Empat

958 28 1
                                    

Selamat datang di duniaku.

Jangan lupa vote dan komen.

Selamat membaca!

.
.
.






Setelah selesai memasak, Salma menatanya di meja makan. Seperti pagi-pagi biasanya, jika Arun harus berangkat ke kampus Salma yang menyiapkan menu sarapan.

Arun bukannya tidak ingin membantu sang nenek, hanya saja Arun terlalu lelah saat harus bangun lebih awal apalagi semalam Arun pulang dari cafe hampir larut malam.

Arun keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi, "Sarapan dulu, Run" ucap Salma.

"Iya nek" ucap Arun dengan tersenyum malu.

Heh! Udah kayak tuan putri aja, hidup gue!

Arun menatap makanan didepannya, "Maaf ya nek, Arun gak bantuin nenek" ucap Arun sambil tertunduk.

"Nah, Gak apa-apa atuh. Kamu kan mau ke kampus terus kamu teh pulang kerja malem, pasti kamu capek. Udah makan nanti kamu kesiangan"

Arun menatap Salma lalu menuangkan nasi keatas piringnya dengan lauk sarapan pagi ini, "Motor kamu teh kemana?" tanya Salma.

"Dipinjem bos nek"

"Pak Broto pinjem motor kamu?"

Arun mengunyah makanan yang ada didalam mulutnya, "Bukan pak Broto nek, ini anaknya yang terakhir kalo gak salah. Dia yang pegang cafe sekarang" jelas Arun.

"Bio?"

"Kok nenek tau namanya?" tanya Arun heran.

Salma tersenyum, "Dulu waktu nenek dan kakeknya masih hidup, Bio sering dibawa pak Broto kesini. Bio dulu masih umur lima tahun, masih kecil"

Arun hanya menganggukkan kepala sambil menikmati makanannya, "Oh iya, kalo motor kamu gak ada. Kamu ke kampus naik apa?" tanya Salma.

"Arun dijemput Akbar, nek" balas Arun.

"Anak itu teh baik pisan, ya?" ucap Salma seolah menunggu persetujuan dari Arun.

Arun cengengesan namun tidak menjawab apapun pada sang nenek, bahkan untuk mengiyakanpun Arun tidak melakukannya.

"Dulu teh, nenek sempet kepikiran buat jodohin kamu sama Akbar. Kakeknya Akbar teh juga pernah kepikiran sama kayak nenek"

"Apasih nek, jodoh-jodohan segala. Kayak zaman dulu aja"

"Kamu gak suka sama Akbar?"

Arun terdiam kemudian meneguk air yang ada di gelas miliknya, "Akbar udah punya pacar, nek" balas Arun sambil meletakkan gelas tersebut.

Salma memandang Arun dengan tatapan yang sulit diartikan, sedangkan Arun masih memeriksa tas miliknya takut ada yang tertinggal.

Tin Tin

Suara klakson motor membuat Arun bangkit dari meja makan, lalu mencium tangan sang nenek. "Arun berangkat dulu nek" pamit Arun.

WHY ME?//WHY NOT?Where stories live. Discover now