BAB 29

2.8K 619 107
                                    

Aria sudah tahu konsekuensi yang akan di terima dari keputusan yang sudah diambilnya, karena sebelum ini gadis tersebut memang sudah mempertimbangkan segala kemungkinan. Termasuk dipandang dengan cara tidak menyenangkan lantaran bersedia menjadi pengganti sang kakak, seolah tak memiliki keinginan pun tidak bisa mengambil keputusan sendiri. Oh, dan bukan hanya dia. Gema pun demikian. Orang-orang bahkan mungkin memandang lebih buruk.

Namun lambat laun semua akan berlalu. Hanya masalah waktu. Satu atau dua bulan selepas gosip beredar, semua akan kembali baik-baik saja dan orang-orang tak akan lagi membicarakan keduanya. Yah, nasib tinggal di kampung yang hubungan antar tetangga masih sangat erat kendati jarak antar rumah berjarak memang begitu. Menjadi buah bibir sudah hal lumrah. Siapa yang mau disalahkan? Aria sendiri bahkan sering melakukan itu, menggosipkan orang lain juga. Jadi terima saja kenyataannya. Ia hanya perlu menutup telinga sementara.

Menarik napas panjang, Aria tatap dirinya di cermin. Ia sudah tampil lumayan manis dengan dress panjang dengan kombinasi brukat, yang dipadukan bersama pashmina berwarna senada. Bukan biru tentu saja, Gema pernah bilang kulitnya tidak cocok dengan warna tersebut saat pernikahan Amerta dulu. Kalau ingat kejadian itu, Aria masih saja dibuat kesal. Jadilah kali ini Aria memilih warna netral yang bisa membuat warna kulitnya lebih bersinar. Coklat karamel.

Merasa sedikit resah karena ini untuk kali pertama dirinya pergi dengan Gema ke acara cukup resmi sebagai pasangan, Aria merasa tak ingin keluar kamar saja. Andai ia boleh membatalkan sepihak. Sayang tidak demikian. Harni sudah mengetuk pintu di depan kamar dan menunggunya muncul. Harun juga sudah mewanti-wanti agar ia datang ke acara undangan yang dimaksud mengingat sang tuan rumah merupakan salah satu teman baiknya.

Baiklah. Aria menyerah. Percuma saja berusaha menghindar, toh hampir semua orang sudah mengetahui kabar ini.

Menarik napas dan mengembuskannya sekali lagi, Aria mengambil tas hitam dengan tali rantai kecil yang sudah disiapkan di atas ranjang dan mengenakannya.  Ia lantas becermin sekali lagi hanya untuk memastikan bedaknya tidak terlalu tebal pun gincu terpasang dengan benar di bibirnya yang lumayan penuh. Katakan tidak untuk pensil alis, eyeliner dan perona pipi. Bukan tidak ingin, hanya saja Aria memang tidak bisa melakukan itu. Pernah beberapa kali mencoba dan berakhir celaka. Bukan cantik, matanya malah perih kemasukan tinta eyeliner yang ke mana-mana. Alisnya juga menjadi tidak simetris. Pun ia tak pandai memilih warna untuk perona pipi. Alih-alih cantik, yang ada Aria malah mirip badut. Oh, badut bahkan mungkin masih lebih mending. Jadi cara teraman adalah hanya dengan memakai bedak secukupnya, sedikit maskara agar bulu mata lebih terangkat dan lipstik yang sedikit merah tapi tidak terlalu mencolok. Berbeda dengan Amerta yang pandai berias dan hampir memiliki segala jenis dan macam alat rias.

Ah, lupakan Amerta. Meski bersaudara, mereka jelas berbeda. Baik dari segi fisik atau sifat. Aria adalah cetak biru Harun, sedang sang kakak merupakan jiplakan Harni.

Memperbaiki lilitan pashmina, Aria siap berangkat. Segera ia berbalik dan membuka pintu. Dan Harni masih di sana, menunggunya dengan dua alis terangkat. Beliau kemudian meneliti penampilan si bungsu dari ujung kaki hingga kepala dengan tatapan menyipit, lalu mengangguk singkat dan menuntunnya ke depan.

Kebetulan yang akan pergi pagi itu hanya Gema dan Aria. Harun dan Harni tidak, karena mereka mendapat undangan akad kemarin malam. Pagi ini pesta resepsi katanya.

Di teras, Gema sudah menunggu. Lelaki itu tampil rapi dengan hitam dan sedikit corak cokelat di beberapa sisi. Celana bahan dan sepatu pantofel mengilap. Rambutnya diminyaki, membuatnya tampak bersih dan lebih tampan dari hari-hari biasa.

Melihat Gema saat ini, siapa yang akan menyangka kalau dia merupakan petani yang sering berjemur di bawah matahari? Sungguh, kesan tersebut tidak tampak sama sekali. Dia lebih cocok disebut kepala desa muda yang banyak digilai warganya.

Bukan Lagi Tentang RasaWhere stories live. Discover now