13

59 6 0
                                    

"Alex!"

Alex menoleh, mendapati Yunevo yang berlari ke arahnya. Keningnya mengernyit bingung, ngapain Yunevo datang ke jurusannya.

"Kenapa?" tanya Alex sesaat setelah Yunevo berdiri di hadapannya.

"Boleh ya gue pinjam motor lo nanti malam, please," pinta Yunevo menangkupkan kedua tangannya memohon.

"Buat?"

"Ada kerjaan gue."

"Tiap kali lo minjam motor gue, lo pulangnya selalu lewat tengah malam, alasan lo selalu ada kerjaan. Kerja apa sampe jam segitu?" Alex melayangkan tatapan menyelidik pada Yunevo.

"Ntar guw ganti bensinnya, deh."

"Gue gak pernah permasalahin bensinnya, Yun." Alex menghela napas lelah, menatap tajam Yunevo. "Dimana lo kerja?"

Yunevo mengalihkan pandangannya, menghindari tatapan tajam menyelidik Alex. "Gue kerja bareng teman sekelas gue. Di kost dia," jawabnya pelan.

"Kalau gak bisa gak papa kok, Lex. Gue pinjam motor Henzi aja," lanjutnya.

"Gue pinjamin." Alex menghela napasnya meski tak rela karena dia merasa ada yang disembunyikan Yunevo, dia tak bisa mengabaikan Yunevo begitu saja.

"Seriusan nih?"

"Hmm."

"Makasih, Lex! Besok gue traktir lo!"

"Emang situ punya duit?"

"Kagak."

Yunevo dan Alex terkekeh bersama. Udah tau gak punya duit, sok-sok an pengen traktir. Bener-bener si Yunevo, kagak sadar diri.

"Ya udah gue cabut dulu ya, Lex. Masih ada mata kuliah."

Baru saja Yunevo akan mengambil langkah untuk meninggalkan Alex, tapi ucapan Alex menahan langkahnya.

"Yun... sesusah apapun hidup, jangan sampai lo ngelakuin hal yang tidak baik, apalagi ngelakuin hal berdosa. Kalau lo butuh, lo bisa datang ke gue. Sebisa mungkin bakal gue bantu."

Yunevo terdiam dengan tubuh menegang kaku, kala ucapan Alex mengalun melewati gendang telinganya. Jantungnya berdegup kencang, tangannya mengepal dingin, seberkas rasa takut menyeruak di dalam hatinya. Sinar harap dan ketulusan yang terpancar dari tatapan teduh Alex, sukses menampar dirinya.

Apakah Alex sudah tahu apa yang dilakukannya?

Senyum canggung dia sematkan di wajahnya, dia menatap lurus Alex, tapi tak sekali pun berani menatap mata Alex.

"Terima kasih, Lex," ucapnya berlalu pergi dengan rasa takut dan bersalah mengganjal di hatinya.

Sementara Alex hanya bisa memandangi punggung Yunevo yang perlahan menjauh. Dia tahu Yunevo berbohong, tapi dia juga tidak tahu hal apa yang disembunyikan oleh temannya itu.

$$$

"Iya, iya, iya. Gue tahu. Lagi sibuk nih, gue matiin ya teleponnya."

Malvin mendengus, melemparkan ponselnya ke sofa. Kembali memfokuskan dirinya di depan televisi yang menampilkan siaran sinetron malam.

"Itu Bang Krisan yang nelpon?" tanya Yaren yang duduk di sebelah Malvin.

"Iya."

"Beneran pergi healing dia gegara ditinggal kawin mantan? Lebay amat."

Tadi pagi-pagi sekali Krisan pamit pergi ke rumah neneknya di Bandung, katanya dia butuh healing setelah kemarin menyaksikan mantannya mengikat janji suci dengan temannya. Terlebih lagi mantannya itu masih ada di rumah keluarga si suami yang tak lain bertanggan dengan kost, bisa gila dia. Malvin akui si pak tua itu emang lebay amat.

"Lo masih bocil. Belum ngerti rasanya."

Yaren memutar bola matanya malas. Kebiasaan banget, semua penghuni kost menganggapnya masih bocil. Emang sih dia yang paling muda. Tapi, tolong ingat! Dia hanya beda setahun sama Yunevo, Henzi, Alex dan Mahesa.

"Emang lo udah pernah ngerasain bang?"

"Gak."

"Setahu gue  lo punya mantan lebih dari satu."

"Iya. Tapi gue gak pernah diputusi. Gue yang mutusin."

Yaren berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Emanh biadab sih lo, Bang."

Pandangan Yaren yang semula fokus ke TV kini tertuju pada Malvin, kebetulan sinetronnya sedang iklan. Kakinya dia angkat satu ke sofa. "Masalahnya bang Krisan sama mantannya baru jadian tujuh hari masa galaunya sampe bertahun. Gak masuk akal banget," gerutunya.

"Ya namanya juga bulol."

"Tapi bang masih penasaran gue, kok bisa putus sih?" Jiwa-jiwa kepo Yaren seketika memberontak.

"Kepo banget sih. Tanya langsung sama yang bersangkutanlah."

"Ya ampun, abang. Spill-lah. Nanti kalo gue mati karena penasaran gimana?" tanya Yaren mengerucutkan bibirnya sampai maju beberapa centimeter.

"Bodo amat. Tinggal di kubur aja, kok susah," jawab Malvin santai.

"Gak asik lo, Bang!"

"Gila! Si Mawar selingkuh sama bapaknya si Farhan. Anjir, plot twist macam apa ini." Malvin secara tiba-tiba berseru kencang. Badannya yang sedari tadi bersandar santai di sofa menegak. Matanya tertuju pada TV yang menampilkan adegan si pemeran wanita yang sedang bermesraan dengan bapak pacarnya.

"Udah gue duga sih Bang, bakalan begini. Udah curiga gue dari awal sama si Mawar." Yaren berkomentar menanggapi seruan Malvin. Dia ikut memfokuskan dirinya ke layar TV.

Keduanya saling melempar decakan kagum untuk jalan cerita yang diluar prediksi. Saling melemparkan komentar dam berseru heboh saat sampai pada klimaks cerita.

Getaran di ponsel Malvin sebagai pertanda adanya pesan masuk. Sebuah pesan dari Yunevo muncul di notifikasi pop-up. Malvin mengambil ponselnya membaca deretan kalimat yang dikirim Yunevo.

Bang gue gak pulang malam ini. Pintunya langsung tutup aja.

Sebuah pesan biasa, yang mungkin tak perlu dipikir panjang. Tapi, pesan yang disampaikan Krisan padanya sebelum pergi, cerita Krisan mengenai Yunevo yang sering pulang dini hari dan cerita Alex yang disampaikan Krisan padanya, sangat mengganggu pikirannya.

Seruan Yaren dan cerita sineteron yang semakin memanas tak lagi dia hiraukan.  Pikirannya melambung pada sosok bocah tengil yang tanpa kenal takut selalu mengganggu dan menguji kesabarannya.

Awas aja ya lo, Yun. Berani banget bikin gue kepikiran!

Bersambung...

Sampai sini dulu.

Terima Kasih sudah mau meluangkan waktu buat baca cerita aku....

Kalau ada kesalahan boleh langsung diberitahu....

Bye-bye :)

Kost Bintang Lima《StrayKids》Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum