24. 🕵‍♂️

534 41 0
                                    

Samudra juga Dirga mengusap wajah kasar hari sudah malam, ini adalah tempat ke tujuh yang mereka kunjungi namun mereka sama sekali tidak menemukan keberadaan Sinar, "pak Dirga, apa saya harus menyerahkan diri ?", tanya cowok itu terdengar lirih, D...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Samudra juga Dirga mengusap wajah kasar hari sudah malam, ini adalah tempat ke tujuh yang mereka kunjungi namun mereka sama sekali tidak menemukan keberadaan Sinar, "pak Dirga, apa saya harus menyerahkan diri ?", tanya cowok itu terdengar lirih, Dirga menoleh menggelengkan kepala tegas.

"Tidak Samudra jangan mau kalah sama pelaku, ini permainan dia agar kamu yang menanggung semua apa yang dia lakukan, saya akan berdiri di samping kamu", ujar Dirga meyakinkan.

Samudra menatap lekat wajah pria itu, "kenapa pak Dirga sampai melakukan itu untuk saya?", tanyanya penasaran merasa tidak enak, senyuman Dirga muncul tatapan pria itu berubah sendu, "lo begitu mirip dengan mendiang adik saya, Samudra, sejak awal kita bertemu kembali, saya melihat ada adik saya didalam diri kamu", ujarnya menepuk pundak cowok itu.

"Kamu sekarang pulang ke rumah sakit, biar saya yang mencari dua tempat lagi, kamu istirahat untuk menghadapi esok hari", ujarnya tersenyum, Samudra menganggukan kepala naik ke atas motor kembali ke rumah sakit, Samudra merasa tidak enak dengan Dimas yang menggantikan dia menjaga Biru.

Setelah selesai menggeledah semua tempat yang Sinar biasanya datangi, Dirga kembali ke kantor polisi, masuk kedalam menyeritkan dahi melihat orang tua Sinar ada di sana, pria itu melihat jam tangan menunjukan pukul 11.52 malam, "pak Dirga, mana anak saya ? Pak Dirga menemukan dia kan ?", tanya wanita paruh baya itu langsung memegang tangan Dirga menangis.

Dirga meringis menggelengkan kepala membuat tangisan wanita paruh baya itu pecah seketika, tubuh luruh kebawah meraung penuh kesakitan, "saya tidak mau tahu pak Dirga temukan anak saya dalam keadaan tidak lecet sedikit pun, saya dengar pak Dirga melindungi pelaku, jika Samudra terbukti adalah pelaku saya tidak segan menuntut pak Dirga ikut mendekam di dalam penjara", ancam pria paruh baya itu menarik istrinya keluar dari kantor polisi.

Dirga mengusap wajah kasar, sekarang pria itu harus bagaimana ?, pak Arhan mendekati pria itu menepuk pundak pelan menatap dengan tatapan sulit diartikan, memberi kode agar mengikutinya keluar dari kantor polisi.

Pagi harinya SMA Wisteria gempar dengan penemun mayat Sinar di lapangan dengan kondisi begitu mengerikan, Dirga juga beberapa anggota tengah menyelidiki kondisi mayat, Samudra yang baru saja sampai dengan Dimas membelalak begitu kaget.

Ssrreeekkk

Bughh

Bughhh

Bughhh

"Anjing lo, sampah", umpat Guntur menyerang Samudra, Dimas berusaha memisahkan, "lepasin gue, dia harus di bunuh, gue tahu Sam, Sinar memang tidak bisa menahan omongannya tapi tidak seharusnya lo membunuh dia", amuk cowok itu.

Bughh

Bughhh

Sreeekkkk

Keadaan mencekam, tidak seperti biasanya Samudra kini melawan menarik kerah baju Guntur menatap dengan tatapan marah, "selama ini gue sabar dengan perlakuan kalian yang memperlakukan gue seperti sampah, tapi sekarang gue tidak bisa diam lagi Guntur, kalau lo menuduh gue, coba buktikan omongan lo kalau gue pembunuh", ujar Samudra mendorong Guntur sampai terjungkal.

Dirga dan Dimas yang hendak menengahi kembali berhenti spontan bertepuk tangan heboh, "anjir, gue harus ngabarin Biru, dia pasti sujud syukur mendengar berita menghebohkan, kenapa tidak dari awal lo melawan Samudra", teriak Dimas begitu semangat, tingkah cowok itu membuat suasana ngeri berubah, beberapa di antara mereka kini tertawa menggelengkan kepala terutama Naomi yang baru saja sampai di sekolah.

Dirga meminta kepala sekolah untuk membubarkan siswa terlebih dahulu untuk memudahkan penyelidikan, yang tinggal hanya polisi, Samudra juga Dimas di sana.

"Kalian semua geledah sekolah tanpa ada satupun yang tersisa, biar saya di sini menunggu pihak keluarga juga rumah sakit", perintah Dirga, para anggota menganggukan kepala berpencar.

Dirga kini menatap Samudra, "lakukan pekerjaan kamu, jangan lupa pake sarung tangannya", perintah pria itu.

Samudra menganggukan kepala berjongkok menyentuh tubuh korban kilasan kematian Sinar nampak begitu jelas, beberapa menit Samudra melepaskan genggaman, mengagur nafas menitikan air mata, "ini hadiah yang pelaku maksud pak Dirga, Sinar di bunuh di belakang sekolah tepat di gudang dekat pembuangan sampah", lirihnya menghapus air mata kasar.

"Pak Dirga, lapor, kami menemukan tkp sebenarnya, tepat di belakang sekolah di gudang samping pembuangan sampah", lapor salah satu anggota merasa ngeri melihat darah yang masih terlihat basah di dalam gudang

Dirga menganggukan kepala meminta para anggota mencari petunjuk atau pun bukti walaupun hanya kecil kemungkinan untuk menemukan seperti yang terjadi pada korban sebelum-sebelumnya.

¤¤¤

The Search 🕵‍♂️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang