❄️Bagian 17❄️

1.1K 177 17
                                    

Gelap dan lembab, dua hal itu telah mendefinisikan suasana penjara bawah tanah yang akan ditempati Eren untuk beberapa waktu. Pemuda titan itu melangkah masuk pada salah satu kamar penjara. Ketukan sepatu bootnya menggema setiap menginjak lantai keras penjara.

Tangannya dengan pelan memutar sebuah gagang pintu sel sebelum mendorongnya pelan hingga terbuka lebar. Lantas, ia meletakkan obor yang dipegangnya sedari tadi pada dinding batu nan dingin. Dari cahaya api obor yang menyala-nyala, Eren bisa melihat sebagian ruangan itu tanpa kesulitan.

Untuk ukuran sebuah kamar tahanan, ruangan ini sangat luas menurutnya. Hanya ada sebuah ranjang besi tanpa kasur dan lemari kayu yang telah berjamur akibat udara lembab. Kamar mandi kecil dan tak ada jendela diruangan itu, satu-satunya fentilasi hanya pada pintu masuk kamar itu saja.

Eren sendiri merasa tidak nyaman dengan tempat ini apalagi bagi Elsa, mengingat wanita itu adalah seorang bangsawan yang pastinya hidup dengan segala kemewahan yang ada diistana, pikirnya.

Pemuda itu berbalik dan berjalan keluar, ia berhenti di depan pintu sembari mengambil sebuah sapu yang ditinggalkannya. Mengamati sejenak. Didepan sana masih ada beberapa kamar lagi dengan pintu yang masih tertutup rapat.

Kemudian ia menaikkan kain penutup wajahnya, agar debu tak mengganggu pernapasannya ketika hendak melakukan kebersihan. Kembali ke dalam, pertama-tama Eren membuka lemari kayu usang itu ingin memeriksa apa isinya. Namun lemarinya justru terkunci.

Tak berhenti sampai disitu, Eren menggunakan gagang sapunya kemudian menjungkit pintu lemari. Bunyi kreek terdengar pertanda kunci lemari berhasil terbuka. Secara sembarangan ia meletakkan sapunya lalu membuka daun pintu lemari itu.

Terlihat cuma ada tumpukan kain putih usang karena sudah termakan waktu. Tangannya segera bergerak mengambil tumpukan kain itu. Tiba-tiba alisnya bertaut saat sesuatu yang menggeliat terasa di genggamannya.

Refleks si pemuda brunette menjatuhkan tumpukan kain itu hingga berantakan dilantai. Seketika rayap dan kecoa dalam jumlah yang sangat besar bermunculan dari dalam lipatan kain bak belatung pada bangkai.

Eren menatap jijik sambil melangkah menjauh dari kumpulan serangga itu. Dengan cepat ia meraih sapu untuk mengumpulkan kecoa dan rayap, agar mereka tidak semakin menyebar ke sepenjuru ruangan.

Saat sedang sibuk dengan para serangga, tiba-tiba saja api dari obor perlahan meredup membuat ruangan itu menjadi suram. Eren terhenti, jantungnya berdegup kencang seakan ingin melompat keluar dari dadanya. Tak berapa lama, hawa dingin berhembus lembut menyentuh permukaan tengkuk membuat bulu kuduknya meremang hebat.

Uap nafasnya mengepul seperti diwaktu musim dingin. Eren bergidik ngeri tatkala merasakan sesuatu telah berdiri di belakangnya. Tubuh si pemuda semakin kaku seiring dengan rasa takut yang semakin menguasai.

"Eren ...." Eren terkesiap, mendadak wajahnya banjir keringat dingin saat sebuah suara halus memanggil namanya.
Dengan keberanian yang dibesar-besarkan, ia perlahan menoleh ke belakang. Matanya membeliak, Eren lantas berteriak keras ketika melihat sosok serba putih didepannya.

Akkhh

"Astaga, Eren berhenti berteriak. Ini aku!" seru Elsa sambil membekap mulut prajurit muda itu agar teriakannya teredam.
"Kenapa kau berteriak?" tanyanya dengan air muka menuntut sambil melepaskan bekapan dari mulut si pemuda yang sudah diam.

Eren menghela nafas panjang. Setelah merasa aman, ia menurunkan penutup wajahnya lalu menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal. Lantas ia tersenyum cengengesan pada wanita yang didepannya. "M-maaf nona Elsa, kukira tadi anda hantu," jelasnya tanpa wajah berdosa.

Snow Queen And Wings Of Freedom [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang