bagian 6.

53 6 0
                                    

Pertama menginjakan kaki di tempat tinggal Dae-sung mengingatkan Big-shot pada awal semula ia berada dalam ruang tahanan. Gelap. Bau. Menyesakkan.

Pakaian kotor berserakan dilantai, mangkok instan mie dan bekas bungkusan makanan cepat saji lainnya turut tergeletak di atas meja kecil yang letaknya disisi kiri dinding. Kaleng minuman berperisa terbaring_ menyebabkan ceceran isi menggenangi lantai dan kini jadi jatah makanan para semut pejuang.

Menengadahkan kepala, Big-shot bisa melihat laba-laba memberi salam atas kehadirannya. Serangga menjijikkan itu seolah melambaikan tangan menyambut hangat. 'Selamat datang pecundang.'

"Tunggu apa lagi? Masuk. Anggap saja seperti rumahmu." Pastinya Daesung pun canggung. Untung dia punya alasan tepat, membiarkan gadis penyamar ini tinggal sendiri. Pekerjaan malamnya. Sebelum kembali, keduanya pun telah mengisi perut kosong.

"Nanti malam aku tidak pulang. Kunci saja pintunya." Begitulah ujarnya. Selain rasa bersalah, Dalam hati Big-shot lega. Malam ini dia menguasai sendiri tempat ini. Tak perlu was-was.

Keesokan saat pulang, Daesung sudah merasakan perbedaan energi. Udara yang ia hirup jauh lebih sejuk. Lantai sudah mengkilat. Sampah makanan sudah dibersihkan. Pakaian berserakan kemana perginya?

Samping dinding tempat Daesung berdiri terpaku, ia menemukan kantung plastik berisi tumpukan pakaian kotor. Canggung, tersenyum kaku ia menyentuh tengkuk. Aku akan membawanya ke laundry. Begitulah ujarnya.

Beberapa langkah kian masuk, ia menemukan hal lain. Dinding tempat ia biasa menyandarkan kepala saat malam hari pun telah berubah warna. Pagi ini lebih terang. Biasanya sisi itu berwarna gelap, mungkin karena berlama terkena keringatnya. Sekali lagi ia menyengir.

"Aku membawakan mu sarapan. Makanlah." Bungkusan kecil yang tadi ia tenteng, kini Daesung letak di atas meja. Tangan Big-shot yang masih merapikan alas tidur, sesaat berhenti.
"Terima kasih." Ujarnya.

"Ya."

Malam kedua, Big-shot masih bermalam seorang diri.

Hari ketiga, kondisi rumah sudah lebih_ lebih baik lagi. Selagi Daesung menguasai rumah, Big-shot meminta ijin keluar. Mencari tempat yang mungkin membutuhkan tenaganya.

Kembali saat sore menjelang malam, ia tak lagi menemukan kehadiran si pemilik rumah. Daesung pasti telah pergi bekerja. Atau, bisa saja pria itu mencari alasan untuk menghindar bertemu dengannya.

Di atas meja, Big-shot mendapati brosur pencari tenaga kerja. Lagi, makanan cepat saji dari restoran ayam goreng.
Tanpa sadar sudut bibir Big-shot tertarik keatas. Dari lubuk hati terdalam, ia amat berterimakasih. Terlihat cuek, tapi sebenarnya Daesung perhatian.

Membuka isi kemasan, Big shot meraih potongan paha ayam, menggigitnya. Hatinya berkata, pasti ia akan membalas kebaikan Daesung.

_

Ditempat berbeda,
yakni tempat Rose menyesali perbuatan. Wanita tambun itu melipat kertas dan menyelipkannya dalam amplop. Saat melakukannya ia tersenyum menang. Tak ada yang tahu, hal sebenar yang ia pikirkan.

_

Ditengah luasnya taman sungai Han, sepasang insan bergandeng tangan menyusuri jalanan beraspal. Mereka adalah Ji-hyun_ Jae-min. Hari ini pekerjaan pria itu lebih awal selesai. Ia menyempatkan diri membawa kekasihnya jalan-jalan.

"Sudah lama kita tak melakukannya." Pandangnya sekilas pada gadis disampingnya. Gadis itu mengangguk dan sedikit menyandar padanya. Keduanya berhenti sejenak, pria itu memainkan anak rambut yang menutupi kening Ji-hyun. Keduanya tersenyum bahagia.

Dalam senyuman itu, tiba-tiba ketakutan hinggap di hati Ji-hyun. Selama berkencan, keduanya sama sekali tak pernah terlibat pertengkaran. Ini tidak baik. Ada yang salah.

Imperfections (On Going)Where stories live. Discover now