Episode 8-Ego yang Sama-sama Besar

642 37 0
                                    

Setiap hari selama lima hari ini, Gillian terus mendatangi Rihana di kamar yang ia gunakan untuk menyekap wanita itu. Pertanyaan yang sama terus ia katakan, tetapi jawaban Rihana tetaplah sama.

Soal Arion, pada akhirnya, Rihana belum boleh menemui anak yang ia kandung sekaligus ia besarkan sendirian tersebut. Meski Arion memang kerap rewel, Gillian tetap enggan untuk mengurungkan niatnya sampai Rihana benar-benar menyetujui permintaan pernikahan yang ia inginkan.

Rihana sendiri tentu saja sangat menderita. Kendati rumah itu bak sangkar emas dengan segala fasilitas luar biasa, nyatanya tak ada satu pun ketakjuban yang ia rasakan. Kamar mandi pribadi, ranjang mewah, tempat duduk bak pendopo sang raja, makanan enak, pakaian branded macam-macam gaya, serta pelayanan luar biasa yang ia dapatkan sama sekali tidak menggoyahkan hati Rihana.

Sampai saat ini, yang ada di dalam pikiran Rihana memang hanya kabur bersama putranya, selebihnya pemikiran gila lainnya mengenai keinginannya untuk membunuh Gillian. Namun nyatanya, kedua hal yang ia inginkan tersebut hanyalah sebatas angan semata. Sebab, tak hanya kalah tenaga dari Gillian, termasuk juga kuasa, ayah dari putranya tersebut malah menyewa belasan pengawal berbadan kekar dan belasan pelayan wanita. Keberadaan para pengawal sekaligus juga para pelayan tentunya semakin membuat Rihana semakin terkekang.

"Apa kamu masih menolak permintaanku, bahkan setelah lima hari berlalu, ketika kamu juga masih enggak bisa menemui Arion, Rihana? Sampai kapan kamu akan terus bersikap keras kepala begitu? Aku hanya menginginkan pernikahan untuk menjamin hidupmu dan Arion!" ucap Gillian yang tetap memutuskan ambil suara ketika Rihana masih saja berbaring membelakanginya.

Rihana menggigit bibirnya. Ia tidak mau bicara. Sebelumnya pun untuk makan saja ia selalu enggan. Kalau dilihat lebih saksama, tubuhnya semakin kurus hanya dalam waktu lima hari sejak Gillian menyekap dirinya di sangkar emas tersebut.

"Arion rewel. Dia terus bertanya tentang keberadaanmu," celetuk Gillian.

Kali ini ucapan Gillian membuat Rihana reflek melebarkan mata. Wajar, bukan? Memangnya ibu mana yang tak akan khawatir jika mendengar sang anak rewel? Sebenarnya, meski tak berdaya, nyatanya Rihana sempat memiliki setitik rasa percaya, mengenai Gillian yang tak akan sampai melukai putranya. Dan hal itulah yang membuatnya terus bertahan bungkam hingga sekarang. Namun jika ternyata Arion malah rewel, yang sebelumnya ia yakini Gillian masih sanggup mengatasi rewelnya Arion, tentu saja membuat Rihana langsung cemas.

Tak berselang lama, Rihana mulai berkenan untuk mengubah sikapnya. Ia tak lagi berbaring, melainkan duduk di atas ranjang dan mau tak mau, ia mulai menatap Gillian sementara pria itu masih saja berdiri dengan gelisah.

"Jika kamu ingin menjadi ayah yang baik, seharusnya kamu enggak berbuat sekejam ini padaku, apalagi sampai memisahkan aku dengan anakku, Gillian. Kamu seharusnya mikir, anak yang selama ini aku besarkan sendirian, enggak bakalan sanggup jika hidup tanpa aku. Dan jika kamu memang pintar, seharusnya kamu juga sadar kalau situasi Arion saat ini adalah jawaban dari mulutku. Aku dan Arion tidak bisa dipisahkan! Jadi percuma saja jika kamu berusaha untuk merebutnya dariku!" ucap Rihana yang akhirnya kelepasan.

Gillian menghela napas. Pernapasannya serasa sesak. Bagaimana tidak, jika semua hal yang ia upayakan masih belum membuahkan hasil. Rihana tetap menolaknya!

