Bab 15: Kabur

21 7 0
                                    

___

"Keluargaku lengkap, tapi tidak cemara."
-Penunggu Kematian

____

RASA muak Artala telah mencapai batas kesabarannya. Tangannya bergerak mencabut jarum yang menusuk punggung tangannya, sehingga darah tercecer lalu menetes di lantai. Terasa sakit, tetapi tidak sesakit perasaannya saat ini.

Sudah empat hari dirinya berada di rumah sakit ini, tetapi selain dokter dan perawat, tidak ada orang lain yang membuka pintu lalu masuk untuk mengunjungi dirinya.

Orangtuanya, tidak pedulinya mereka benar-benar keterlaluan. Bahkan hingga tidak bisa menyempatkan hanya untuk mengirim pesan.

Hal lain yang benar-benar membuatnya hancur, adalah pesan dari teman-temannya yang mengadukan kedekatan Nava dan Ciara. Juga screenshot temannya yang melabrak seorang Ciara tanpa ia minta.

Sebuah foto yang dikirimkan oleh Ansella itu, sudah lebih dari cukup untuk memberikan gambaran lain seorang Ciara.

Ciara A'27:
"emang kenapa klo gue suka Nava? Salah?"

Ciara A'27:
"Lagian Nava jg mau putusin Artala, mereka beda agama."

Ciara A'27:
"Nava jg gk suka cwek penyakitan."

Brengsek. Sungguh keterlaluan. Karena itu, Artala kini memutuskan, ia tak akan berpura-pura baik lagi pada Ciara. Ia tak akan menyembunyikan rasa tak sukanya lagi pada Ciara.

Selama ini, Artala memang tak suka pada Ciara dan dirinya pun yakin bahwa Ciara pun sama. Mereka terlihat akrab, hanya untuk mempertahankan citra baik sebagai keluarga. Namun, sepertinya keakraban itu akan hancur mulai detik ini.

Pandangan Artala beralih pada jam yang menggantung di dinding, mwnunjukan pukul 3 sore ..., Harusnya mereka sudah pulang sekolah. Jaket yang berada di atas sofa ia ambil, lalu dipakainya dengan cepat. Tangan kiri yang kini teluka dan berdarah ia masukkan ke dalam saku agar tersembunyikan.

Sebenarnya, Artala pun tak tau apa yang sedang di lakukannya. Dirinya hanya muak, tak suka berada di tempat pengap ini, ia merasa sendirian dan kesepian.

Perlahan tapi pasti, akhirnya Artala keluar dari ruang rawatnya. Keberuntungan seolah sedang berada di pihaknya, karena sepanjang langkahnya di koridor ini, ia sama sekali tak berpapasan dengan tenaga medis manapun.

Hanya saja, ada beberapa orang yang menatapnya aneh. Wajar saja, gadis lemas yang tampak seperti orang sekarat berjalan sendirian, apalagi langkahnya terlihat pelan.

Artala melangkah melewati pintu darurat, ia memilih menuruni tangga dibandingkan lift yang banyak di gunakan orang.., lagi pula ia tak menyukai lift, membuatnya sesak.

Perlahan kaki Artala melangkah menuruni tangga, meski kini nafasnya seolah tercekik karena merasa lelah. Di tengah sepinya tangga ini, Artala menyadari, bahwa dirinya benar-benar sendiri.

Tak ada orang tua, mereka sibuk.
Nava? Pertemuan terakhir mereka yaa saat Artala masuk ke gedung rumah sakit ini. Dan Agtama juga.., orang yang membantunya pergi ke rumah sakit ini, sepertinya dia juga tak memperdulikan keadaanya.  Hebatkan Artala? Orang tua yang baik, ia tidak punya. Pacar setia, ia tidak punya. Hingga teman yang benar-benar teman.., juga tidak punya.

Temannya di sekolah seperti Ansella dan Agni? Itu benar-benar hanya teman di sekolah juga sosial media, diluar itu, Artala dan mereka hanyalah orang asing.

Meski telah terbiasa, tapi entah kenapa Artala terus mengharapkan kedatangan orang yang akan selalu menemaninya. Dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun keadaannya.

Never LeaveOnde histórias criam vida. Descubra agora