bagian 19.

43 3 0
                                    

Sempat ragu keluar dari mobil yang ia tumpangi. Tak Jin-ah duga bila rumah yang akan ia datangi bakal semewah ini.

Untuk sampai disini saja dia harus melewati taman indah sejauh ratusan mil. Beberapa gerbang yang ditandai pos jaga dan kini dihadapkan pada bangunan kokoh nan megah dengan dinding marmer menjulang. Banyak patung emas berwujud dewa Yunani berbaris sebagai pembuka jalan menuju pintu masuk hunian Keluarga Han. Tak kalah menarik perhatian adalah bunga-bunga indah bermekaran yang dihinggapi kupu-kupu. Lagi, para maid menyambut dan membukakan pintu bagi tuan mudanya.

"Jangan gugup. Santai saja." Ujar Daesung pada Jin-ah yang tampak tegang berjalan berdampingan dengannya tanpa saling bergandeng tangan.
Pria berwajah lugu itu membuang muka, merutuki ulah sang kakak. Sudah pasti perbuatan Minah. Dia membuat sambutan berlebihan. Padahal kemarin sudah Daesung ingatkan untuk membiarkan semua berjalan normal.

_

"Selamat datang." Anak perempuan Han antusias menyambut Jin-ah, memberinya pelukan.
Tak hanya dari Minah, Jin-ah juga disambut anggota keluarga lain seperti NJ, sang kakek dan suami dari Minah. Orang-orang itu berusaha memperlakukan dia sangat-sangat baik. Membuatnya tersenyum dengan berbagai cerita terkait Daesung. Sama seperti yang satu ini.

"Kau tahu julukan adikku saat dia berusia muda? Bukan kami yang memberinya julukan itu. Melainkan teman-teman dekatnya. Pria es?! Bukan." Minah menjawab pertanyaan yang ia ajukan.

"Teman sebayanya memberinya julukan orang pohon. Konyol kan?" Minah bercerita sembari memandangi wajah Daesung yang merona dengan pandangan menunduk.

"Kenapa membuat aib adikmu disini." Kekeh ayah Han. "Jadi, apa kau nyaman bersama putraku yang sekaku ini?!"

"Ayah!?" Protes Daesung_ tak tahan dengan kelakuan sang kakak dan ayahnya. Mereka sama sekali tak membantu. Harusnya ceritakan sesuatu yang membuat harga dirinya naik, ini malah kebalikan. Hal yang sudah dia lupakan sengaja diingatkan."

"Sudah.. sudah Bi, kakek! Lihat wajah paman kecil. Kalian mempermalukan paman dihadapan calon bibi kecil." Timpal NJ.

Kehadiran maid senior membisikkan sesuatu pada Minah membuat pembicaraan ringan di ruang tamu itu terhenti sejenak. Wanita yang mengenakan seragam maid itu berlalu setelah mendapat anggukan kepala dari Minah.

.

.

Sampai sejauh ini segalanya berjalan baik. Perbincangan ringan diruang tamu hingga acara makan malam berakhir. Dari segala kemulusan yang diterimanya tersimpan ketakutan di sanubari Jin-ah. Dia bertanya-tanya, apakah mereka masih akan bersikap baik padanya ketika tahu masa lalu nya? Dapatkah dia diterima di keluarga yang memiliki begitu banyak kehangatan. Berkumpul bersama orang-orang baik ini membuatnya enggan kembali ke posisinya. Bolehkah bila dia mendambakan menjadi bagian keluarga ini? Mata indah itu memandangi satu persatu mereka yang tengah menikmati cemilan ringan sembari bertukar cerita.

"Adik naif.. kau hanya akan jadi penyimak? Lakukan sesuatu, kenapa kekasihmu lebih seperti tamu kami daripada tamumu." Keluhnya. "Ajak dia ke kamarmu." Bisik Minah pada saat Jin-ah berbincang ringan dengan tiga anggota keluarga lain.

Menyinggung soal kamar saja sudah membuat adik lugunya merona merah. Memangnya berapa sih usia anak ini? Geleng Minah. "Hey, memangnya apa yang kau pikirkan? Aku tak memintamu melakukannya sekarang. Cukup tunjukkan ruang dimana setiap malam kau menghabiskan waktu. Kau ini benar-benar payah. Hal semudah ini pun tak tahu." Dongkolnya, menyikut lengan sang adik yang duduk bersebelahan dengannya.

_

Atas saran sang kakak, Daesung mengajak Jin-ah ke kamar. Di ruangan ini keduanya diam seribu bahasa. Minah yang memang punya sisi kepo itu mencuri dengar dari pintu kamar yang tertutup rapat. Namun tak ada suara yang tertangkap dari indera pendengarnya. Entah karena dinding dan pintu yang ingin melindungi privasi di empu, Minah hanya mendapati kesenyapan.

Imperfections (On Going)Where stories live. Discover now