❄️Bagian 38❄️

470 72 35
                                    

Butiran-butiran cahaya biru bermunculan diikuti dengan hembusan angin kencang seiring membentuk sebuah pusaran. Begitu kuat hembusannya hingga meniup kerikil, debu serta benda-benda kecil lainnya. Tak berapa lama kemudian seseorang melesat dari dalam pusaran. Dengan posisi berlutut, ia mendarat sempurna diatas tanah. Elsa mendongak sembari merapikan rambut putihnya yang sedikit kusut.

Ia berdiri memandang ke sekitar. Bangunan kayu tua nan dingin serta gang sempit dan kumuh yang menyambut kedatangannya. Buru-buru Elsa berlari meninggalkan tempat itu tanpa mempedulikan pusaran angin -yang telah membawanya- masih setia berputar di belakang sana. Tanpa ia tahu, sebuah boneka salju juga ikut terlempar dan mendarat ke dalam tong kosong. Melihat sebuah keramaian di depan sana, semakin mempercepat laju langkahnya. Elsa berhenti sejenak.

Manik mata sebiru esnya memandang binar ke sekitar terutama pada dinding raksasa yang tersiram cahaya matahari. Meskipun sudah tahu ada titan didalamnya. Entah kenapa ia juga ikut merindukannya. Buliran bening menggenang membuat matanya memanas. Elsa sangat merasa senang, haru, dan sedih di waktu yang bersamaan. Akhirnya ia telah kembali setelah lima hari. Agar tidak menarik perhatian orang-orang yang berlalu lalang. Cepat-cepat ia mengelap genangan air matanya.

Setelah merapikan ekspresi dan meneguhkan hati untuk bertemu mereka lagi. Kembali Elsa melangkah ke jalanan, membaur dengan orang-orang di sekitar. Namun gaun putihnya yang panjang tergerai tak bisa dilewatkan oleh perhatian orang-orang itu. Hingga langkah Elsa berhenti saat suara lembut seorang wanita muda memanggil namanya.

"Elsa?"

Saat menoleh ia menemukan seorang wanita muda berambut gelap berdiri tak jauh darinya. Dengan tatapan mata bulat seolah keheranan, perlahan wanita muda yang tampak sepantaran dengannya mendekat. Ia mengenakan gaun semata kaki serta keranjang rotan dalam genggaman tangan kanannya. Wajah wanita muda itu berubah sedih ketika jarak mereka hanya tinggal selangkah. Ia menjatuhkan keranjang rotannya, lalu menerjang Elsa. Memeluk sang Roh Kelima cukup erat.

"Kukira kita tidak akan bertemu lagi." Wanita itu menangis memeluk tubuh Elsa, sesekali ia menyeka air matanya.

Sementara Elsa, ia hanya mampu mengelus pelan punggung wanita muda di hadapannya ini. Ia sama sekali tidak mengenalinya. "Maaf, tapi kau siapa? Apa kita pernah bertemu?" tanya Elsa sembari melepaskan diri dari pelukan wanita muda itu.

Mendengar pertanyaan Elsa membuat si wanita muda tercengang. "Apa kau sudah lupa? Aku ini Alice Dawson."

Jawaban yang dilontarkan oleh wanita muda itu seketika membuat tenggorokan Elsa tercekat. Ia tidak percaya, gadis yang pernah ia tolong telah menjadi dewasa dalam waktu singkat. "Alice? Gadis pemilik toko roti?"

Si wanita muda mengangguk cepat membenarkan perkataan Elsa. "Sudah empat tahun berlalu semenjak berita tentangmu meninggalkan Pasukan Pengintai tersebar ke sepenjuru dinding." Alice memungut keranjang rotannya lalu menatap Elsa sendu. "Banyak hal yang telah terjadi. Bahkan pencapaian Pasukan Pengintai sudah sangat pesat. Termasuk merebut dinding ini," lanjutnya.

"Tunggu sebentar, merebut dinding? Apa maksudmu, Alice?"

"Wilayah yang kita tinggali ini adalah Distrik Shigansina bagian dari dinding Maria," jawab Alice.

Rongga dadanya terasa sesak saat itu juga. Elsa menunduk, menatap nanar jalanan batu bata di bawahnya. Semua informasi yang dikatakan Alice seolah menghantam kepalanya dari berbagai arah. Tanpa sadar, Elsa mencengkeram kuat kepalanya yang mendadak pusing, membuat Alice yang melihatnya menjadi panik. "Kau tidak apa-apa? Apa ada yang sakit?"

Elsa tidak menduga jika kepergiannya telah melewatkan banyak hal. "Alice, tolong bawa aku ke markas Pasukan Pengintai di distrik ini? Aku harus menemui mereka. Bukan, lebih tepatnya seseorang."

Snow Queen And Wings Of Freedom [On Going]Where stories live. Discover now