CHAPTER 22

6.3K 204 8
                                    

"Nona, anda belum memakan apa pun sejak kemarin malam."

Suara ketukan di balik pintu kayu tidak sedikitpun menggerakan tubuh Carly yang duduk lantai tepatnya di samping ranjang. Masih dengan setelan piyama, sudah dua hari Carly bagaikan patung tidak bersuara, tidak juga menangis. Ia hanya diam menatap foto- foto kemesraannya bersama Victor. Ia masih tidak terima pembatalan pernikahan mereka, semuanya terasa tidak adil bagi Carly yang sudah mencintai Victor setengah mati.

"Nona——"

"Pergi, pergi! Aku tidak membutuhkan apa pun!" teriak Carly mengusir pelayan yang menunggunya di depan pintu.

Setelah semuanya kembali sunyi. Carly mencoba berdiri dengan kaki telanjangnya, ia berjalan menuju laci nakas. Melihat sepasang cincin pertunangannya yang ia letakan di dalam kotak kaca, air mata Carly kembali jatuh. Ia merasa kecewa kepada dirinya yang tidak dapat menjelaskan bahkan membela diri.

"Aku tidak bisa menyerah akan hal ini begitu saja. Aku harus bangkit dan menyakinkan kembali Victor," gumam Carly menekan pinggiran meja sampai buku tangannya memutih.

Itu yang tertanam dalam dirinya hari ini. Hari yang cerah, Carly mencoba bangkit dengan kepingan hatinya yang telah hancur. Ia mencoba untuk mengumpulkan kekuatan dengan harapan dapat mengembalikan apa yang telah usai, tapi ia masih berharap— hanya berharap sebuah keajaiban itu kembali datang kepadanya.

Dengan langkah yang gontai ia mencoba berjalan menelusuri dinding kamar menuju ke kamar mandi. Tampil cantik adalah tujuan Carly sebelum, ia mengumpulkan keberaniannya untuk muncul di hadapan Victor.

Carly mencoba menghubungi Victor tetapi tetap tidak mendapatkan balasan, cara satu- satunya ia mendatangi mansion Victor. Sebelumnya ia mendapatkan informasi sudah dua hari ini Victor tidak datang ke kantor, Carly tau bahwa berita batalnya pernikahannya telah menjadi kabar yang menggemparkan.

"Tinggalkan aku disini, kau boleh pergi," ucap Carly mengusir supir pribadinya yang mengantar tak jauh dari gerbang mansion.

"Nona——,"

"Kau tidak mendengarkan apa yang aku katakan barusan?" lanjut Carly mencoba untuk  membuka pintu mobil.

Belum sempat Carly turun, matanya menangkap mobil mengkilap yang bisanya Victor gunakan keluar dari gerbang mansion. Carly membatalkan untuk turun, ia memilih untuk mengikuti mobil Victor. "Ikuti mobil itu," tinta Carly.

****
"Kenapa kau terus menatap ke arahku," gumam Ruby dengan mulut yang penuh dengan potongan roti.

"Kau terlihat sangat lucu. Apa aku salah?" balas Victor masih sempat- sempatnya mengusap sudut bibir Ruby lalu menjilat sisa saos.

Ruby merasa malu ia menahan senyumnya dan berusaha untuk bersikap bisa saja. Saat Victor melakukan hal manis yang membuat Ruby merasa melayang, ia mencoba menahan tangannya yang gemetar mengarahkan potongan roti untuk disuapkan ke mulut Victor. Dengan kedua tangan yang fokus memegang stir, Victor mendekatkan mulutnya dan menerima suapan dari Ruby.

Mobil yang di kendarai oleh Victor berhenti di satu rumah yang hanya memiliki satu tingkat dengan halaman yang luas. Entah, ini rumah siapa Ruby hanya mengikuti Victor yang turun terlebih dahulu lalu membuka pintu untuknya. Victor merangkul pinggang Ruby dan berjalan masuk menapaki taman luas  menuju ke pintu utama.

"Victor."

Ruby dan Victor sontak menoleh dan melihat ke arah pria yang berjalan dengan mengunakan tongkat. Ruby kembali mengikuti Victor yang berjalan mendekati pria tua itu, ia masih menerka- nerka dan masih berusaha untuk mengingat pria tua yang berdiri di hadapannya saat ini?

"Paman Liam," ucap Victor memeluk tubuh Paman Liam yang merupakan orang kepercayaan ayahnya.

"Kau datang bersama calon istrimu?" tanya Liam melirik ke arah wanita muda yang berada di belakang Victor.

𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐁𝐀𝐁𝐘 𝐁𝐎𝐘𝐒 𝐌𝐑. 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄Where stories live. Discover now