Perutnya bergemuruh lapar, rasa perih menjalar di perut kirinya. Rasanya Ello ingin menangis saja, namun ia tak mau di anggap cengeng. Ayahnya akan makin memarahinya jika ketahuan menangis.

"Heh bodoh! Belikan istriku garam di depan! Awas saja kau mengadu pada tetangga masalah di rumah!" Ello menoleh ke arah sang Ayah yang datang membawa selembar uang lima ribuan.

"Iya Ayah," sahut Ello lemas.

"Cepat pergi!" Sentak Ayah Ello di selingi tendangan yang mengenai paha kecil Ello.

Dengan langkah tertatih Ello menyusuri belakang rumahnya menuju warung terdekat. Sepanjang jalan Ello hanya bisa meringis merasakan nyeri pada sekujur tubuhnya.

"Bibi Ello beli galam catu," begitu sampai Ello langsung memesan pesanan Ayahnya.

Wanita paruh baya yang terkenal judes di komplek perumahan itu menatap iba Ello yang tampak pucat. "Hei, kau belum makan ya? Kenapa wajahmu pucat sekali?" Walaupun tak tahan dengan bau tubuh Ello, wanita itu masih sedikit berbaik hati bertanya keadaannya.

Ello menggeleng, "Ello dingin caja Bi, tadi Ello dan mam di lumah," bohongnya dengan senyum manis meyakinkan.

"Ah sudahlah, ini garamnya," wanita itu menerima sodoran uang Ello dan memberikannya kembalian dua ribu rupiah. "Perhatian jalanmu, sebaiknya kau istirahat saja, kenapa harus bocah itu yang membeli garam, dasar orang tua aneh." Cemoohnya.

Sesampainya di rumah, Ello langsung memberikan garam itu pada Ayahnya. Ia bergegas menuju gudang belakang tempatnya tidur. Rasa lelah dan sakit menggerogoti tubuhnya. Ello sangat ingin tidur sekarang.

Baru saja ia terlelap, sosok pria paruh baya datang mendobrak pintu gudang. Wajahnya menahan emosi melihat tubuh kecil itu terlelap damai. "Bocah sialan! Beraninya tidur jam segini!"

"BANGUN!" sekali tarikan, tubuh kecil Ello terpental membentur tembok. Seketika pusing menderanya. Matanya berkunang-kunang, melihat tatapan marah Ayahnya Ello hanya bisa tersenyum tipis. Ia salah apa lagi sekarang?

"BOCAH EDAN! BERANINYA TIDUR JAM SEGINI! KAU LUPA MENJEMUR PAKAIAN YANG KAU CUCI ITU? KAU KIRA SIAPA DIRIMU HAH!" Telinga Ello rasanya panas oleh suara menggelegar sang Ayah dan jeweran di cuping telinganya.

"Maaf Yah," lirih Ello menahan sakit.

"MAAF KATAMU! PERGI SANA JEMUR SEKARANG JUGA!"

"Ello pucing," adunya berusaha meminta belas kasihan sang Ayah.

"PEDULI SETAN! MAU KAU MATI SEKALIPUN AKU TAK PEDULI! CEPAT SANA!"

Tangisan yang Ello tahan akhirnya tumpah. Acap kali sang Ayah mengeluarkan kata-kata kasar hatinya terasa sakit. "Hiks... Tenapa Ello di malahi? Lacana cakit," isaknya pedih.

Anak itu menghapus air matanya dengan cepat. Ia tak mau sampai ayahnya marah lagi. Kakinya yang terasa nyilu ia paksakan berjalan, dengan tangan bergetar Ello menuju halaman belakang untuk menjemur pakaian.

Air matanya merembes jatuh mendengar suara tawa Kakaknya yang tengah bercanda dengan sang Ayah. Rasanya Ello sangat sedih. Sudah lama ia ingin merasakan bagaimana pelukan Ayahnya, rasanya bermain bersama Ayah. Tapi semuanya hanya mimpi. Ayah hanya menyayangi Kakak dan tidak menyukai Ello.

"Kenapa kau menangis?! Kau iri dengan putraku yang di manja ayahnya?" Hampir saja baju yang di pegang Ello jatuh begitu mendengar suara sinis sang Ibu.

"Ibu," lirih Ello.

Telunjuk berkuku runcing itu menudingnya. "Jangan panggil aku Ibu! Aku bukan ibumu! Kau itu hanya anak tiri tak berhaga di mata ku!" Ujarnya pedas.

Nyutt

Lagi-lagi hatinya sakit. Jadi benar ya, Ello bukan anak Ibu. Lalu kenapa Ibunya tidak membawanya pergi?

"Ibumu itu jalang! Pergi bersama selingkuhannya entah kemana. Sialnya suamiku harus menampung anak tak berguna seperti mu ini!"

Mata Ello berkaca-kaca menahan tangisannya. Ia memang sering mendapat ucapan sinis ibunya, tapi kenapa baru sekarang Ello merasa sakitnya.

"Tenapa Ibu nda bawa Ello pelgi?" Lirihnya kecil namun masih di dengar Ibu tirinya.

Tawa kecil terdengar dari bibir berlipstik merah itu. "Karena kau tidak berharga! Tak ada yang peduli kau hidup atau mati, itu sama saja di matanya!"

Sepeninggal Ibunya, tubuh Ello meluruh di tanah. Anak itu menangis dalam diam sambil memukul-mukul dadanya yang terasa panas. Apa jika ia pergi Ayah dan Ibunya akan senang?

"Ibu," lirih Ello sedih. Anak itu bertekad akan mencari ibu kandungnya. Ia yakin pasti ibunya mau menampungnya.

"Ibu pati mau lawat Ello tan?" Gumamnya pelan. Ello terlalu naif dengan pikiran polosnya. Anak itu bahkan melupakan lontaran kata-kata ibu kandungnya siang tadi saat bertemu di jalan. Lalu apa mungkin wanita itu mau merawatnya? Terdengar mustahil.

TBC

Gimana? Suka nggak sama cerita Ello?
Jangan lupa Vote komen biar semangat nulisnya hehe

Segini dulu ya kapan-kapan lagi papaii 💐

With Luv

Taya

Ottello OsterioWhere stories live. Discover now