❄️Bagian 5❄️

2K 317 20
                                    

Wanita bersurai putih itu mendongak, iris sebiru esnya terpaku pada bangunan berlantai dua didepannya. Bibir merah ranumnya melengkung manis. Ia melangkahkan kakinya mendekati gadis bersurai gelap yang berdiri di ambang pintu rumahnya. Wajah gadis itu terlihat tertekuk sesekali ia mengumpati pintu rumahnya. Alice kesal bukan main dengan pintu rumahnya yang selalu macet setiap kali dikunci.

"Perlu bantuan?" tanya Elsa yang berdiri di belakang Alice.

"Oh, tentu saja. Anda sangat membantu, pintu ini selalu membuatku darah tinggi setiap kali dikunci," jawab Alice dengan raut muka yang masih kesal sembari bergeser mempersilahkan Elsa memeriksanya.

"Sebelum itu, bisakah kau berdiri di sana dan berbalik," pinta Elsa sambil menunjuk halaman rumah.
Alice menoleh ke arah mana yang ditunjuk Elsa. Alisnya bertaut, netra coklat itu menatap Elsa meminta penjelasan tentang permintaan Elsa yang terdengar aneh di telinganya.

"Aku tidak bisa berkonsentrasi jika ada orang yang terus memperhatikanku," ucap Elsa tersenyum pada Alice, berharap gadis itu akan percaya padanya.

"Baiklah ...," ucapnya dengan kening berkerut sembari beranjak menjauh ke halaman.

Setelah memastikan Alice menjauh dan tidak melihat ke arahnya. Elsa menerawang ke sekeliling yang terlihat lumayan sepi, setelah situasi dianggap aman. Ia mulai beraksi, tangannya menarik kuncinya keluar. Lalu ia membungkuk, mata biru itu mengintip. Terlihat lubang kunci itu sudah sangat berkarat.

Pantas saja tidak bisa dibuka, batin Elsa.

Elsa mendekatkan daun telinganya ke pintu. Ujung jari telunjuknya menyentuh lubang kunci. Lapisan es tipis merayap ke dalam lubang kunci itu,hingga terdengar bunyi krek dari dalam sana. Senyum merekah di wajah cantiknya, setelah ia berhasil membobol rumah orang. Elsa membuka pintu itu perlahan-lahan. Aroma roti seketika memenuhi indra penciumannya.

Elsa memandang ke sekeliling, terlihat ruangan berlapiskan kertas dinding berwarna pastel polos. Beberapa etalase kaca berisi berbagai bentuk roti yang menggugah selera. Lemari rak dipenuhi berbagai jenis botol botol selai. Dan sebuah lukisan berbingkai perak dengan tema buah-buahan di pajang di atas tungku perapian.

Sementara itu, Alice masih diam berdiri sesuai ucapan Elsa. Bulir bulir air bening mengalir di wajahnya yang sesekali ia hapus. Karena bosan, gadis itu berjongkok sembari memain mainkan batu kerikil dibawahnya. Tanpa ia sadari seseorang mendekatinya dan sebuah tangan memegang bahunya. Membuat gadis itu berjengit kaget dan refleks berteriak histeris.

"Tenanglah, ini aku," ucap Elsa sambil tersenyum.

"Hah, mengagetkan saja," sungutnya sambil mengelus dadanya yang berdetak tak karuan.

"Pintunya sudah terbuka, tapi maaf. Aku merusak pintu rumahmu," ucap Elsa menyesal.

"Tidak masalah, lagi pula pintu itu sudah reyot, nanti akan aku panggilkan tukang kunci." Alice lalu menoleh ke arah rumahnya yang pintunya sudah terbuka lebar. "Mari masuk," lanjutnya melangkah duluan.

Alice menuntun Elsa menuju rumahnya. Ia mempersilahkan Elsa masuk. Elsa mengikuti langkah Alice hingga ke dapur. Elsa mengamati ruangan sederhana itu. Terlihat panci panci dan wajan digantung di dinding. Sebuah meja besar serta dua buah kursi diletakkan di tengah ruangan. Peralatan peralatan dapur lain tersusun rapi di rak dan tungku pemanggang yang terlihat masih memiliki bara.

"Kau memiliki toko roti yang bagus," puji Elsa.

"Terimakasih, ini adalah toko roti milik ayahku," ucap Alice lembut sambil memakai sarung tangan kain. Ia membuka tungku pemanggang, aroma roti terlihat mengepul dari dalam pemanggang. Alice mengeluarkan beberapa roti dan meletakkannya di atas meja.

Snow Queen And Wings Of Freedom [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang