bagian 11.

37 4 0
                                    

Wonju.

Setelah cukup lama menatap layar handphone, Jin-ah akhirnya memperhatikan jalan. Menemukan jalan yang tak seharusnya mereka lalui, ia pun bertanya pada pria yang sedang mengemudi_ yang sudah menemaninya selama ia bergabung di perusahaan. Namanya Lucas.

Tersenyum tipis, pria bermata besar itu menyahut, "Membawamu pada kebahagian. Karena kau sudah membawaku pada kebahagiaan, maka kau pun harus bahagia."

Lucas menyadari sejak datang bekerja, hingga saat ini Jin-ah begitu pendiam. Pada waktu-waktu sebelumnya, kalau suasana hati Jin-ah sedang buruk, ia akan meminta Lucas membawanya ke Wonju. Melewati jalan kecil_ menuju tempat yang selalu membuat Jin-ah betah berlama tanpa melakukan sesuatu. Hanya mengamati rumah kosong.

"Tapi__"

"Kenapa?"

"Tidak apa-apa." Memperhatikan setiap sudut jalan yang dilalui, Jin-ah seperti mengucap perpisahan. Di masa mendatang tempat ini hanya akan tinggal kenangan. Jin-ah juga tidak tahu apa yang ia harapkan dengan datang ke tempat ini. Dia hanya menikmatinya. Namun untuk ke depan tak boleh lagi terjadi hal seperti ini. Kalau sampai bertemu Daesung disini, apa yang akan pria itu pikirkan. Meski kemungkinan pria itu kembali adalah 0,1 tapi tetap saja ia tak pantas muncul ditempat yang bukan tempatnya.

"Kita sampai." Teman yang datang bersama Jin-ah menyadarkannya dari lamunan.

Entah kenapa untuk saat ini, Jin-ah tak menikmati keberadaannya disini. Mungkinkah karena langit mendung? Atau hanya karena suasana hatinya sedang buruk. Entahlah. Jin-ah tidak berminat melakukan apapun.

Dering ponsel Lucas kembali menyadarkan lamunan Jin-ah. Hari ini Jin-ah sungguh banyak melamun.
Tapi kini tak lagi. Dalam diam Jin-ah memperhatikan pria yang sedang terlibat pembicaraan. Pria itu akan segera menikah. Mungkinkah sebab itu wajah Lucas tampak berseri? Batin Jin-ah.

"Pergilah!" Sela Jin-ah. Lucas tak menyangka Jin-ah akan mengijinkan. Padahal dia baru kembali dari tempat tersebut.

Dari percakapan ditelpon, Jin-ah mendengar bahwasanya calon istri pria tersebut meminta diberikan sesuatu. Jin-ah mengijinkan karena calon istri Lucas sedang mengandung buah cinta mereka. Jin-ah bisa mengerti kenapa ia hendak bermanja.

"Lalu, bagaimana denganmu?" Sambungan telpon masih belum terputus. Hanya sebentar, Lucas berbicara pada Jin-ah.

Pergi saja. Selesaikan urusanmu. Begitulah mimik yang terbaca pada bibir Jin-ah, meski gadis itu tak mengucapkannya. Oleh sebab itu ia pun mengiyakan. Menyanggupi permintaan sang kekasih.

"Sungguh tak apa-apa?" Sekali lagi pria itu ingin memastikan. Ketika berada dijalan utama beberapa peringatan tentang cuaca ekstrim telah diiklankan. Bagaimana mungkin dia meninggalkan atasannya ditempat ini. Kalau tiba-tiba hujan, angin badai, dia harus bagaimana?" Pria itu berpikir.

Berdecih, Jin-ah berujar,
"Apa yang kau tunggu. Jangan cemaskan aku. Aku akan baik-baik saja." Tahu akan kecemasan Lucas, Jin-ah berkata kalau dia bisa berlindung di rumah tersebut kalau saja angin topan benar datang. sembari menunjuk ke arah dalam.

Setelah meyakinkan pria yang nampak ragu itu, Jin-ah menuruni mobil. Lucas masih tidak bergerak meski tangan Jin-ah mengisyaratkannya segera pergi. Tersenyum kecil, akhirnya Lucas mengangguk. Merasa beruntung bekerja untuk orang sebaik Jin-ah. Tak peduli bagaimana orang-orang ditempatnya meremehkan gadis ini, Lucas percaya Jin-ah orang baik.

"Ini tidak akan lama. Jangan menunggu diluar. Masuklah."

"Eoh. Pergi sana."

.

Karena Lucas, pada akhirnya untuk sekian lama Jin-ah dapat menginjakan kaki di rumah yang pernah ia tinggali bersama Daesung. Begitu pintu dibuka, ia dapat menghirup udara berbau debu bercampur pengap yang entah kenapa masih membuatnya tersenyum, memejamkan mata dan menikmati.

Imperfections (On Going)Where stories live. Discover now