"Gak ada sayuran, gue belum belanja" Arun membalas sambil berjalan melewati Bio menuju dispenser untuk mengisi pancinya.

"Lo kan bisa beli" balas Bio.

"Ini buat gue bukan buat lo. Jadi tenang aja".

Mendengar perkataan Arun membuat Bio berbalik badan, "terus? Menurut lo badan lo itu kuat gitu? Iya?" tanya Bio heran.

Arun berjalan menuju kompor lalu menghidupkannya setelah meletakan panci. Pandangan Bio terus mengikuti arah gerakan Arun, "gue kira lo udah berangkat ke cafe, makanya gue mutusin buat makan mie. Nanti gue sayur didepan buat lo" balas Arun.

Tek!

Bio mematikan kompor tersebut dengan posisi dirinya berada tepat dibelakang Arun, "ckk, apaan sih?!" Arun mulai tersulut emosi dengan Bio melakukan hal tersebut.

"Beli sayur sekarang!" ujar Bio lalu pergi duduk di sofa yang berada didepan tv setelah mengatakan itu.

"Gue bilang nanti, selesai gue makan".

"Gue udah laper".

"Gue makan gak sampe dua jam loh!".

Arun menghentakan kakinya, "dosa lo, ngebentak suami" ujar Bio.

"Ngaca! Lo sendiri kelakuannya gimana!" balas Arun sambil melangkah pergi meninggalkan dapur untuk kedepan komplek. Dengan perasaan marah dan kesal Arun menutup pintu rumah tersebut dengan kencang.

Tanpa Arun sadari Bio menyunggingkan bibirnya saat melihat Arun keluar dari rumah. Hari ini Arun memang tidak ada kelas sedangkan Bio tidak pergi ke cafe. Namun mereka tidak mengetahui satu sama lain.

Bio menekan-nekan remot televisinya, namun sudah beberapa siaran dia lewati begitu saja. Entah siaran seperti apa yang Bio inginkan, yang pasti pandangannya lebih tertarik pada pintu didepan pandangannya saat ini.

Saat suara pintu dibuka, Bio dengan sigap langsung menghadap tv sambil mencoba menontonnya dengan serius. Sedangkan Arun yang baru saja masuk dan meliht Bio masih ditempatnya langsung membuat wajahnya masam kembali, emosinya seolah bersinergi kembali. Padahal saat berbelanja tadi, Arun merasa lebih bahagia dan tenang karena mengobrol dengan ibu-ibu yang lainnya.

Arun melewati Bio begitu saja lalu meletakan plastik yang ada di tangannya di meja dapur, "lo cuma beli itu?" tanya Bio.

Arun langsung berbalik badan dan bisa melihat dengan jelas Bio sedang duduk, ah bukan lebih tepatnya berdiri dia atas sofa dengan lututnya sebagai tumpuan.

"Cuma? Lo gak liat itu banyak!" balas Arun.

"Kangkung, sawi, apa itu satunya?" Bio mencoba menyebutkan sayuran yang ada diatas meja tersebut.

"Gue mau beliin pare, lo gak suka".

"Jangan pernah lo beli sayur itu!".

"Udah deh makanya jangan banyak protes. Gue mau makan dulu baru masak, jadi lo dimohon sabar!" ucap Arun lalu kembali menghidupkan kompor untuk memasak air untuk mienya nanti.

"Eh! Eh!"

Bio langsung turun dari sofa dan setengah berlari menghampiri Arun, "ishh! Apalagi sihh?!" tanya Arun dengan kesal.

"Gue juga udah laper ya, masa gue harus nunggu lama lagi. Gak!" tolak Bio.

"Ya terus? Gue udah laper banget, kalo keadaan gue kelaperan kayak gini gue gak akan bisa masakin lo. Makanya gue makan dulu" jelas Arun.

Bio menatap Arun, "ya udah kita ambil enaknya aja. Gue juga makan mie aja tapi ...".

"Lo bener-bener ya!"

"TAPI ... gue mau pake sawi ini. Campur" ujar Bio sambil menyodorkan satu ikat sawi pada Arun.

Arun masih menatap Bio dengan rasa tidak percaya. Arun langsung menarik sawi yang berada ditangan Bio dengan kencang. Arun langsung memotong sawi tersebut menjadi beberapa bagian.

"Harus lo pake semua tu sawi".

"Kebanyakan".

"Pokoknya gue gak mau tau! Harus lebih banyak sawi dari pada mienya!" ujar Bio.

Arun dengan kesal memotong satu ikat sawi tersebut hingga menghasilkan banyak sawi dihadapannya saat ini, "tuh makan noh sawi!" gumam Arun.

"Harus ikhlas kalo masakin suami biar dapet pahala" ujar Bio yang kini tengah duduk santai di meja makan.

Arun menarik napas lalu menghembuskan secara perlahan, "kalo lo mau dianggap suami, perlakukan gue juga layaknya istri" ucap Arun menohok.

Bio terdiam, hanya mata mereka yang saling bicara saat mereka berpandangan.

"Jadi lo mau lebih dari ciuman semalam?" goda Bio.

Arun yang tidak siap dengan pertanyaan tersebut langsung membulatkan matanya. Bagaimana mungkin Bio mengatakan hal tersebut dengan sangat enteng dan tanpa rasa malu.

Arun kembali terdiam bahkan untuk sekedar memalingkan wajah saja dia sudah tidak bisa, "jangan ngelamun lo, gue gak suka mie yang kematengan" ujar Bio.

"Lo pengidap Bipolar ya?" tanya Arun.

Entah keberanian dari mana Arun sampai mengeluarkan pertanyaan seperti itu langsung didepan orangnya. Sedangkan tidak kalah mengejutkan Bio langsung kembali memasang wajah masamnya saat mendengar pertanyaan tersebut.

"Kalo iya, lo mau apa?" balas Bio.

























Tbc.

WHY ME?//WHY NOT?Where stories live. Discover now