"Aku pulang, ya, Annora. Terimakasih banyak telah menemukan Aisyah," ucap Ravindra.

Anggukan lagi yang Annora beri sebelum pada akhirnya, "i-iya Vin," balasnya dengan terbata-bata juga sangatlah berat.

"Assalamualaikum," setelah memberikan salam Ravindra beranjak dari tempatnya.

"Wa'alaikumussalam," lirih Annora dengan masih sangat berat. Seketika tumpah sudah pertahanannya. Air bening itu menetes juga. Annora masih saja diam di tempatnya tanpa beranjak. Papa, papa, papa, kata-kata itu terus saja melayang-layang di benaknya.

Tanpa ia sadari, Ravindra yang menggendong Aisyah berhenti sejenak lalu menoleh ke arah Annora dengan berkata  lirih, "aku akan menjemputmu dengan ridho Allah. Mungkin bukan hari ini, tapi akan aku pastikan secepatnya, Ora. Tunggu sebentar lagi, ya." Setelah itu Ravindra kembali melanjutkan langkahnya.

***

Tiba Annora di sebuah kamar mandi yang berada di tokoh buku tersebut. Ia masih saja diam, dan menatap dirinya di pantulan cermin itu. Sakit sekali, itu yang dia rasakan.

"Apa yang terjadi barusan, Ya Allah? Ra-ravindra adalah seorang papa? Apa ini maksudnya?" Annora menangis dengan amatlah kencang sekarang di hadapan kaca itu.

"INI TIDAK ADIL!"

"AKU MASIH MENCINTAINYA, SEDANGKAN DIA," tak sanggup Annora melanjutkan perkataannya. Annora menjatuhkan tubuhnya di sana.

Annora terus saja menangis, ini amatlah pedih. Empat tahun selama di Kairo dia menjaga hatinya untuk tidak dibuka oleh siapapun karena telah terkunci oleh Ravindra, tapi balasannya sesakit ini.

Annora tak sanggup, dia terus saja menangis tanpa henti. Kata 'papa' terus saja melayang-layang di benaknya.

"ARGHHH!" Annora memukul kepalanya sendiri. Lalu memegang dadanya yang sangatlah sesak saat ini.

Lalu datanglah seorang wanita cantik dengan rambut tergerai. Dia tadi mendengar teriakan seorang wanita. Sehingga membuatnya langsung berlari menuju Annora.

Dia duduk di dekat Annora. Tampak Annora terduduk dengan lemas di sana. Dia mengelus pundak Annora. Annora tetap saja diam dengan tatapan kosong dan matanya yang sudah memerah.

"Aku tahu kamu pasti sedang di hadapkan dengan sesuatu yang berat," wanita itu mulai berbicara sedangkan Annora tetap pada posisinya dengan kondisi yang sama.

"Tapi, kamu juga harus tahu sesuatu yang berat akan ringan pada waktunya. Ayo bangkit, hal apapun yang membuat kamu seperti saat ini, jangan biarkan hal itu membuat kamu jatuh sedalam-dalamnya."

Annora yang diam itu mendengarkan perkataan wanita tersebut akan tetapi dia tetap pada posisinya, bahkan air mata terus saja mengalir. Rasanya, saat ini dia tak sanggup untuk berdiri lagi.

Wanita itu menghela nafas sebelum melanjutkan perkataannya. "Ingat ya, masih ada Tuhan yang akan membantu setiap masalah ciptaan-Nya. Percaya dan yakinlah kepada Dia."

"Ini masalah hati, mbak. Ini masalah keadilan hati. Saya berharap dia menjadi milik diri ini, tapi dia...huhu," Annora tak sanggup ingin melontarkan kata-kata itu, akhirnya hanya ada air mata yang mengalir.

Wanita itu pun seketika peka akan kondisi yang di alami oleh wanita yang ada di dekatnya ini.

"Tidak semua cinta harus kita milik. Terkadang, cinta membuat hidup kita bahagia dan menjadi lebih indah. Tapi ketahui juga, bahwa ada cinta yang mengajarkan kita untuk lebih ikhlas. Namun cinta yang berakhir ikhlas lah merupakan titik tertingginya. Kamu hebat, udah sampai di titik tertinggi itu," ucapnya dengan pelan seraya mengelus pundak Annora.

Annora Untuk Ravindra [End]Where stories live. Discover now