CHAPTER 38

3.8K 178 33
                                    

Setelah membaca pesan dari Noah. Ruby terdiam beberapa detik, ia sampai tak menyadari kedatangan pelayan kembali membawa obat pereda nyeri serta sajian sandwich. Dirinya masih terdiam dengan menatap ke arah layar ponsel yang telah redup dan mengelap. Lama sudah ia dan Noah tidak berkomunikasi, terakhir kali Ruby sempat mengabari Noah bahwa dirinya menerima beasiswa di Kanada. Berselang waktu lama mereka tidak lagi mengirim pesan maupun berkomunikasi, hampir lima tahun pria itu kembali muncul dengan mengirim pesan kepadanya.

"Apa aku harus membalas pesannya?" batin Ruby yang kembali mengaktifkan ponselnya dan melihat pesan Noah yang belum kunjung ia balas.

Tidak jadi membalas pesan. Ruby kembali meletakan ponselnya, dan meminum obat pereda nyeri sembari menyantap potongan demi potongan sandwich yang mengganjal perutnya. 

Tiba- tiba pelayan mendekatinya dengan membawa buket bunga mawar yang begitu banyak, sampai harus di angkut dengan dua pelayan wanita yang masih saja terlihat kesulitan. Ruby mengernyit, bingung dengan buket mawar merah yang di letakan di ruang tamu. Tidak hanya satu, tapi masih banyak lagi mawar- mawar segar dengan berbagai macam warna di letakan seperti simulasi membuka toko bunga didalam mansion.

Ponselnya kembali berdering, Ruby tersenyum melihat penelpon yang dirinya tunggu- tunggu sejak tadi. Jemarinya dengan cepat mengangkat telepon dari suami tercinta, matanya terpejam singkat serta mengigit kecil bibir bawahnya.

"Sayang, apa kau sudah menerima hadiah dariku? Semuanya sudah datang, kan?"

"Umh, mereka sudah datang memenuhi ruang tamu."

"Apa kau menyukainya? Aku tidak tau mawar warna apa yang kau sukai, aku membeli semua warna dan menurutku semuanya begitu cantik. Tapi semua bunga itu masih kalah cantik dengan dirimu."

"Aku yakin pipimu sedang memerah padam. Tidak sabar untuk kembali, lalu mengecupnya."

"T-tidak. Itu tidak benar, tapi terima kasih atas semua hadiah ini. Aku sangat menyukainya, walaupun aku bingung akan memindahkan mereka kemana setelah ini."

"Aku akan segera kembali."

Ruby tersenyum simpul, mengusap lengannya sendiri. Pipinya memanas, mendapatkan pujian kecil dari pria yang berada di seberang sana berhasil membuat Ruby merasa ingin terbang. Untung saja, Victor tidak dapat melihat raut wajahnya.

Sambungan telepon terputus. Sempat ia dengar decitan seakan Victor tidak terima untuk memutuskan sambungan telepon mereka, suaminya harus segera menghadiri rapat dengan para pemegang saham.

***

Tak terhitung berapa kali Victor melirik pada arloji yang melingkar pada tangan kirinya. Sekali- kali matanya melirik ke arah projector menampilkan perkembangan saham milik Victor yang terus mengalami kenaikan pada hotel RJ yang ia dirikan untuk Ruby. Bahkan terang- terangan Victor mendapatkan tawaran dari beberapa investor dari belahan dunia, mereka amat sangat tertarik untuk bergabung dan bekerjasama di bawah naungan perusahaan Antony yang telah menjadi sorotan kesuksesan selama beberapa tahun.

"Berapa lama lagi aku harus menunggu," batin Victor memainkan pen spinning serta kaki yang terbuka lebar.

Sorotan matanya memperlihatkan tatapan dingin mengintimidasi, hanya Jaxon yang terbiasa dengan semua ekspresi Victor. Jaxon tepat berada di sisi kirinya, menulis ringkasan rapat mereka hari ini.

"Mr. Antony. Apa anda setuju dengan usulan yang saya berikan?"

"Terima kasih Mr. Hartley. Mengenai kesepakatan yang kau tawarkan kepadaku, dengan berat hati harus aku katakan. Bahwa aku harus  diskusi dengan istriku, dia pemilik hotel itu. Aku hanya sebagai pemegang sementara saja," balas Victor dengan nada yang sangat tenang tapi membuat semua orang yang berada di ruang rapat mengangguk kecil serta terlihat menahan senyum mereka.

𝐒𝐄𝐂𝐑𝐄𝐓 𝐁𝐀𝐁𝐘 𝐁𝐎𝐘𝐒 𝐌𝐑. 𝐁𝐈𝐋𝐋𝐈𝐎𝐍𝐀𝐈𝐑𝐄जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें