap, dengan suaranya yang mulai gemetar dan kepala menunduk menatap lantai. Dengan ragu ia kembali mengangkat kepala, menatap lurus ke dalam mata laki-laki di depannya.

"Aku gak bercanda."

Lagi, Artala merasa kecewa akan kenyataan yang menimpanya. Ia memang menduga saat-saat menyakitkan ini akan terjadi, tapi tak ia duga akan terjadi secepat ini. Alasannya tentu ia pun tau dengan pasti, alasan yang membuatnya semakin marah pada semesta yang seolah tak membiarkannya bersama.

"Kamu tau, ini yang terbaik, Artala.."

"Kenapa?"

Nava terdiam, membuang muka di kala ia tak dapat menahan rasa sesak saat mata indah itu bersinar bukan karena binar, melainkan air mata yang mulai muncul. Air mata yang disebabkan olehnya, oleh Nava yang mengatakan sesuatu yang menyakiti Artala-nya.

"Kenapa Va?" tanya ulang gadis itu ketika Nava tak kunjung menjawab pertanyaannya. Ia lalu teringat atas kata-kata yang pernah ia baca, berasal dari Ciara yang diungkapkan melalui pesan singkat pada temannya.

"Karena Tuhan ya? Karena aku penyakitan juga?"

Artala menghela nafas jengah, kemudian melangkah lebih dekat. Namun sebelum itu, Nava telah lebih dulu berbalik dan melangkah menuju pintu.

"Apa gak bisa nunggu sebentar lagi, Va?"

"Nava!"

"Nava!!"

Langkah Artala yang hendak mengejar, terhenti di saat pintu besi itu tertutup rapat. Air mata pun langsung luruh, oksigen seolah terampas untuknya, membuatnya terdiam dengan rasa sesak di dada.

Hancur lagi satu dunianya.

Takdir dari Tuhan ini merebut kembali kebahagiaannya..

Setelah keluarga, kekasih, setelah ini apa lagi? Sesuatu apa lagi yang akan hilang darinya? Karena sekarang ia tau, semesta tak suka melihatnya bahagia, dan lebih senang melihatnya kehilangan satu persatu yang dipunyainya.

Never LeaveWhere stories live. Discover now