Part 03

14K 789 19
                                    

Carport yang kerap ditempati kendaraan roda empatnya, sudah diisi sedan mewah milik sang suami. Tentu, cukup mengagetkan.

Walaupun begitu, tetap diparkirkan mobilnya tepat di sebelah kendaraan Yama. Lalu, ia bergegas masuk ke dalam rumah.

"Dia sudah pulang?"

"Tumben jam segini." Sahima lanjut loloskan komentar karena masih merasa keheranan.

Tak biasanya Yama kembali ke rumah di sore hari, paling cepat malam, pukul sembilan.

Waktu sendiri masih menunjukkan jam enam sore, lebih sepuluh menit, di arlojinya.

Keanehan situasi ini terasa janggal. Ia perlu jawaban untuk memahami keadaan.

Sebab, kebiasaan Yama pulang malam, tak mungkin tidak dilakukan. Kecuali jika pria itu memiliki kepentingan begitu mendesak yang mengharuskan tiba di rumah lebih awal.

Perasaan Sahima mendadak kurang enak.

Apalagi, saat menginjakkan kakinya di ruang tamu, samar-samar didengar suara seorang perempuan. Ia berjalan semakin hati-hati.

Sempat dikira ada orang di sofa, namun mata tak menangkap siapa-siapa di sana.

"Selamat sore, Kak Sahima."

Seketika dirinya berdiri mematung di tempat, saat mendengar sapaan amat familier.

Dan ketika netranya sudah terpusat ke sosok Frasha Bintang, napas tercekat beberapa saat. Deburan jantung mengencang pula.

Ditengah keterkejutan yang membuat kontrol diri nyaris lepas, Sahima berusaha bersikap sopan dengan membingkai senyuman.

"Sore, Frasha." Suara bisa keluar untuk beri sapaan balik pada mantan kekasih suaminya.

"Maaf, aku masuk saat rumah sepi."

"Kenapa kamu kemari?" Sahima tentu harus bertanya. Ia tak suka tempat tinggalnya ada orang asing yang seenaknya datang.

Baginya, rumah adalah areal sangat privasi.

"Aku diminta Kak Yama untuk ambil pakaian karena nanti malam kami ada acara makan dengan semua staf kantor."

"Kak Yama nggak bisa pulang karena masih ada rapat dengan klien dari Solo."

Sahima diam dulu. Berusaha mencerna lebih dalam setiap kata diucapkan Frasha. Apakah mengandung makna ganda atau tidak.

Sebab, dari cara wanita itu berekspresi, raut wajah menampakkan kegelisahan, seperti tengah menyembunyikan sesuatu.

Sialnya, Sahima tidak tahu apa itu. Dan jika ia mengulik, maka akan kurang baik rasanya juga untuk ketenangan batin dan hati.

Segala urusan yang ada kaitan akan mantan kekasih suaminya, tidak akan menyenangkan.

"Apa kamu sudah mengambil pakaian Yama?"

"Belum, Kak Hima."

"Aku nggak tahu sandi kamarnya."

"Akan nggak sopan jadinya, aku masuk ke dalam tanpa seizin Kak Hima."

"Kami tidur terpisah." Sahima perlu merasa memperjelas situasinya dan sang suami.

Bahkan, mereka sudah pisah ranjang sejak tiga bulan pertama pernikahan. Yama yang mengusulkan. Ia pun menyetujui saja.

Mereka hanya akan berbagi ranjang, saat pria itu menginginkan hubungan intim. Tentu tak sering. Bisa dihitung dengan jari.

Kehamilannya adalah hasil percintaan yang terakhir, sekitar tiga bulan lalu.

"Masuk saja ke dalam kamar."

"Sandi yang dia pakai, ulang tahun kamu."

Mimik terkejut tampak jelas di wajah Frasha. Matanya memandang dengan sorot yang bertanya-tanya. Haruskah dijawab?

"Yama masih mencintai kamu, Frash."

"Wajar dia mengingat ulang tahunmu dan memakainya sebagai sandi kamar."

"Sandi handphone juga," imbuh Sahima.

Lalu, diembuskan napas panjang. Mencoba mengurangi rasa sesak di dadanya.

Menyakitkan obrolan ini untuk hatinya, tapi ia sendiri yang memilih melibatkan diri semakin banyak dalam pengungkapan kebenaran ini.

Frasha masih diam. Seperti belum bisa lepas dari kekagetan atas kata-katanya.

Jadi, Frasha selama ini tidak tahu? Padahal, Yama selalu bersama wanita itu.

Segala curahan perhatian juga hanya akan diberikan sang suami kepada Frasha.

Apakah wanita itu sungguh tak sadar? Atau hanya berpura-pura tidak tahu di depannya?

"Kami akan segera bercerai."

Tentang rencana besar yang akan dirinya dan Yama lakukan, sudah sepatutnya Frasha tahu sekarang guna bisa mengambil sikap.

Tak mungkin tidak senang bukan?

Karena Frasha terus bergeming tanpa beri satu patah kata pun tanggapan, Sahima pun menyimpulkan obrolan mereka telah usai.

Lalu, ia bergerak ke arah kamar Yama.

Menekan sandi yang terdiri dari enam digit angka dengan gerakan jemari-jemari cekatan, sebab sudah sangat dihafalnya.

"Apa Kak Hima rela melepas Kak Yama?"

Sahima seketika membalikkan badan selepas mendengar pertanyaan bernada lembut yang ditujukan oleh Frasha kepadanya.

Dipandang lekat mantan kekasih sang suami.

Lalu, kepalanya dianggukan dua kali. Kedua tangan ditempatkan di perutnya.

"Dia tidak mencintaiku."

"Itu artinya aku harus melepas dia."

.....................

Minta komennya dong kakak-kakak.

Ini momen kehamilan pertama Sahima ya. Sebelum dia keguguran.

Merebut Suami KembaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang