bagian 14.

38 5 1
                                    

Duduk ditepian ranjang rawat inap, Jin-ah memperhatikan Ji-hyun mengemas pakaian. Sebentar lagi Jae-min akan kemari menjemput mereka. Jin ah tak bersemangat. Kembali ke rumah paman, sangat berat baginya.

"Tidak bisakah aku pulang ke rumah saja?" Rumah yang dimaksud yakni tempat tinggal Jin ah bersama Shinhwa.

"Kakak bicara apa? lupa apa yang sudah kak Shinhwa lakukan? Tidak sakit hati? Ingin sekali ku tonjok wajah kak Shinhwa. Pria keparat itu_" Termakan emosi, Ji Hyun menekan-nekan pakaian Jin ah ke dalam tas pakaian.

"Aku tak apa-apa. Sebenarnya kak Shinhwa dan aku_" Jin ah bimbang, antara memberitahukan atau tetap bungkam.

"Apa? Jangan katakan kakak dan kak Shinhwa siap bercerai. Tidak, begini juga lebih baik."

Menggeleng, Jin ah berujar,
"Kak Shinhwa sebenarnya tidak terlalu buruk. Dia memperlakukan dengan baik. Maksudku_" memperhatikan reaksi saudarinya.
"Bukan berarti aku membenarkan perbuatannya, tapi_ " menjeda, lalu melanjutkan_ "sudahlah."

Cklek.

Pintu dibuka dari luar.

"Sudah berkemas? Ayo!"

"Jae-min, kau antarkan saja Ji-hyun. Ada yang harus ku bicarakan dengan kak Shinhwa."

"Kakak!" Tanpa sengaja, oktaf suara Ji-hyun meninggi.

"Aku akan mengantarmu menemuinya lalu mengantar Ji-hyun pulang." Pria berkulit cerah itu meraih tas diatas ranjang. "Tunggu apa lagi, ayo!"

_

Di dalam mobil_ Ji Hyun dan Jin ah sama sekali tak bicara. Lebih tepatnya Jin hyun marah, mengabaikan setiap ucapan yang keluar dari mulut Jin ah dan Jae-min. Dia kesal pada pamannya dan sekarang pada Jin ah. Kenapa keduanya sama-sama keras kepala. Tidak menerima nasehat.

_


Kantor lapas.

Menahan kedongkolan, Goong-min meyakinkan diri_ ini adalah terakhir kali dia menginjakkan kaki menemui wanita gila berambut ikal. Siapa lagi kalau bukan Rose. Mengumpat dalam hati, dia berharap wanita itu segera bertemu ajar. Akan sangat baik kalau seseorang berhasil menghabisi Rose. Rose itu sejenis wanita baja, sulit disingkirkan. Parahnya wanita itu seperti berusaha mengendalikannya. Dia pikir dia siapa? Seenak hati meminta temu.

"Apa lagi kali ini!?"

"Tak mau duduk?" Bukan Rose namanya kalau takut pada Goong-min. Tak peduli pada raut busuk si pria, santai~Rose meraih cangkir teh dan menyerut isinya.

"Bisa tinggalkan kami sebentar?" Pintanya pada staf yang berada disana.

"Tidak perlu." Sentak Goong-min.

"Baik. Terserah padamu saja. Asal jangan menyesal." Ancam Rose.

CK.
"Berani mengancam ku?" Berkacak pinggang, Goong-min menempatkan bokong di seberang Rose duduk.

"Pergilah!"merujuk pada staf.

Rose tersenyum remeh. Menjambak rambut, ia berkata,"bodoh, kau masih tak tahu siapa Jin-ah?"
Dia berhasil membuat mata Goong-min membelalak. Dikatai bodoh. Wanita buruk ini benar-benar membuatnya naik darah.

"Ceraikan istrimu! Lalu aku akan jujur padamu."

"Ku pikir kau hanya wanita gila. Ternyata kau benar-benar tak tertolong. Membusuk saja disini." Goong-min beranjak.

"Jin-ah putri kita."

"Apa? Katakan sekali lagi!"

"Gadis yang berulang kali berusaha kau singkirkan, dia putri kandungmu."

Imperfections (On Going)Where stories live. Discover now