16

2K 70 0
                                    

Belasan hingga puluhan bulan hingga terhitung tahun keenam sejak kepergiannya dari pelarian, sudah Kanaya lalui, segala suka, duka, sulit dan rasa sakit selama kehamilan pertamanya. Berjuang seorang diri, mencoba kuat dan bertahan tanpa sosok yang bisa dirinya jadikan sandaran.

Seorang gadis kecil yang lucu tengah bermain dengan dua kuncir dibagian kanan dan kiri kepalanya. Ia tengah berlarian dengan tangan yang menggenggam tongkat gelembung. Setiap langkahnya akan keluar gelembung bulat dari ujung tongkat tersebut.

Lucianna Aislin, putri kecilnya kini tengah tertawa lebar. Malaikat kecilnya, bahkan Kanaya merasa baru kemarin melahirkan Luci dan kini anaknya sudah memasuki usia taman kanak-kanak.

"Luci, hati-hati larinya," teriak Kanaya. Ia tengah duduk di kursi taman dengan totebag disebelahnya berisi minuman dan makanan untuk putrinya.

"Baik, Mah!" Sahut Luci dengan memamerkan gigi kelincinya.

Kanaya memang sering mengajak putrinya untuk sekedar quality time dikala dirinya libur seperti sekarang. Ia tak ingin melewatkan masa emas pertumbuhan anaknya. Kanaya juga tak ingin Lucianna merasa sendiri, ia ingin menjadi ibu yang selalu ada untuk putrinya ditengah kesibukannya.

Langkah kaki kecil itu mulai menghampiri Kanaya, keringat terlihat membasahi wajah Lucianna. Kanaya meraih tisu dan mengusap wajah putrinya supaya merasa lebih nyaman.

"Luci, haus." Lucianna duduk disebelah Kanaya, ibunya dengan sigap membuka botol minum dan menyerahkannya pada Lucianna.

"Udah puas mainnya?" Tanya Kanaya. Ia melihat jam yang hampir menunjukkan pukul 10 dan matahari juga sudah mulai panas.

"Udah, Mama mau pulang sekarang?"

"Iya, udah mulai panas juga. Nanti Luci kecil Mama kepanasan." Kanaya mencubit pipi Lucianna dengan gemas. Putrinya hampir mewarisi wajah Killian versi cewek. Bahkan tak menyisakan rupa Kanaya dalam diri Lucianna.

"Mama! Jangan cubit pipi Luci, sakit tau, Luci tau kalo Luci itu cantik tapi gak perlu nyubit pipi juga," rengek Lucianna. Menunjukan kalimat narsisnya, jika seperti ini Kanaya jadi mengingat Killian, pria itu juga sangat narsis perihal wajahnya yang tampan.

"Abisnya Mama gemes banget sama pipi gembul kamu, mana lucu kalo diuyel kayak gini." Kanaya semakin senang menggoda putrinya, ia bahkan menguyel pipi gembul Lucianna. Tindakannya baru terhenti saat Lucianna terlihat akan mengambek padanya

"Maaf, nanti Mama beliin yupi sama susu pisang."

Mendengar dua camilan favoritnya Lucianna terlihat berbinar tak sabar. Ia meraih tangan Kanaya untuk segera beranjak dan menuju minimarket terdekat.

"Ayo kita beli, Mah. Nanti Luci pilih sendiri bentukan yupinya, ya?"

"Slow down sweety. Nanti kamu bisa pilih sendiri yupinya." Kanaya beralih menggandeng tangan Lucianna.

Keduanya melangkah menuju minimarket yang hanya berjarak 200 meter dari taman. Saat memasuki minimarket tersengar sapaan dari pegawai toko.

"Sana buruan pilih, Mama mau ambil susu pisang buat kamu, ingat jangan sembarangan menyentuh dan merusak barang yang dijual, okay?" ucap Kanaya melepas genggaman tangannya.

"Okay, Mama." Lucianna mengangguk mengingat pesan dari Kanaya. Gadis kecil itu kemudian berjalan menuju jajaran rak, mencari tempat yang menyediakan yupi.

Kanaya kemudian berjalan menuju rak pendingin guna mengambil susu pisang dan minuman untuk dirinya sendiri.

***

Langkah Lucianna menyusuri setiap rak, matanya berbinar melihat-lihat dimana letak permen kenyal favoritnya itu.

Hingga tanpa sadar ia menabrak sebuah kaki jenjang, Lucianna terjatuh. Ia tak menangis, kini pandangannya terangkat menemukan seorang pria yang ikut berjongkok, mengecek tubuh kecilnya.

KanaLianWhere stories live. Discover now