Bab 6: Dia temanku

10 7 1
                                    

_____

"Cinta itu bikin bego, buta. "

_____

UDARA dingin terasa menyapu kulit putihnya, membuat gadis itu menaikkan resleting jaket milik kekasihnya yang tentu kebesaran di tubuh kecilnya.

Artala menghela nafas, lalu menyandarkan tubuh ke kursi, setelahnya ia menoleh, menatap Nava yang fokus mengemudi dengan raut wajah yang terlihat.., kesal?

Artala berusaha mengabaikannya, memilih menatap hujan yang terlihat deras. Karena bosan, telunjuknya kini bergerak mengusap embun di permukaan kaca. Menggambar sesuatu di sana.

Menggambar sepasang mata lalu beralih menggambar hidung.., ia menggambar wajah seorang laki-laki.

"Ciara tadi dijemput supirnya?" Akhirnya Artala memberanikan diri memulai percakapan, ia sangat tidak suka dengan kecanggungan di sekitarnya, itu sangatlah memuakkan.

"Iya." Naka menjawab, dengan singkat dan nada yang mampu Artala tau penyebabnya.

"Kamu marah sama aku?" tanya Artala, kini menoleh, menatap Nava.

"Enggak." Satu kata itu terucap, tetapi raut wajahnya sama sekali tak berubah.

"Kamu marah tuh.., kenapa Varo?" Artala mulai berucap dengan nada lembutnya, juga panggilan andalannya untuk meredakan amarah seorang Nava.

Laki-laki itu menghela nafas, lalu sebelah tangannya bergerak menggenggam tangan Artala, menariknya ke wajah lalu menghirupnya dalam-dalam.

Mendapat perlakuan manis seperti itu, sontak membuat pipi Artala kembali bersemu. Ini bukanlah pertamakalinya Nava mencium tangannya, tetapi ia masih belum merasa terbiasa.

Jantungnya.., berdetak terlalu cepat, abnormal. Dan ia menyukai perasaannya saat ini. Candu.

"Kenapa Navaro Gintara?" tanya Artala dengan nadanya yang lembut, membuat seorang Nava menghela nafas pelan lalu melepas genggaman tangannya, dengan tatapan yang masih fokus pada jalanan.

"Aku gak suka kamu deket sama si Agtama-Agtama itu," ucap Nava dengan raut wajah yang sama sekali tak dapat Artala baca.

"Cuma temen kok."

"Yaa tapi aku cuma gak suka kamu deket sama laki-laki lain, Artala," ucap Nava dengan nada yang membuat Artala mengehela nafas jengah.

"Terus?"

Keheningan melanda, hanya terdengar suara mesin mobil juga hujan yang berangsur-angsur mereda. Dan kini, mereka berdua sama-sama sibuk bergelut dengan pikirannya.

"Jauhin dia, jangan temuin dia lagi."

Mendengar lontaran kalimat yang terucap dengan mudahnya, membuat Artala menoleh lalu menunduk, memilin jemari tangannya.

"Iya." Artala menjawab dengan pelan lalu membuang muka, lebih memilih menatap padatnya jalanan dibandingkan seorang Nava.

Mata kecil gadis itu terlihat mulai berkaca-kaca.., Nava mudah sekali mengatakan hal yang ingin Artala ucapkan sejak lama.

Never LeaveWhere stories live. Discover now