"Aku tahu. Kalian memang enggak bisa dipisahkan. Oleh sebab itu, aku ingin menikah denganmu. Hidup sama kamu, dan kamu juga tetap bisa bersama Arion, Hana," ucap Gillian dengan kata-kata yang selalu sama. "Seenggaknya, untuk Arion saja. Dia membutuhkan aku sebagai ayahnya. Dia juga enggak bisa hidup tanpa seorang Ayah, bukan?"

"Sudahlah, aku lelah. Aku hanya memohon, lepaskan aku dan biarkan aku pulang bersama putraku, Gillian."

"Dia juga putraku."

"Ya, tapi dia tumbuh bersamaku!"

"Kalau begitu, mulai sekarang akulah yang akan hidup bersamanya jika kamu tetap keras kepala. Aku lebih mampu memberikan banyak hal untuknya."

"Gillian!" Cepat, Rihana melempar bantal pada Gillian. "Jangan coba-coba merebutnya dariku."

"Menikahlah denganku, hanya itulah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah kita, Rihana. Sekali lagi, setidaknya untuk Arion! Daripada aku melihatmu menikah dengan pelanggan warung itu, dan Arion mendapatkan ayah selain aku, aku lebih baik meneruskan upaya terakhir ini. Hiduplah di dalam sangkar emas tanpa bisa melihat Arion, sampai kamu berkenan untuk menjadi istriku."

Rihana langsung menjerit histeris. Ini untuk pertama kalinya setelah dua hari ia memutuskan untuk bungkam. Semua benda yang ada di atas ranjang sekaligus nakas ia lemparkan pada sosok Gillian. Namun Gillian hanya terdiam meski sesekali pria itu sempat terhuyung. Kekokohan tubuh Gillian persis dengan kekokohan keinginannya untuk hidup bersama Rihana dan sang putra. Namun teguhnya keinginan Gillian nyatanya masih tak mampu untuk membuka sanubari dingin milik Rihana.

Dan tentunya, air mata juga turut menyertai situasi panas mereka. Tak hanya Rihana saja, Gillian pun turut menangis. Namun ego keduanya sama-sama besar, sama-sama sulit untuk dikalahkan. Hanya saja, tampaknya kuasa Gillian memang jauh lebih besar, sementara Rihana yang yatim-piatu serta miskin sungguh tak berdaya. Perbedaan kasta nyatanya juga sangat berlaku di dunia ini. Dan Rihana harus menjadi pihak paling lemah untuk saat ini, untuk sekadar hidup bahagia bersama Arion setelah tujuh tahun terkungkung penderitaan, benar-benar sulit untuk ia realisasikan. Dan semua itu masih bersumber dari satu orang, yaitu Gillian!

Perlahan tetapi pasti, Rihana beranjak turun dari ranjang tersebut. Kemudian, ia berdiri lemas di hadapan Gillian. Kepalanya mendongak, sehingga sepasang matanya tak lagi kesulitan untuk menatap netra kecokelatan yang basah milik pria itu. Ah, waktu memang bergulir begitu cepat. Gillian remaja kini telah menjelma menjadi pria dewasa yang sangat tampan. Sebuah kenyataan yang sukses membuktikan bahwa selama ini Gillian telah tumbuh dengan sangat baik serta hidup lebih dari cukup bersama harta yang berlimpah.

Sementara di sisi lain, kenyataan berbanding terbalik harus terjadi pada Rihana. Ia yang dulunya menjadi salah satu gadis primadona harus tumbuh menjadi wanita dewasa yang lusuh, kurus, dan hampir tak terurus. Alih-alih melanjutkan pendidikan layaknya Gillian, Rihana menjelma menjadi sosok ibu muda yang harus bekerja keras demi menghidupi putranya serta dirinya sendiri. Apalagi Arion termasuk anak yang memiliki fisik lemah, dan Arion harus menginap di kamar rumah sakit sampai beberapa kali, yang tentunya membuat Rihana harus terus mengeluarkan seluruh energinya selama ini.

Perbedaan jalan hidup mereka seharusnya terlihat sangat mencolok, bukan? Namun mengapa Gillian masih tidak tahu malu dan memaksa Rihana untuk menjadi seorang istri? Mengapa pria kejam itu juga sampai menangis hanya demi terkabulnya permohonan pernikahan? Padahal jika Gillian konsisten kabur layaknya dulu, semua akan berjalan dengan lebih baik. Toh, Rihana juga sudah mulai bangkit. Sayangnya, si Pengecut itu malah datang dan kembali memporak-porandakan kehidupan Rihana yang nyaris bahagia bersama putranya.

***

Pernikahan yang Gillian InginkanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang