Bab 11: The Art

16 7 0
                                    

"Salah satu lelah tertinggi itu adalah mengalah walau tak salah."

____

KINI disinilah mereka berdua berada, di sebuah kafe yang tidak ramai. Duduk berhadapan sambil fokus pada kanvas di tangan masing-masing.

Artala tampak tak ragu-ragu memoleskan warna, menciptakan sebuah lukisan wajah manusia, seorang laki-laki. Sementara Agtama melukis dengan penuh kehati-hatian, meski hasilnya tak sesuai dengan yang diharapkan.

"Siapa yang lo lukis?" tanya Agtama, dengan pandangan fokus pada kanvasnya yang kini sudah berlukiskan seorang pemain biola, tidak jelek, tapi cukup bagus untuk seorang yang tak memiliki ketertarikan terhadap lukisan.

Artala terdiam saat mendengar pertanyaan Agtama, lalu senyum tipis kembali muncul di bibirnya sebelum akhirnya menjawabnya dengan suara pelan.

"Nava."

Satu nama yang mampu membuat Agtama terdiam, dan sedikit kecewa. Tapi.., memangnya apa yang salah? Gadis itu hanya melukis wajah orang yang dicintainya, yang selalu memenuhi pikirannya.

"Selesai deh, nanti kalo dilukis lagi malah makin parah," ucap Agtama lalu meletakkan kanvas dan kuasnya, dia terkekeh garing saat melihat hasil tangannya.

"Not bad but not good," ucap Artala saat melirik hasil lukisan Agtama.

Agtama memakan kentang goreng yang tadi mereka pesan, lalu bersandar pada kepala kursi kayu itu sambil memperhatikan betapa fokusnya Artala yang menciptakan gambar indah di atas kain kanvas itu.

"Cantik."

"Emang," jawab Artala yang mendengar gumaman itu, lalu ia mendongkak menatap Agtama.

"Mau," ucap Artala, membuka mulut membuat Agtama tersenyum lalu memasukan kentang goreng ke dalam mulutnya.

Keheningan melanda, Artala yang fokus pada lukisannya dan Agtama yang fokus menatap wajah cantiknya. Hingga akhirnya Artala memberanikan diri membuka suara.

"Lo punya cita-cita atau impian?" tanya Artala membuat seorang Agtama terdiam.

"Hm, yaa, gue punya."

"Apa?"

Agtama menghela nafas pelan, lalu memejamkan matanya, "jadi sukses?"

"Semua orang juga pasti mau kalo itu mah, dasar," cibir Artala membuat senyum itu kembali terbit.

"Jangan keseringan senyum deh kak."

"Kenapa?"

"Yaa gak kenapa-kenapa."

Artala kembali fokus pada lukisannya, meski sedikit tak nyaman dengan tatapan yang diberikan oleh Agtama.

"Jadi musisi sih, kayaknya. Tapi.., gak bisa," ucap Agtama membuat Artala menghentikan polesannya, lalu menatap Agtama.

"Kenapa?"

Agtama hanya menghendikan bahu, tak berniat untuk menjawabnya. Dan Artala pun terdiam, mempertimbangkan apa yang akan ia ucapkan.

"Gue kayaknya gak punya cita-cita deh.., kalaupun punya pasti gak bakal tercapai," gumam Artala dengan senyum mirisnya.

Never LeaveWhere stories live. Discover now