❄️Bagian 10❄️

2K 291 47
                                    

A/N : Sorry ya reader-san terlambat update karena ada sedikit kendala 🙏🙏🙏. BTW, reader-san yang minta fanfic Frozen x BNHA, setelah saya pikir panjang. Saya gak bisa 🙏🙏🙏. Karena setelah Snow Queen And Wings Of Freedom tamat. Ada beberapa fanfic yang sudah saya buat outlinenya. Untuk lebih jelasnya, bisa dilihat di lapak saya. Jangan lupa kritik dan sarannya buat tulisan gaje saya. So, hope you like it.💖💖💖💖

Happy reading, guys.

_____________________________
Semburat jingga mulai berpendar di cakrawala. Udara panas mulai berganti dengan udara dingin. Begitu juga dengan sang mentari, yang sudah condong ke ufuk barat. Alice memandangi senja di depan jendela, kepalanya menengadah ke angkasa dengan tatapan mata yang sendu. Gadis penjual roti itu sedang memikirkan bagaimana keadaan penolongnya yang sedang berjuang bersama para prajurit.

Dahinya berkerut, Alice tidak habis pikir dengan dirinya. Padahal sepanjang hari ia bersama dengan Elsa. Tapi ia tidak merasakan keanehan pada diri wanita bersurai putih itu. Kecuali, saat ia dan Elsa sedang makan roti buatannya di dapurnya. Ketika ia bertanya mengapa tangan Elsa dingin saat wanita itu menggenggam tangannya, Elsa malah mengatakan hal lain dan mengalihkan topik.

Alice merasa kesal karena telah dibohongi oleh Elsa. Tapi jika ia pikirkan kembali, Elsa melakukan hal itu pasti memiliki alasan yang kuat, pikirnya.
Cepat cepat gadis itu menggeleng, mengenyahkan pikiran buruknya pada penolongnya. Ia tidak ingin lagi mengulangi kesalahan yang sama seperti kejadian di pintu gerbang. Jadi ia berpikir positif saja. Kini, netra beningnya bergerak ke sekitar.

Terlihat bangsal yang penuh sesak oleh orang orang dari distrik trost. Semua para pengungsi itu ditempatkan di area yang seharusnya dikhususkan untuk orang sakit. Tapi para prajurit itu malah membiarkan wanita, pria, anak anak bahkan manula ditempatkan di ruangan yang sama. Nampaknya kedatangan mereka tidak diterima secara sukarela oleh para prajurit itu. Terbukti dari tatapan sinis yang selalu para prajurit itu layangkan pada setiap warga trost yang mereka temui.

Alice menghela nafas panjang, gadis bersurai gelap itu berjalan mendekati sebuah ranjang sederhana disudut ruangan. Diatasnya seorang pemuda sedang terlelap setelah ditangani oleh dokter, dia adalah kakaknya Lily. Alice meletakkan telapak tangannya diatas dahi sang pemuda yang bernama Aiden Brown.

"Hm, sudah tidak panas lagi,"gumamnya. Alice lalu menarik sebuah kursi yang bersandar di dinding lalu mendudukinya.

Iris coklatnya terpaku pada wajah damai si pemuda berhelaian burgundy itu. Hidungnya yang mancung dengan garis rahang yang tegas menambah kesan dewasa di wajah pemuda itu. Sejenak Alice terpukau oleh pesona sang pemuda, hingga ia terperanjat tatkala sebuah tangan menepuk pelan pundaknya.

"Jangan melamun,"ucap orang yang menepuk pundaknya.

Refleks Alice menoleh dan menemukan seorang wanita paruh baya berbadan subur  dengan kacamata bulat yang membingkai wajah keriputnya. Ia berdiri di samping Alice dengan senyum ramahnya.

"Nyonya Collins?" Alice langsung berdiri dan tersenyum kikuk pada wanita itu.

Menghela nafas lega, wanita itu memeluk erat Alice sembari mengelus sayang punggung gadis itu. "Hah ..., Alice. Sudah kuduga itu kau. Aku sangat khawatir padamu, mengingat letak rumahmu yang cukup dekat dengan gerbang. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana sulitnya kau harus menyelamatkan dirimu."

"Ah, aku baik baik saja. Um, nyonya. Apa pelukannya bisa di lepas?"ucap Alice segan.

"Oh, maafkan aku. Aku terlalu berlebihan." Wanita itu langsung melepaskan pelukannya. "Nak, siapa pemuda itu?. Apa pacarmu?,"tanya nyonya Collins ketika matanya tak sengaja menangkap wajah damai Aiden.

Snow Queen And Wings Of Freedom [On Going]Where stories live. Discover now